Sesaat setelah lonceng sekolah berbunyi Susan dengan langkah yang pelan kembali ke rumah sederhananya, biarpun rumahnya terlihat jauh dari kata megah, bagi susan itu adalah tempat ternyaman untuk pulang dari kerasnya dunia luar tanpa adanya rasa adil. Hanya Berjarak beberapa meter dari rumah Susan mendengar ada barang yang terlempar dari dapur, dia terkejut, Susan bergegas masuk ke rumah dengan langkah yang cepat menuju ke dapur. Rupanya Suara benda yang terlempar tersebut berasal dari ayahnya. Ya, ayah dan ibunya sedang bertengkar, hingga ayahnya hampir menampar ibunya.
"sudah berani melawan Suami kamu ya!!!", (ucap Ayah dengan membentak)
" Memangnya kenapa, selama ini kamu tidak bekerja, dan uangmu entah kemana kamu habiskan, tidak pernah aku mengeluh sedikitpun" (Jawab Ibu dengan nada tinggi)
"Apa urusanmu dengan uangku, mulai berani menjawab kamu ya!!!",
ayah mulai memegang baju ibu dengan tangan kiri dan ayah mulai mengayunkan tangan kanannya seakan akan ingin memukul ibu, Susan sontak berteriak
" Hentikan, jangan jadi pecundang yang hanya berani melawan ibu yang tidak berdaya, Kau bukan manusia tapi iblis"
Ayah sontak melihat ke arah Susan
"kamu tau apa anak kecil, Oh berani melawan orang tua?!!"
Lalu ayah berjalan ke arah Susan dengan langkah yang kencang kemudian memegang tubuh Susan seolah olah ingin memukulnya.
"Apaa?!!, ayo pukul, kenapa berhenti, cepat pukul sekarang!!"
Susan memandangi ayahnya dengan tatapan yang penuh dengan amarah, sedangkan ayahnya menatap seakan akan ingin memberikan pukulan pada Susan, agak lama saling menatap ayahnya Tiba tiba mendorong susan dan berlalu pergi sambil menghempaskan pintu ruang tamu
"Gebuaarrrrr" (Suara hempasan pintu)
Susan jatuh sambil tersandar di kursi, ibu bergegas menghampiri Susan sambil meneteskan air mata
" Susan kamu tidak kenapa napa Nak?"
Dengan nada yang sedikit sendu Susan menjawab
"Engga Bu Susan baik baik aja, kenapa ayah marah marah Bu? "
"Tadi ayah kamu mau makan tidak ada lauk, karena ibu belum dapat upah dari atasan ibu, jadinya ibu belum punya uang untuk beli lauk, ayahmu langsung ngamuk" (Jawab ibu)
Susan menatap ibu dengan mata yang memerah
"Bajingan itu hanya mementingkan ego tanpa ada rasa bersalah"
Ibu mencoba menenangkan dengan memeluk Susan sambil berkata
"Susan kamu tidak boleh berkata seperti itu, mau bagaimanapun dia ayah kamu"
Susan menjawab dengan nada agak tinggi
"Susan tidak pernah meminta untuk dilahirkan dan dibesarkan dari ayah seperti dia!! "
Ibu kembali berkata sembari mengelus kepala Susan dengan hangat
"Susan biarpun ayahmu seperti itu, kamu masih memiliki ibu, Tempat kamu kembali disaat kamu kehilangan arah. Ibu akan selalu memberikan kamu cahaya jika kamu jatuh dalam kegelapan"
Amarah Susan kembali meredup, emosinya perlahan reda
"Makasih Bu, biarpun Susan belum bisa jadi anak berbakti, tapi Ibu slalu ada untuk Susan"
Ibu tersenyum kecil sambil merangkul Susan Selayaknya ibu Dan Anak.
Waktu terus berjalan mengikuti jarum jam, tidak terasa siang yang tadi penuh dengan pertikaian kini berganti menjadi malam yang tenang, setelah makan malam Susan teringat bahwa besok ia di suruh untuk memanggil orang tua oleh gurunya karena beberapa kasus, terutama ketahuan mencontek dan melakukan pemukulan terhadap temannya. Susan mulai dilema antara ingin memberi tau ibu atau tidak
"Aduh gimana ini kasihan ibu baru juga dimarahi ayah, masa harus dapat kabar tidak enak lagi"
Susan bingung jika dia tidak membawa orang tuanya besok kemungkinan ia tidak naik kelas, dan akan membuat ibunya tambah kecewa. Dia berfikir sangat keras antara maju atau mundur, dengan perasaan yang bimbang dan ragu susan pun akhirnya memberanikan diri untuk memberi tahu ibu, langkahnya terasa sangat berat.
"Tok tok tok" (suara ketukan pintu)
"Bu Ini Susan, ada hal yang ingin susan bicarakan"
Ibu menyahut, "Iya Susan masuk aja, pintunya tidak ibu kunci"
Susan pun mulai melangkah masuk
"Ada apa Susan?, tumben malam malam gini mau bicara, sepertinya penting",(Tanya ibu)
Susan merasa gelisah, ia tidak tega untuk membuat ibu semakin terbebani karena kesalahan dirinya disekolah
"Jadi gini Bu, ibu di panggil guru ke sekolah besok"
"Kamu ada masalah apalagi susan?, karena kamu memukul teman sekelas kamu kemarin?" (Tanya ibu dengan ekspresi terkejut)
"Iya bu, tadi Susan ketahuan nyontek di sekolah, terus kertas ulangan susan disobek, jadinya disuruh panggil orang tua"
Ibu kemudian memberi nasehat sambil memarahi Susan, atas perilakunya.
" Susan kamu itu satu satunya harapan ibu, sama siapa lagi ibu harus menaruh harapan, ibu mati matian sekolahin kamu biar kamu jadi anak yang berguna, bukan pembuat masalah" (Saut ibu dengan nada kecewa dan marah)
Susan menjawab dengan penuh rasa bersalah
"Maafin Susan Bu, susan ketiduran kemarin jadinya susan nggak belajar, terus nggak bisa ngisi soal ulangan"
Ibu langsung menjawab dengan nada Tegas
"Ibu sekolahin kamu, supaya kamu terdidik, cerdas, bisa membanggakan ibu, tapi kamu nggak mikirin ibu, apa kamu nggak malu, orang tua kamu di panggil"
"Kita memang orang susah, ibu slalu mendidik kamu tidak perlu menjadi baik, cukup dengan menjadi manusia"
Susan tertunduk Sambil merenungi kesalahannya, ia merasakan bahwa dirinya belum bisa berguna untuk ibunya. Berlian dan mutiara sama sama akan bersinar, tapi pada waktu yang berbeda.
"Baiklah ibu akan datang besok, kalau sampai kamu tidak naik kelas atau dikeluarkan dari sekolah, sudah tidak ada alasan untuk ibu membela kamu"
Hari yang sangat berat bagi Susan, ketika ia dihantam oleh persoalan dalam keluarga, kini Susan juga harus menghadapi masalah di sekolah. Tidak ada orang tua yang tidak menyayangi anaknya, seburuk apapun anaknya, ia tetap akan menjadi sayap pelindung.
-To Be Continued-
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta adalah ketiadaan
RomanceDiambil dari kisah nyata yang terjadi pada tahun 1991 Terkadang cinta dan ekspektasi tidak berjalan sesuai realita yang diharapkan, hal ini yang dirasakan oleh Susan ketika dihadapkan dengan pilihan cinta atau mati. Karena ketika kita memulai untuk...