Giving Up

30 4 0
                                        

Pagi itu sangat rungsing. Hari ini adalah hari pertama pelatihan dimulai, jadi seperti biasanya semua orang terlihat sangat sibuk dan tegang. Sabrina berjalan cepat membawa seperangkat laptop dan bukunya, dikuti langkah Destine yang mengejar di belakangnya. Gadis itu cerewet sekali hari ini. Bukan hari ini saja, sebenarnya sejak kemarin di kantor gadis yang baru saja berpacaran dengan Novan itu menanyakan hal yang sama. 

"Lo belum jawab gue Sab." 

Sabrina berhenti sebentar, menimbang-nimbang sepenting apa ia harus berkomentar masalah ini. Sabrina sadar, satu hal lagi yang membuatnya sedikit culture shck  selama berada di kantor ini adalah.. semua orang menjadi ingin tahu urusannya, termasuk urusan pribadinya. 

"Lo maunya gue jawab apa?"

"Ya jawab yang sebenernya lah Sab."

"Gosip. lo itu udah kemakan gosip. Gue sama Sindhu baik-baik aja kok."

"Tapi kata orang-orang di grup  yang tanpa elo dan mas Sindhu kalian lagi berantem, diem dieman--" kemudian Destine menutup mulutnya dengan satu tangan. Baiklah, jadi sekarang ada grup whatsapp tanpa ia dan Sindhu?

"Maksud gue-- itu grup bukan-- anu Sab."

Sabrina mengesah kesal. Lalu memilih untuk tetap berjalan dan mengabaikan Destine yang terus mengoceh. Sabrina semakin dekat dengan ruangan yang akan digunakan pelatihan hari ini, saat hampir semuanya sudah berkumpul di sana. 

"SABRINAA!"

Sabrina mematung di tempatnya, saat suara menggelegar milik wanita yang paling kejam di kantor itu meneriakinya. Dirinya pelan pelan mendekat dengan segenap kekuatan ke arah wanita itu. Bu Yuni sudah melepas kacamatanya, yang artinya ia sedang dalam mood tidak baik baik saja. 

"Kamu kemana aja sih? nggak lihat ini udah mau mulai??" 

"Mana filenya? katanya sudah kamu siapin dari kemarin?" Suara bu Yuni bergetar karena amarah yang memenuhi dadanya. File yang dimaksud adalah bahan presentasi materi yang akan digunakan untuk bahan diskusi hari ini,

"Sudah saya email ke pak Arya Bu."

"Sejak kapan pak Arya ngecek email? Print out Sab. Dia minta print outnya!" Teriak Bu Yuni lagi.

Sindhu terlihat ingin maju untuk mencegah bosnya bertindak terlalu jauh tetapi tangan Novia menyeret bajunya untuk tidak ikut campur sekarang. Semua orang tau siapa bosnya itu. Perempuan empat puluh lima tahun itu akan lebih meledak tanpa kendali jika ada yang berusaha menghentikan tindakannya. 

Sabrina mati matian menahan diri untuk tidak menangis disana. Bu Yuni membentaknya benar benar di ruang publik. Semua orang ada di sana. Bukan hanya tim SDM dan Litbang, tapi juga beberapa tamu yang sudah hadir dan mulai masuk ruangan satu persatu.
Satu hal yang lebih parah dibanding teriakan dan amarah Bu Yuni kali ini adalah, perempuan itu juga menunjuknya dengan satu jari tepat di wajahnya. Selama hidup di dunia, belum pernah ia diperlakukan seperti ini oleh siapapun, bahkan orang tuanya sekalipun.

"Saya siapin sekarang Bu." ucapnya gemetar.

"Sepuluh menit!" Bu Yuni akhirnya meninggalkan Sabrina yang berdiri gontai. Gadis itu menghela nafasnya berkali kali, kemudian terduduk lemas.

Semua orang masuk ke ruangan satu per satu, termasuk Destine yang mendekat ke Sabrina sebentar untuk memastikan gadis itu baik-baik saja, tapi kemudian ikut masuk bersama yang lain. 

Sindhu menghampiri Sabrina yang masih mengatur nafas, lalu saat Sabirna tersadar harus memberikan hasil presentasinya ke pak Arya sekarang juga dan akan bangkit, Sindhu berdiri tepat di hadapannya. 

Saudade LoopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang