Chapter 16

24 6 7
                                    

Saat Minzu melihat Dira menangis terisak-isak dia langsung memeluknya dengan erat. Hatinya pun sakit saat melihat wanita yang telah menjadi istrinya disiksa oleh keluarganya sendiri.

Dalam dekapannya air mata Dira seakan-akan sungai yang mengalir tiada henti. Sesak yang menghunjamnya kini sedikit mereda saat dekapannya semakin erat.

"Aku takut Oppa, Jika kakak ipar akan semakin marah padaku?" ucap Dira yang terus menangis dalam dekapannya.

"Aku akan melindungimu mulai saat ini!" tegas Minzu memelukmu sambil membelai suraimu.

"Janji, Oppa?"

"Iya, aku berjanji."

"Terima kasih, Oppa."

"Kau istriku, sudah kewajibanku untuk menjagamu! Apa aku memelukmu terlalu erat? Apa sakit, sayang?" ucap Minzu pertama kali menyebut dengan panggilan sayang.

"Sakit, Oppa. Tapi lebih sakit hatiku!" jawab Dira masih menangis di dekapannya.

Mendengar ucapanmu, Minzu sedikit melonggarkan dekapannya.

"Maafkan aku yang tidak tahu, jika istriku menderita di sini. Aku akan membuat mereka menyesal telah menyiksamu, sayang!" Minzu enggan melepaskan pelukannya dari Dira dengan Netra yang memancarkan kemarahan.

Mendengar perkataan Minzu, Dira melepaskan pelukannya. Ia mengangkat pandangannya menatap ke arah Minzu.

"Oppa, apa yang akan kau lakukan? Aku takut mereka akan semakin menyiksaku?" ucap Dira dengan jantung berdegup penuh ketakutan di hari esok.

Minzu meletakkan kedua tangannya di atas kedua pundak Dira, wajahnya mendekat kepadanya. Dengan netra tajam dia menatap istrinya.

"Tidak akan lagi, Dira. Tidak akan! Aku tidak akan biarkan mereka menyiksamu." tegas Minzu dengan netra penuh amarah kepada kakak iparnya.

Setelah menangis bersama di dalam kamar, Minzu meminta Dira untuk beristirahat. Dia juga mengobati lukanya secara lembut. Minzu merebahkan tubuhnya di samping Dira dengan memeluk tubuhnya. Tidak luput dia pun mengecup kening Dira. Selang beberapa jam Dira dan Minzu saling terpejam lalu terlelap menuju alam mimpi.

***
Keesokan harinya.

Di ruang makan suara lantang Chaeyoung sudah menggema seiri rumah. Yea yang masih nyaman dengan bantalnya pun harus terbangun karena merdunya suara kakak iparnya itu.

"Kau siapa? Apa kau maling?" teriak Chaeyoung saat melihat wanita muda berada di dapur, "Maling... Kau maling!" Chaeyoung mengoceh dan berteriak membuat seluruh penghuni rumah terbangun.

"Bu... Bukan Nyonya... Saya bukan maling!" ucap wanita itu. Dia adalah pembantu baru yang dicarikan oleh Vhie. Lebih tepatnya dia bernama Soya, teman semasa kuliah Vhie dulu. Soya membutuhkan pekerjaan untuk pengobatan sang ibu. Dan Vhie menawarkan pekerjaan di rumahnya sebagai pembantu.

Satu per satu penghuni rumah menghampiri Chaeyoung ke ruang makan.

"Ada apa sih, Chaeyoung?" bentak Yea yang merasa kesal tidurnya terganggu.

"Iya, Kak. Ada apa?" tanya Sira mengerutkan keningnya.

Chaeyoung melirik ke arah Yea dan Sira dengan tatapan sinis.

"Apa kalian tidak lihat? Dia maling di sini?" ucap Chaeyoung dengan jarinya menunjuk ke arah Soya.

Wajah Soya seketika gugup dan takut. Lalu tiba-tiba Vhie datang menghampiri, dengan santainya Vhie menyapa Soya sambil berjalan ke arah kulkas untuk mengambil minum.

"Soya, kau sudah datang?" ucap Vhie, "Kau sudah bisa mulai memasak pagi ini, Soya!" Vhie menuangkan air putih ke gelasnya.

Istri dan kedua ipar Vhie ternganga mendengar Vhie menyapa Soya.

𝐈𝐏𝐀𝐑 𝐊𝐄𝐌𝐀𝐓𝐈𝐀𝐍 (PROSES TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang