11

178 10 0
                                    

Bab 11 : Bantal badan

'Lebih mudah mengajakmu tidur di kamarku.' Kalimat deklaratif ini sebenarnya adalah perintah dari P'Chan, jadi saat ini, aku dengan bingung memasuki kondominiumnya.

Bagaimana aku bisa menolak? Dia merengut padaku lagi.
Kamar berada di lantai atas dengan pemandangan indah. Interiornya luas, namun salah satu sudutnya dipenuhi peralatan belajar dan kerja, ditata serampangan seperti sudut kerja adikku sendiri.

Aku rasa seperti itulah mahasiswa arsitektur.

"Agak berantakan. Kamarku belum dibersihkan," kata pemilik kamar dengan nada netral sambil mengambil barang-barang yang berserakan dan menyimpannya dengan kasar.

"Tidak apa-apa. Sudut kerjaku lebih berantakan dari ini."
"Duduklah dan bersantailah. Aku akan membereskannya," kata P'Chan sambil terus menyimpan gulungan kertas dan barang-barang kecil lainnya.

"Biarkan aku membantu," kataku sambil melompat dari sofa dan berjalan ke sudut itu

"Hei, Day!"
Panggilan dekat lainnya! Aku menabrak P'Chan ketika dia tiba-tiba dan dengan paksa menarikku kembali.

"Tidak bisakah kamu melihat lantainya!? Kembalilah dan duduk!" Perlahan aku menunduk ke lantai saat dia memarahiku dengan suara tegas. Ada gunting, pemotong kotak, tongkat tajam, dan segala macam benda berbahaya bercampur dengan sobekan kertas di lantai.

Jika P'Chan tidak menarikku kembali, kakiku pasti terluka karena salah satu hal itu.

Aku dimarahi lagi. Nada suara dan sikapnya membuatku merasa sedikit murung. Aku hanya menundukkan kepalaku dan kembali duduk di sofa

Aku khawatir sudah terlambat bagiku untuk menyadari kesalahanku, P'Chan..

P'Chan membutuhkan waktu kurang dari lima menit untuk membereskan semuanya sebelum dia kembali kepadaku dengan ekspresi wajahnya yang tidak terbaca. Sulit untuk mengetahui suasana hati seperti apa yang sedang dia alami

"Apakah kamu terluka?"

"Aduh! Sakit karena dicubit," protesku seketika saat P'Chan menyodok keras sudut mulutku dengan jarinya.

"Lain kali, jangan terlalu gegabah. Kamu masih sangat kecil," seniorku menceramahiku dengan tegas sambil menggunakan kapas untuk menyeka luka di sudut mulutku, menekannya sedikit terlalu keras.

Haruskah aku berterima kasih padanya? Orang yang merawat lukaku bersikap sangat kasar.

"Aku hanya ingin membantu adikku,"

"Dia mampu menjaga dirinya sendiri. Kamu seharusnya mengkhawatirkan dirimu sendiri. Kamu beruntung kamu berlari ke sini sambil memegang tanganku dan bukan salah satu dari orang-orang itu, atau kamu akan dipukuli juga." P'Chan mengambil kesempatan itu untuk memarahiku.

"Kau benar-benar menceramahiku," gumamku pelan.

"Aduh!" Aku harus menangis lagi saat P'Chan menempelkan kapas ke lukaku dengan kasar setelah mendengar omelannya.

“Kalau sakit, jangan banyak bicara,” seniorku hanya bisa tersenyum. Dia pasti senang menggodaku seperti ini.

"P'Chan, bolehkah aku menanyakan sesuatu padamu? Ada apa dengan kakakku? Kenapa keadaan harus menjadi seperti ini?"

“… Itu urusannya. Kenapa kamu ingin terlibat?” P'Chan ragu-ragu sejenak, seolah dia tidak ingin menjawab pertanyaanku.

“Tapi dia saudaraku! Bagaimana kamu bisa memberitahuku untuk tidak terlibat?”

“Kamu terlibat, dan pada akhirnya kamu akan terluka seperti ini. Night tidak ingin kamu terluka karena dia.”

Suara seniorku serius saat dia meletakkan tangannya di bahuku. "Adikmu kuat. Kamu tidak perlu khawatir tentang dia. Khawatirkan dirimu dulu. Percayalah padaku."

Chan's Exception [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang