sei

6 5 0
                                    

Tak henti-henti Qiana memukul bantal kesayangannya. Semenjak pertemuan ke-dua ia dan pria yang bahkan tidak ia tahu nama pria tersebut, membuat Qiana menjadi cepat kesal.

"Dia bilang apa? Uang kebaikan konon, lagi pula aku tidak sengaja melakukan hal itu. Benar kan Winnie" Ucap Qiana sambil menatap boneka Winnie the Pooh.

Beberapa menit setelah pembicaraan dengan Winnie, Qiana merasa kalau dia aneh. Kenapa dia harus kesal dengan pria yang seperti hantu itu. Tidak Qiana, kita harus fokus kepada yang di depan bukan di samping. Hal itu selalu Qiana katakan pada diri sendiri.

"Lebih baik aku tidur. Hal itu, membuat aku lupa dengan peristiwa beberapa jam yang lalu" Ia langsung menarik selimut dan mulai bermimpi indah.

••••••••

Entah, keberuntungan apa yang Qiana alami. Saat ini, tepat pukul 11:00 para karyawan toko bahkan dia sendiri pun kewalahan. Banyak orang sudah mengantre bahkan sebelum toko di buka.

Qiana mendengar dari salah satu karyawan, saat kemarin ada seorang selebgram atau aktor entahlah Qiana tidak peduli juga. Yang penting mereka mengunggah foto kue mereka di media sosial.

Qiana tahu pasti, kue buatan dia pasti enak dan lezat. Jika tidak, kenapa dia sampai membuka cabang di Indonesia? Qiana menggeleng-gelengkan kepala lalu kembali fokus melayani para pembeli di meja kasir.

Qiana meneguk segelas air dan menatap seluruh isi toko. Hanya tersisa beberapa pelanggan saja. Mungkin karena sudah jam 17:00 dan juga, para karyawan bersiap-siap untuk pulang.

"Tapi Bu, masih tersisa beberapa pelanggan. Mana mungkin kami meninggalkan ibu sendiri" Tentu saja Vano tidak enak hati, jika pemilik toko yang masih berada di sini sedangkan mereka pulang ke rumah.

Qiana lantas tersenyum dan menepuk pundak vano.

"Tak apa, aku bisa mengatasi ini. Lagi pula aku pernah diposisi ini. Kalian harus beristirahat". Para karyawan Qiana tersenyum dan melambaikan tangan kala mereka meninggalkan toko.

Setelah kepergian para karyawan, Qiana menyimpan nampan yang sudah tidak berisi kue lagi.

"Kali ini aku tidak telat bukan?"

Qiana mendongak lalu menatap seseorang yang sudah berdiri didepan meja kasir. Pria itu. Qiana langsung, berjalan menuju meja kasir serta menatap pria tersebut.

"Tidak, para pelanggan juga masih ada." Qiana tersenyum ramah. Kenapa pria ini datang lagi? Batin Qiana.

"Kau tahu nona ice cream, egg tart mu yang kemarin sangat enak." Qiana menahan diri agar tidak membuat ekspresi kesal, saat tiba-tiba pria itu mengedipkan sebelah mata.

"Jadi kali ini, kue apa yang masih ada nona ice cream?" Ucap pria tersebut sambil menopang dagu dan menampilkan senyum tipis.

"Masih ada cupcake, macaron dan soes. Anda mau yang mana?" Dia nampak berpikir sejenak, lalu kembali menatap wajah Qiana.

"Menurut nona ice cream, lebih baik aku membeli yang mana?"

Ramah adalah kunci menuju kesejahteraan. Qiana masih mempertahankan senyum bisnis.

"Bagaimana dengan macaron? Mereka memiliki banyak warna yang menarik." Lama sekali, pria itu menatap macaron.

"Aku tidak tertarik pada macaron." Kembali lagi, pria itu tersenyum tapi kali ini senyuman itu membuat Qiana jengkel. Ingat Qiana ramah.

"Kalau begitu, antara cupcake dan soes. Mana yang anda pilih?" Qiana berpindah etalase dan mengeluarkan nampan kedua kue itu.

"Tiba-tiba, aku tidak ingin membeli kue." Mendengar ucapan tersebut, Qiana kembali menaruh ke-dua kue itu.

"Pak, ini toko kue. Jika anda tidak minat membeli kue silahkan pergi. Pintu keluar di depan sana". Qiana menunjuk pintu keluar. Tapi pria itu, hanya tersenyum bahkan dia tertawa kecil.

"Nona ice cream, aku kesini karena ingin melihat dirimu." Tolong hentikan Qiana saat ini juga. Dia hampir melempar nampan pada kepala pria itu.

"Saya sibuk. Anda bisa lihat bukan, masih ada pelanggan." Pria itu, menatap sekitar dan kembali menatap Qiana.

"Tapi mereka sibuk juga. Jadi, mereka tidak akan memperhatikan kita berdua" Entah apa yang direncanakan oleh pria ini. Dia terlalu mencurigakan.

Qiana menatap pria itu sambil menaikkan salah satu alis.

Pria itu menggeleng pelan serta mengusap ujung hidung. Cukup lama dia menatap Qiana.

"Begini nona ice cream, aku hanya ingin berkenalan. Apa itu tidak boleh?"

"Kurasa, kita tidak perlu berkenalan. Itu tidak penting". Ucap Qiana sambil mengangkat salah satu telapak tangan sebagai bentuk agar pria itu berhenti memajukan wajah.

Dia menyisir surai rambut ke belakang dan kembali terkekeh pelan. Qiana mengakui pria ini memang tampan. Entah berapa banyak wanita yang dia racuni dengan wajah itu.

"Jadi, boleh aku tahu namamu. Nona ice cream?"

"Tidak. Sudah saya katakan, jika saya sibuk. Masih ada pelanggan pak". Pria itu, mengangguk singkat lalu mengeluarkan ponsel dari saku jas. Dia mengetik sesuatu. Tak lama kemudian, beberapa orang berjas hitam masuk. Entah apa yang mereka bicarakan dengan para pelanggan hingga membuat mereka pergi.

Qiana menatap pria yang tersenyum senang sambil memainkan kedua alisnya.

"Lihat, mereka sudah pergi. Jadi boleh aku tahu namamu?"

Kurasa ini akan membutuhkan waktu yang lama agar pria ini menyerah. Batin Qiana dengan senyum bisnis yang belum pudar.



Kue atau Bunga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang