11A

1.4K 234 40
                                    

Putri menatap wajah Kafka yang tengah tertidur pulas. Perlahan tangannya menyentuh wajah Kafka.

"Kamu sungguh suami yang baik," ucapnya lirih teringat akan semua yang telah Kafka lakukan untuknya.

Semenjak hamil Putri mudah sekali merasa lelah, pekerjaan rumah sekarang dikerjakan oleh asisten rumah tangga, tapi untuk masak Kafkalah yang melakukannya karena entah kenapa semenjak hamil Putri hanya mau memakan makanan yang dimasak oleh Kafka, bila bukan masakan Kafka ia selalu merasa mual saat hendak memakannya dan bila dipaksakan untuk memakannya ujung-ujungnya makanan itu pasti akan kembali keluar lagi dengan bentuk yang pastinya menjijikkan.

"Belum tidur?" Suara Kafka terdengar parau, matanya terlihat sayu karena mengantuk. Ia meraih tangan Putri yang sedari tadi menyentuh wajahnya dikecup tangan itu, "Tidur yah sudah malam." Kafka kembali memejamkan matanya.

Putri menuruti ucapan Kafka, ia pejamkan matanya namun kantuk tak kunjung menyapanya. Ia kembali membuka matanya dan menatap wajah Kafka. Ia ingin kembali menyentuh wajah Kafka, namun ia takut Kafka kembali bangun, jadi yang dapat ia lakukan hanyalah menatap Kafka lekat-lekat.

Sudah adakah cinta di hatinya untuk Kafka? Pertanyaan itu seringkali berkeliaran di pikirannya tapi bodohnya hingga detik ini ia belum mampu menjawab pertanyaan tersebut.

Ia tak ingin kehilangan Kafka, ia pun sekarang ingin selalu berada di dekat Kafka. Sudah cukupkah dua rasa itu sebagai tanda kalau ia telah mencintai Kafka?

***

Sebelum pergi ke kantor Kafka terlebih dahulu memasak sarapan untuk Putri. Sarapan yang Kafka masak pagi ini adalah sayur sop dan tempe bacem. Dua menu makanan yang beda dari biasanya karena biasanya sarapan yang akan Kafka buat adalah nasi goreng, kalau bukan nasi goreng biasanya hanya telur dadar.

"Mas yang masak?" Tanya Putri takjub dengan dua menu masakan pagi ini.

Kafka mengangguk.

"Kapan masaknya? Bikin ini kan lama banget Mas?" Putri menunjuk tempe bacem yang sudah tersaji di atas meja makan. Membuat tempe bacem itu bukan perkara mudah. Bumbunya lumayan ribet dan waktu yang dibutuhkan untuk memasaknya pun cukup lama.

"Kemarin malam."

"Kok aku nggak tahu." Putri memakan tempe bacem itu, "Masya Allah, tempenya enak." 

Kafka tersenyum. "Kamu suka?"

Putri mengangguk. "Kok Mas bisa bikinnya?"

"Belajar." Kafka pun ikut makan bersama Putri.

"Belaja dimana? Youtube?" Tanya Putri penasaran.

"Susah belajar di youtube, ngepraktekinnya gagal terus." Ucap Kafka apa adanya, ia sudah beberapa kali mencoba untuk belajar melalui youtube namun hasilnya selalu gagal. Bikin tempe bacem rasanya pahit, bikin sayur sop rasanya ke asinan, dan bikin ayam goreng malah hambar rasanya.

"Terus Mas belajarnya dimana?"

"Kelas masak."

Mata Putri membulat sempurna. "Mas ikutan les masak?"

Kafka mengangguk. "Kasihan kamu sama dedek bayi kalau tiap hari harus makan nasi goreng, telur goreng dan mie goreng." Ucap Kafka. Sebagai suami dan calon ayah tentu ia ingin menyediakan masakan yang terbaik untuk istri dan calon buah hatinya.

Putri benar-benar merasa begitu terharu. Ia langsung memeluk Kafka dengan erat. "Kenapa kamu baik banget sih Mas?"

Kafka membalas pelukan Putri. "Kamu pengen aku jahat?" Candanya.

Putri menggeleng. "Makasih, buat semuanya."

Kafka mengecup pucuk kepala Putri. "Sama-sama sayang. Ayo lanjut lagi makannya."

Bukan Pernikahan Impian | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang