Sepuluh

2.4K 147 0
                                    

"Yah.." gumaman kecewa (Namakamu) terdengar oleh semua temannya. Gadis itu menegakkan posisi duduknya dan menggigit bibir bawahnya sendiri. Ia tidak menemukan apa pun di kode ini.

Karel merampas pulpen yang tengah dipegang oleh (Namakamu). "Lo kurang ini, (Namakamu)."

Kini gantian tangan Karel yang bergerak di atas hvs tersebut. Menyempurnakan jawaban kode dari (Namakamu) yang belum tepat. Sepertinya Karel menyimak (Namakamu) daritadi. Buktinya ia bisa tahu jika jawaban (Namakamu) kurang beberapa langkah. Perlahan tapi pasti, satu per satu sebuah abjad tersusun dan membentuk kata di kertas tersebut.

Alvaro.

"Alvaro? Alvaro Aldi?" tanya Bastian langsung setelah melihat apa yang tertulis di kertas.

Semuanya bungkam memperhatikan apa yang ditulis Karel.

"Gue yakin gue nggak salah jawab," ujar Karel dengan nada melamun. Terdiam memerhatikan tulisannya sendiri. Ia yakin ia menjawab kode ini dengan langkah yang berurutan.

Alvaro. Hanya satu kata tapi membuat semuanya bingung. Bingung karena mereka tidak tahu maksud kode ini adalah siapa si pembunuh atau Alvaro adalah korban selanjutnya.

"Lo emang nggak salah, Karl." Suara tersebut terdengar diiringi suara pintu yag tertutup rapat. Semuanya menoleh. Melihat seseorang yang entah kapan ia datang tengah mengunci rapat pintu rumah ini dan mengantonginya, Aldi.

***

"Ini gila!" Bastian menghentakkan kedua kakinya ke lantai dengan kondisi kedua tangan yang terikat ke belakang pada kursi.

Saat ini mereka semua-tanpa Aldi-berada di kamar Salsha. Duduk di kursi yang sudah disediakan dengan kondisi tangan yang terikat kuat di belakang. Aldi yang melakukan ini semua. Dan mengapa mereka menurut? Mudah saja. (Namakamu) sanderanya. Jika dari mereka semua tidak menuruti apa yang dikatakannya, Aldi akan menembakkan pistol yang berada dalam kantong celananya ke arah (Namakamu). Membuat gadis itu tewas dengan kepalanya yang hancur.

Mereka duduk-dengan tangan terikat-berjauhan sekitar lima langkah. Pintu kamar Salsha terkunci begitu pun dengan jendela. Sudah dipastikan mereka tidak bisa keluar lewat media mana pun. Aldi pergi. Entah kemana. Sebelum pergi, ia sempat berkata jika mereka semua harus menikmati waktu mereka yang tersisa tidak banyak lagi. Itu berarti... Aldi akan membunuhnya bukan?

Ternyata dalang dari semua pembunuhan yang terjadi adalah Aldi. Kode yang tadi dipecahkan oleh Karel dan (Namakamu) memang benar. Alvaro. Alvaro di sini yang dimaksud adalah Alvaro Maldini. Aldi, salah satu sahabat mereka sendiri.

Aldi bilang sendiri jika ia yang sengaja menaruh kertas berisi kode tersebut di kamar Salsha karena ia sudah tidak tahan lagi jika harus membunuh salah satu sahabatnya dengan cara diam-diam. Seperti saat ia ingin membunuh Salsha dan (Namakamu) waktu itu.

Mereka tidak bisa mengubungi polisi atau siapa pun untuk meminta bantuan. Semua ponsel milik mereka berada di meja tamu yang berada di lantai bawah. Aldi yang menyuruhnya untuk menaruh semua ponsel di meja tersebut.

Saat ini mereka semua tidak bisa berbuat apa-apa. Berusaha kabur? Tidak mungkin. Aldi sudah mengunci jendela dari luar atau menahannya dengan apa pun supaya jendela tidak bisa terbuka. Mereka semua bungkam. Pasrah dengan apa yang akan terjadi. Jika ada kesempatan untuk lari, mereka pasti akan melakukan itu. Tapi jika tidak, mereka akan melihat semua temannya tewas secara bergantian dengan cara perlahan dan mengerikan.

"Sebenernya gue udah tahu dari awal kalau emang Aldi psikopat sebenernya," ucap Karel dengan nada menyesal. Pria itu berada di dekat pintu kamar Salsha.

"Maksudnya?" tanya Iqbaal yang berjarak sekitar 10 langkah di depan Karel.

"Okay. Mungkin ini waktunya buat cerita semuanya ke kalian. Jangan ada yang motong ucapan gue. Gue pengen...

INVISIBLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang