Chapter 3

54 10 1
                                    

Setelah pernikahan, takdir baru untuk Dira dimulai. Takdir yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ia harus berada di rumah yang hanya akan menjadi racun lalu dengan perlahan akan membunuhnya.

Malam dengan nabastala penuh cahaya basanta, harusnya menjadi takdir baik untuk Dira. Namun, ternyata hatinya justru kalut dalam kesedihan. Bukan ini yang ia impikan, bukan pernikahan seperti ini. Setiap wanita ingin memiliki pernikahan yang harsa.

Di dalam kamar Dira hanya terdiam berdiri di depan pintu. Sambil menundukkan pandangannya, ia masih memantapkan hatinya untuk menerima pria yang akan menyetubuhi dirinya.

"Kau sedang apa berdiri di sana?" tanya Minzu yang menoleh ke arah Dira, "Jika ingin istirahat, silakan tidur!" Dira mengangkat pandanganya pada Minzu.

"Apa dia tidak akan menyentuhku?" batin Dira melihat ke arah Minzu, "Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku harus istirahat di mana? Apa di atas ranjang itu?" batinnya terus bermonolog.

Melihat Dira hanya terdiam, Minzu memulai percakapan dengannya, "Siapa namamu? Maksudku, aku harus memanggilmu apa?" tanya Minzu.

Dira menjawab singkat, "Namaku Dira, Tuan."

Minzu merasa aneh dengan sebutan kata tuan. Dia meminta Dira untuk tidak menyebutnya tuan. Minzu memintanya untuk istirahat sambil melangkah keluar menuju ruang kerjanya.

Sedangkan di kamar Vhie. Sira harus menelan rasa pahit, karena mendapatkan sosok suami yang bersikap dingin dan tidak peduli. Karena setelah pulang dari acara pernikahan, Vhie langsung terlelap tidur tanpa memperdulikan istrinya.

"Padahal malam pertama tapi sudah ditinggal tidur," keluh Sira menatap suaminya yang terlelap di sampingnya.

Setelah melewati lelahnya hari itu. Dira dan Sira memejamkan mata dengan penuh sendu. Dira berharap besok akan baik-baik saja. Begitu pun dengan Sira, dia berharap besok akan menjadi awal baik untuknya.

***
Pagi hari, pembantu di rumah sudah berada di dapur untuk menyiapkan sarapan dan membersihan rumah.

Di dalam kamar, Dira membuka matanya. Saat itu ia melihat sosok pria yang menjadi suaminya sedang tertidur di sampingnya. Kadang ia berpikir, apa wajah sepertinya adalah orang jahat? Apa dia pria yang mengancam bibinya? Saat pikirannya berkecamuk, ia terus menatap Minzu. Tanpa ia sadari, Minzu mengetahui jika ia sedang menatapnya.

"Apa wajahku jelek?" Minzu mengagetkan lamunan Dira.

"Ada apa kau menatapku sedari tadi?" tanya kembali Minzu dengan memiringkan tubuhnya menghadap ke arah Dira.

Dengan terkejut Dira pun beranjak dari tidurnya. Ia menundukkan pandangannya. Tubuhnya terasa bergetar antara malu dan takut saat menatap suaminya, Minzu.

Melihat Dira gugup, Minzu beranjak dari tidurnya lalu berjalan menuju kamar mandi, sebelum masuk ke kamar mandi, dia melihat ke arah istrinya yang masih berdiri di samping ranjang dengan menunduk

"Apa kau tidak lelah hanya berdiri di sana? Jika kau tidak keberatan bisakah..." Belum juga Minzu selesai bicara, Dira menyela ucapannya.

"Aku tidak mau! Aku tidak mau mandi berdua denganmu," ucap Dira sambil menggelengkan kepalanya.

Minzu terkekeh melihat wajahnya yang pucat ketakutan, "Aku belum selesai bicara." Lalu Dira menatap heran ke arah Minzu, "Lalu kau ingin apa?" tanyanya.

"Dengarkan dulu hingga selesai, jangan langsung dipotong! Tolong siapkan pakaian kantorku, di lemari itu. Kemeja, jas juga dasi. Ahh... Celananya jangan lupa!" titah Minzu tersenyum meledek ke arahnya.

Setelah Minzu masuk ke dalam kamar mandi. Dira memukul kepalanya sendiri, "Apa aku bodoh, hah?" gerutunya.

Sambil menggerutu atas hal yang memalukan tadi kau melangkah menuju lemari yang ditunjuk Minzu.

𝐈𝐏𝐀𝐑 𝐊𝐄𝐌𝐀𝐓𝐈𝐀𝐍 (PROSES TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang