Hai REPEWAN☁️
Jangan lupa vote dan komennya
Dan juga follow sebelum membaca 🤗"Orang yang pernah mengalami
bullying itu harusnya dipeluk bukan
dijauhi!"-Arzetha Evandra Giovanni.
~HAPPY READING~
"Siapa namanya?" Saking tidak sabaran, Evan memengang pundak Gadang dan menggoyangkannya pelan.
"Eh iya namanya Thania, iya Thania Ekandra Syabana." Mendengar itu Evan langsung tersenyum dan menghela pergi. Razaf yang melihat itu langsung mengerutkan alisnya. "Kenapa dah tu anak?"
Fahri menggelengkan kepalanya. "Senang kali udah tau namanya." Namun tak lama mereka melihat Evan mengintip di balik pintu.
"Dang, nanti malam ada yang aku omongin, datang ke rooftop ya?" Evan memohon dengan kedua alisnya ia naik turunkan. Gadang yang melihat itu langsung mengangguk.
"Aku, Razaf, sama Fahri, ikut yaa?" Evan mengangguk lalu ia berucap, "ayo berangkat ke masjid, nanti di telat."
Mendengar itu mereka pun langsung mengekori Evan yang berjalan menuju Masjid. Mereka berlima duduk bersama di shaf pertama.
🜲ArzethaThania🜲
Malam yang indah, dihiasi bulan dan bintang. Evan, Gadang, Razaf, Fahri, dan Zaki, kini sedang berada di rooftop pesantren. Mereka duduk di kursi yang memang tersedia disana, didekat pembatas rooftop.
Evan mendongak menatap langit malam yang indah itu, perlahan Evan menghela napas gusarnya. "Dang kamu katanya teman Thania kan waktu sekolah dasar?" Evan mulai membuka suaranya dan bertanya pada Gadang.
Gadang yang mendengar itu mengangguk, Evan bisa melihat dari samping. "Kaya gimana Thania waktu SD?" Zaki, Fahri, dan Razaf, hanya diam. Mereka tidak berkutik sama sekali.
Gadang berdehem sebentar lalu ia berucap, "yang aku kenal ya, dia itu perempuan lemah, perempuan jijik, perempuan cengeng, gampang nangis." Mendengar itu Evan langsung menatap Gadang.
"Kamu kenapa bilang kaya gini hah?!" jawabnya sedikit emosi. Mendengar nada Evan seperti itu membuat Zaki berucap, "ehh yang tenang dong, bro." Zaki mengusap punggung Evan.
"Woy Dang, kamu kenapa bilang begitu?" Kini Razaf bertanya pada Gadang.
"Dia itu sering dibully, kamu sepantasnya ngga usah suka sama tuh bocah!" Gadang tidak menjawab pertanyaan Razaf. Razaf yang mendengar itu terdiam.
"Kenapa? Kenapa jika masa lalu dia itu sering kena bully, dan aku ngga boleh suka sama dia, kenapa hm?" Evan menarik kerah kemeja putih Gadang, membuatnya terasa tercekik.
"Eh Pan tenang dong!" dengus Fahri, ia menarik tangan Evan.
"Tapi aku setuju dengan Epan, emangnya kenapa sih kalo suka sama orang yang masa lalunya itu di bully?" Zaki bertanya kembali.
"Dia itu mentalnya sudah rusak, menjijik_"
Bugh!
Belum menyelesaikan kalimatnya, Evan mengantam keras pipi Gadang membuat Gadang meringis akibat pukulan itu. "Sekali lagi kamu bilang menjijikkan, awas aja!" ancam Evan.
"Kamu ngga tau rasanya perempuan disakiti, jadi lebih baik kamu diam!"
"Ya iya lah ngga pernah, orang aku laki," ucap Gadang dengan wajah songongnya membuat Evan ingin mencabik-cabik muka songongnya itu.
Evan terkekeh. "Oh jadi ngga tau ya? Dari keluarga cemara ternyata." Evan terdiam sebentar lalu berucap kembali. "Kamu laki kan tadi? Harusnya kamu tau perasaan perempuan, perempuan itu harus kamu memperlakukan layaknya Ratu, bukan hewan yang menjijikkan dan budak!"
Deru napasnya memburu, ia kesal. Lelaki seperti Gadang ini seperti laki berengsek yang tidak tau perasaan perempuan.
"Belum tau kehidupannya udah seperti ini, apalagi nanti pas jadian ya?" Gadang menyungging senyum tipis.
"Jadian-jadian gimana, hah? Kamu islam atau bukan sih?!" Geramnya kesal. "Islam lah." Kedua tangannya bersedekap dada.
"Kalo Islam ngapain pacaran?! Dosa!" Pungkasnya, lalu ia beranjak dari tempat duduknya dan bergegas berniat menuju ke kamar.
"Semua ini salahnya kamu! Lagian kamu bisa ngga sih hargain dikit perasaan Epan, dia tuh lagi suka sama Thania, kamu harus menceritakan yang baik-baik bukan malah menjelekkannya!" ucapan panjang lebar itu keluar dari mulut Zaki, setelah mengucapkan itu ia pun langsung pergi mengejar Evan.
🜲ArzethaThania🜲
Waktu menunjukan pukul 10 malam, para santri berhamburan menuju asrama, begitupula dengan Thania. Gadis itu ke asrama berniat mengambil sabun cuci muka dan langsung menuju kamar mandi.
Covid-16 tidak menghalangi pembelajaran para santri, hanya saja jika keluar dari area pesantren harus menggunakan masker.
Selesai dengan kegiatan cuci muka dan sebagainya. Thania langsung bergegas masuk ke asrama, karena jika terlalu lama akan terkena hukuman.
Saat Thania masuk, semua mata menyorot pada Thania, membuat gadis itu langsung ia menuju tempat tidur dan merebahkan badannya disana.
Belum, Thania belum tidur ia hanya memejamkan mata, membayangkan hal indah. Itu adalah ritual Thania setiap malam.
Namun ia terusik, suara bising-bising dengan menyebutkan nama dirinya membuat Thania tidak bisa membayangkan hal indah.
"Jangan temenan sama Thania, dia itu pernah dibully," kompor Ayudia. Mereka kini berkumpul di tempat tidur milik Zafa- teman sekamar.
"Oh ya, dibully? kenapa bisa?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Disa- sahabat Zafa di rumah. Ayudia yang mendengar itu langsung berucap, "ya gitu lah, najis anaknya," bisik Ayudia.
"Nih ya selain pernah dibully, dia juga cengeng banget anaknya, baperan!" tukas Lestari.
"Mudah baper ya? apa kita sering-sering kerjaain dia?"
"Ide bagus tuh, biar ada permainan di pesantren," ujar Ayudia, ia setuju pada usulan teman barunya yang bernama Cila.
Thania mendengar, perkataan itu sangat jelas di indra pendengarannya. "Ucapannya pedas," ucapnya tersenyum miris, namun matanya tiba-tiba mengeluarkan air mata. Lama kelamaan air mata itu semakin deras.
"Mereka masih sama, sama seperti dulu. Kapan aku memiliki teman?" monolognya. Kesepian. Itulah yang dirasakan Thania selama ini. Bukan selama ini tapi, selamanya?
Thania terkekeh sembari memeluk bantal guling sembari menghapus air mata. "Teman mana sih yang mau sama orang yang masa lalunya sering dibully?"
Thania berpikir sejenak. "Padahal aku bukan pelaku bullying tapi aku korban. Aku korban bullying!"
"Apakah orang seperti ku tak pantas memiliki teman?" Setelah mengucapkan itu, Thania terdiam sebentar. Entah mengapa ia jadi teringat laki-laki yang tersenyum padanya saat mengaji gabungan.
Ya di Pondok Pesantren Darrul Syafa, setiap seminggu sekali mengadakan mengaji gabungan.
Ia ikut tersenyum, bayang-bayang laki-laki itu menghantuinya sekarang. Bukan lagi ucapan dari Ayudia yang berada di ranjang milik Zafa.
"Terimakasih telah membuatku tersenyum, suatu saat nanti aku akan memperkenalkanmu pada seluruh manusia di bumi ini." Ia tersenyum lalu tak lama ia memejamkan matanya.
_______
Bersambung......
Jangan lupa vote dan komennya yaa, byee.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARTHA- ArzethaThania
Teen FictionCerita ini akan menceritakan, laki-laki dengan senyum manisnya yang bernama Arzetha Evandra Giovanni dengan rasa gengsinya atas perasaan cinta, bukan hanya rasa gengsi tapi juga karena mereka mengenal dosa berpacaran. Arzetha Evandra Giovanni, laki...