"sungguh Kaliya, aku tidak berbohong. Pria itu sangat tinggi" Kaliya memperhatikan sahabatnya Qiana yang berjinjit dengan satu tangan diangkat. Entah, sudah berapa menit sahabatnya ini membicarakan pria yang bahkan Kaliya anggap kalau Qiana sedang berhalusinasi.
Kaliya angguk dan kembali meminum air putih. "Memangnya kau bertemu dimana? Setahu aku, orang Indonesia tidak ada yang tinggi seperti itu." Qiana berdecak sebal lalu berjalan menghampiri Kaliya. Ditatapnya Kaliya sambil menopang dagu.
"Hei, kamu pikir aku sedang tidur ditaman tengah hari saat itu. Sudah aku katakan kalau aku usai membeli ice cream." Kaliya hanya menganggap angin lalu perkataan Qiana sambil mengambil kentang goreng.
Merasa diabaikan, Qiana mengguncang bahu sahabatnya perlahan. Mau tidak mau Kaliya memutar posisi duduknya menjadi berhadapan dengan wajah sahabatnya. "Cepat katakan"
"Begini, aku dan pria itu bertabrakan. Lalu dia mengatakan sesuatu. Sepertinya dia orang luar". Tanpa basa-basi Kaliya menyentil dahi Qiana. Qiana mengusap dahinya yang memerah.
"Padahal kau kuliah diluar negeri. Tapi kau tidak tahu dia menggunakan bahasa apa?" Sebagai bentuk balasan Qiana mencubit lengan Kaliya sampai matanya melotot.
"Aku kuliah di Inggris. Bukan kuliah diseluruh dunia. Memangnya di Inggris menggunakan bahasa apa? Bahasa Yunani? Tapi aku rasa dia berasal jadi spanyol." Kaliya memutar bola matanya. Nampaknya sahabat Qiana ini sudah enggan mendengar tentang pria itu.
"Lupakan saja, aku sudah memeriksa lokasi toko kueku. Kurasa lokasi yang kau berikan cocok. Aku juga sudah meminta temanku untuk mendesain toko kue. Kurasa para tukang sedang melakukan tugasnya." Manggut-manggut Kaliya mendengar penuturan Qiana. Sahabatnya ini memang terkesan cepat dalam melakukan sesuatu. Ibaratnya baru berkedip sebentar tapi langsung jadi.
Qiana mengambil sepotong kue dan memakannya. Ia juga, kembali melihat beberapa resep kue yang akan ia jual. Memang baru, dia membangun toko ditempat kelahirannya tapi ini bukan toko pertamanya jadi Qiana tidak begitu merasa takut.
"Aku penasaran" Kaliya mendekatkan badannya pada Qiana. Dekat bagai lem. Dan memajukan wajahnya. "Sebenarnya tujuanmu bukan membangun toko kue saja kan? Maksudku terserah kau tapi kenapa tidak memperbanyak saja dulu toko di Inggris?" Qiana berkedip dua kali dan memundurkan wajah Kaliya dengan jari telunjuknya.
"Hanya teringat orangtuaku. Sudah lama aku tidak kembali ke sini. Dan entah sudah berapa lama aku tidak mengunjungi makam mereka. Lagipula niatku setelah lulus akan kembali ke sini." Menatap Kaliya yang hanya angguk-angguk saja. Qiana hanya mengikuti apa yang disampaikan oleh mamanya melalui mimpi saat dia masih di Inggris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kue atau Bunga
RomancePernah mendengar istilah "hidup bagaikan rollercoaster" atau "hidup adalah jalan cerita yang tidak bisa ditebak". Tentu hidup adalah hal yang menyenangkan walaupun kita tidak tahu apa itu hal baik atau hal buruk. Sama halnya yang dirasakan oleh Qian...