PART 1

9.4K 17 0
                                    

Suasana terlihat begitu ramai di sebuah rumah makan, puluhan orang asyik bercengkrama bersama kolega, sahabat, maupun pasangan sambil menyantap hidangan yang telah disajikan di atas meja. Riuh suara pengunjung berbanding lurus dengan kesibukan para pekerja rumah makan, ada yang sibuk menyelesaikan order masakan, ada yang sibuk melayani pengunjung yang baru saja datang, ada juga yang sibuk melayani pembeli yang hendak melakukan pembayaran di depan meja kasir.

Ayu Hapsari, 22 tahun, terlihat hilir mudik menyajikan makanan yang telah selesai di masak oleh sang juru masak kepada para pengunjung. Langkah gadis itu terlihat gesit, lelah yang dia rasakan tidak terlihat pada raut wajahnya meskipun sudah sejak pagi hari dia mulai bekerja. Beberapa kali Ayu terlihat mengelap keringat yang menempel di keningnya, senyum seolah tak pernah lepas dari bibirnya, Disamping itu yang diharuskan oleh sang majikan pada Ayu saat melakukan pekerjaan tapi juga karena Ayu begitu murah mengumbar senyumnya.

"Yu, coba Kamu lihat meja nomor 21, sepertinya mereka sudah akan pergi." Perintah Mbak Sinta, wanita paruh baya berusia 32 tahun kepada Ayu.

"Baik Mbak." Jawab Ayu sambil bergegas menuju meja nomor 21, sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Mbak Sinta, keponakan sang pemilik rumah makan yang bertugas sebagai manajer.

Sementara itu di dapur, seorang pria berusia 33 tahun sibuk memberi perintah kepada beberapa pekerja dapur yang menyelesaikan orderan masakan, sesekalai terdengar dia berteriak saat ada yang kurang tepat dengan apa yang dilakukan oleh pekerja dapur, tatapan matanya tajam seolah siap menerkam siapa saja. Pak Baroto, merupakan juru masak yang juga adalah suami dari Mbak Sinta. Setelah melalang buana di seantero Asia sebagai juru masak di berbagai macam hotel mewah, Pak Baroto akhirnya bersedia pulang ke Indonesia untuk mengurusi rumah makan yang dikelola oleh istrinya.

Tugas Pak Baroto sedikit lebih ringan karena rumah makan tersebut sudah memiliki beberapa koki handal, dia hanya ikut memasak jika ada pelanggan khusus atau saat pengunjung membludak di akhir pekan, selain situasi itu Pak Baroto hanya bertugas mengawasi sekaligus memberikan instruksi kepada para koki dan pekerja dapur. Pengalaman dan kualitas Pak Baroto sebagai seorang juru masak handal cukup untuk membuat para pekerja lain "takut" saat menghadapi tatapan tajam Pak Baroto.

Rumah makan "The East" adalah rumah makan modern yang didirikan oleh Anwar Hambali, seorang pria tua, yang terkenal karena kekayaannya. Meskipun baru berdiri kurang dari satu tahun tapi The East sudah berhasil menggaet ratusan pengunjung setiap minggunya. Variasi masakan yang beragam, ditambah rasa masakan yang cocok untuk semua lidah, apalagi lokasi strategis rumah makan yang berada tepat di jantung pusat kota cukup membuat The East melejit dalam waktu singkat menggeser pamor rumah makan lain.

Anwar Hambali memang terkenal sebagai seorang pengusaha handal, mental usahanya ditempa sejak kecil. Lahir dari sebuah keluarga yang jauh dari kata berkecukupan membuat Anwar terasah mentalnya dalam berusaha meniti kesuksesan. Insting bisnisnya seperti terasah di jalanan, dia bisa menakar bisnis apa yang menguntungkan dan bisnis apa yang tidak menjanjikan hanya dari pengamatannya saja. Mungkin ini sebuah anugerah, tapi mungkin juga sebagai kutukan karena insting bisnis wahid ini juga diaplikasikana Anwar dalam hidup.

Usianya sudah hampir 65 tahun, tapi orang tua itu masih betah melajang. Sepanjang hidup yang dia pikirkan adalah hanya masalah uang, seolah uang adalah segalanya. Baginya apapun di dunia ini bisa dilabeli dengan urutan angka-angka, termasuk soal harga diri dan cinta. Maka tak heran jika saat ini Anwar mulai kebingungan mewariskan kerajaan bisnisnya kepada siapa, seorang pria tua lajang tanpa pendamping hidup dan keturunan.

Beruntung ada Sinta, satu-satunya keponakan Anwar Hambali, dia adalah putri tunggal Rohati Hambali, adik kandungnya. Di pundak Sinta lah kini Anwar mulai mencoba memasrahkan bisnis-bisnisnya, selain bisnis restoran, Anwar juga mulai memberikan penugasan kepada Sinta untuk mengusrusi bisnis apartement, retail, dan ekspedisi. Sinta tidak bisa menolak keinginan sang Paman, karena sepanjang hidupnya seluruh kebutuhan hidup dia bersama sang Ibu dibiayai oleh sang Paman.

ISTRI MUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang