"Gue nggak bisa kayak gini, Vin. Lo kira mudah buat gue maafin lo?! Sedangkan kesalahan lo fatal gini? Nggak ada cowo yang terima kalau cewenya disentuh sama cowok lain. Apalagi sampe hamil!" Marah, kecewa, semua bercampur di pikiran Ezra saat ini. Bagaimana tidak, wanita yang selama ini selalu ia jaga tiba-tiba mengatakan bahwa dirinya hamil bersama pria lain.
"Tapi gue bisa jelasin, Zra. Ini bukan murni kemauan gue. Gue dijebak, Zra. Gue dijebak!" tegas Davina, yang terus berusaha meyakinkan Ezra bahwa semua ini adalah kecelakaan. Ya, Davina adalah kekasih Ezra semenjak dua tahun yang lalu. Keduanya menjalin hubungan sedari Ezra kelas 10 SMA sedangkan Davina saat itu kelas 12. Keduanya terpaut usia 2 tahun. Kini, Ezra sudah menginjak kelas 12, sedangkan Davina, semenjak lulus sekolah ia memutuskan untuk bekerja di sebuah cafe di pusat kota.
"Gue nggak bodoh, Vin."
"Gue nggak bilang lo bodoh, Ezra. Tapi ini semua murni kecelakaan."
"Tapi lo bodoh-bodohin gue dengan kelakuan lo, Davina! Ngelakuin hal keji sampe hamil kayak gitu bisa disebut kecelakaan?!"
Suasana ruang tengah rumah Ezra menjadi mencekam semenjak Davina mengatakan sebuah kejujuran yang sangat tidak disangka olehnya.
Ezra mematikan rokoknya lalu beranjak meninggalkan Davina menuju kamarnya. Davina yang merasa tak terima Ezra meninggalkannya begitu saja, berlari menyusul Ezra. Ia menghalangi langkah Ezra dengan merentangkan kedua tangannya di depan Ezra. "Zra. Plis ... Jangan kayak gini. Gue mau selesain ini sama lo," bujuk Davina.
"Enggak ada lagi yang harus diselesain, Vin. Semuanya udah selesai, kan daritadi?" Ezra menjawab tanpa ekspresi sedikitpun.
"Enggak, belum. Kita belum nemu penyelesaian atas masalah i–"
"Bilang sama gue, apa yang harus gue lakuin sekarang, Vin?" potong Ezra. "Apa gue harus mengalah, dan maafin lo, terus gue harus mempertanggung jawabkan apa yang nggak gue perbuat sama sekali? Iya? Begitu kemauan lo, Vin? Hah?!" Davina mengerjap kala Ezra tiba-tiba saja mencengkram kuat kedua tanggannya dan mendorong tubuh Davina hingga tersandar di tembok.
Sorot mata tajam penuh amarah, hembusan nafas yang kuat dari Ezra, membuat mulut Davina terasa kaku. Dua tahun bersama Ezra, tak pernah sekalipun ia melihat raut wajah Ezra seperti ini.
"Dua tahun perjuangan kita ngelewatin semuanya lo anggap apa? Lo nggak inget sebahagia apa saat gue sama lo? Se senang apa gue tiap kali lo ngeluangin waktu libur kerja lo buat ketemu sama gue? Lo inget itu semua nggak?!!!" Nada bicara Ezra meninggi. Emosinya sudah tak terbendung.
Davina menangis. Selain tak bisa menerima nada bicara Ezra, Davina juga menyesali semuanya. "Jangan nangis! Air mata lo udah nggak berarti lagi di depan gue!" tegas Ezra.
"Lo jahat, Zra." Davina berusaha mendorong tubuh Ezra. Namun, Ezra malah semakin menekan tubuh Davina. "Zra, sakit. Lepasin tangan gue."
"Gue emang jahat, kasar. Tapi gue sama sekali nggak pernah nyentuh sesuatu di diri lo yang nggak seharusnya gue sentuh! Inget itu Davina!!!" Telunjuk Ezra menekan kuat dada Davina hingga Davina meringis kesakitan.
Bukan lagi kasihan, namun Ezra terlihat puas melihat Davina menangis sambil memegang dadanya. Bagi Ezra, ini hanya sebagian kecil dari rasa sakitnya saat ini. Luka fisik tak ada apa-apanya dibanding luka yang Davina torehkan di hati Ezra. Selama ini, semua kesalahan Davina selalu Ezra maklumi. Namun kali ini, sudah tak bisa. Ezra sudah berprinsip, semua kesalahan bisa ia maapkan, terkecuali perselingkuhan. Baginya, selingkuh adalah hal yang menjijikan.
"Gue nggak bisa ngelanjutin hubungan sama orang yang nggak bersyukur sama kehadiran gue di hidupnya. Gue muak, gue benci sama lo, Davina!" Cengkraman terlepas. Ezra menjauhkan diri dari Davina. "Mulai saat ini sampai ke depannya. Gue nggak pernah mau liat muka lo dimanapun! Gue, udah bukan cowok lo lagi. Gue udah bukan pacar lo lagi. Gue, Ezra Gavin Rahagi bukan milik siapa-siapa!!!"
"Tapi, Zra–"
"Pergi dari rumah gue!"
"Gue minta maaf ...,"
"Pergi sebelum emosi gue nambah, Davina!"
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCONDITIONALLY
Teen FictionBertemu dengan seseorang, dan memutuskan untuk jatuh cinta dengannya, adalah sebuah anugerah yang tak bisa dideskripsikan tingkat kebahagiaannya. Dan puncak kebahagiaan adalah ketika dua manusia memutuskan jatuh cinta tanpa pernah melihat kekurangan...