CH 5 (R+15)

191 20 3
                                    

Mereka kembali saat matahari mulai terbenam. Jungoo menuruni kapal dengan raut wajah sedih, dia gagal membujuknya. Tapi dia tetap menggandengnya, berjalan menariknya menuju mobil miliknya.

" Kau ikut denganku? Kau tidak membawa mobilmu? "

" Ya. Aku ikut denganmu. " Jawabnya dengan ketus.

" Ada apa dengan nada bicaramu "

" Tidak apa-apa, aku hanya lapar saja "

" Kalau begitu ayo makan terlebih dahulu, aku akan membayar untukmu "

" Benarkah?! " Dalam sekejap raut wajahnya berubah menjadi senang. Dia segera mengubah arah tujuannya, memasuki salah satu restoran yang menjual berbagai makanan laut.

Dia memesan begitu banyak makanan tak lupa dengan minuman beralkohol.

" Mengapa kau memesan minuman beralkohol, kita akan menyetir "

" Kita? Tidak tidak, kau yang akan menyetir "

Jonggun terdiam dalam duduknya mendengar itu.
" Aku yang membayar dan aku yang menyetir? "

" Tentu saja. Itu mobilmu dan kau yang mengutarakan tentang membayar makanan "

" Kalau begitu aku tidak akan memberimu tumpangan, pulang saja sendiri " Dia merasa tidak adil.

" Kau akan meninggalkanku begitu saja? "

" Ya. "

" Bagaimana jika aku tidak tahu arah jalan pulang dan oh! Seseorang mungkin akan melukaiku "

" Itu bukan urusanku "

" . . . "
Dia menghela nafas, lalu mengecup singkat pipinya.
" Baiklah aku yang menyetir, terima kasih sudah membayar makanan untukku "

" Sialan jauhkan mulutmu, ini di tempat umum " Dia marah, tapi tak dihiraukan olehnya.

Makanan datang satu per satu memenuhi meja membuatnya bersemangat. Setelah semua makanan sudah disajikan dia segera menyantapnya.

Jonggun menikmati makanan serta minuman beralkoholnya membuat seseorang yang berada di dekatnya terus menatapnya.

" Biarkan aku meminumnya juga "

" Kau harus menyetir "

" Hanya satu gelas saja "

" Tidak. "

Setelah menyelesaikan makanannya, mereka segera beranjak keluar dari restoran lalu berjalan menunju mobil dan memasukinya. Jonggun sedikit mabuk sementara Jungoo dia menjalankan mobil dengan aman.

Butuh waktu yang cukup lama untuk kembali karena menempuh perjalanan yang jauh. Sesampainya, mereka segera memasuki rumah, membersihkan tubuh lalu tertidur di ranjang dan di dalam selimut yang sama.

Keesokan harinya Jonggun terbangun tanpa menemukan sosoknya disampingnya. Dia sedikit kebingungan karena Jungoo tidak pernah pergi begitu pagi. Lagipula kemana dia pergi? Mereka tidak mempunyai pekerjaan, ini hari bebas. Dia terdiam dan tersadar, lalu mengapa jika dia pergi? Itu bukan urusannya, mengapa pikirannya ribut memikirkannya. 

Dia beranjak menuruni kasurnya lalu melakukan aktivitas seperti biasanya, membersihkan tubuhnya lalu sarapan. Setelahnya, dia terduduk di sofa ruang tengah, menonton televisi, itu hal yang membosankan.

Ponsel miliknya berbunyi menandakan seseorang mengirim pesan padanya. Dia membawa ponselnya, melihat pengirimnya. Itu dari Jungoo yang menyuruhnya untuk segera datang menghampirinya, dia memberitahu kepadanya dia berada di arena bowling tak jauh dari rumah. Dia kesal membaca pesan itu, dia menghilang lalu tiba-tiba saja memerintahkan sesuka hatinya.

Tapi dia tetap menurutinya, beranjak dari duduknya lalu berjalan keluar rumah menuju tempat yang sudah diberitahukan olehnya.

Jungoo melemparkan bola bowling, bermain beberapa kali seraya menunggunya. Tak lama dia datang menghampirinya

" Hei. Jangan seenaknya menyuruhku. "

" Oh Jonggun! Kau datang! " Serunya tatkala melihatnya.

Dia memasang wajah datar.

" Ayolah, jangan terlalu marah padaku. Tadi aku bertemu dengan paman itu dan bos "
( Mengarah kepada : Lee Dogyu dan Choi Dongsoo )

" Untuk apa kau bertemu mereka? "

Dia menghela nafas.
" Ah Jonggun... Sepertinya seseorang akan membunuhku "

" Apa maksudmu? "

" Tapi jika benar seperti itu, aku tidak bisa berdiam diri begitu saja kan? "

" Sialan. Bicara dengan benar, aku tidak mengerti. Apa kau melakukan kesalahan? "

Terjadi keheningan untuk beberapa saat sebelum akhirnya dia kembali berbicara.
" Apa yang kau lakukan? "

Dia tersenyum kepadanya.
" Apa kau akan membunuhku jika mereka memerintahkanmu? "

Pertanyaan darinya membuatnya terdiam menatapnya.

" Hei, aku bertanya padamu "

" Apa kau membuat aliansi? "

" ... "

" Idiot apa kau tidak waras? " Amarah dalam dirinya meningkat.

" Tenanglah. "
" Aku menemuimu bermaksud memberimu tawaran "

" Tidak. " Dia langsung menolak.

" Hei, aku bahkan belum berbicara "

" ... "

" Wah sepertinya kau anjing yang sangat setia. Tapi aku serius sekarang, tinggalkanlah Choi Dongsoo dan bergabunglah denganku. Aku akan menjagamu, aku bersumpah "

Matanya bergetar saat dia mendengarnya. Dia melihat matanya, pandangannya menyiratkan keseriusannya.

" Begitu juga denganku. " Dia memantapkan hatinya. Membuat dia terdiam sesaat mendengar jawabannya, tapi kemudian dia tertawa pelan.

" Sejujurnya aku sedikit terkejut sekarang, aku berpikir kau akan ikut denganku. Tapi kemudian aku tersadar, kau tetaplah kau, anjing yang benar-benar setia. Aku menghargai itu. "
" Baiklah. Aku tidak mengerti mengapa kau begitu setia kepadanya, tapi aku tidak akan memaksamu "
" Di pertemuan selanjutnya, mari saling membunuh "

Dia tersenyum saat mengatakan hal yang begitu mengerikan, lalu berjalan pergi meninggalkannya. Sementara dia hanya terdiam menatap punggung yang kian menjauh dari pandangannya.

•••

Matahari terbenam berganti dengan bulan terang yang menyinari gelapnya malam. Seseorang kembali. Memasuki rumah yang kini hanya dia sebagai pemiliknya. Kembali pada hidupnya yang diliputi kehampaan dan kesepian.

Dia meletakkan tubuhnya pada sofa, menyandarkan punggungnya, menatap langit-langit rumahnya. Dia terlihat tenang. Tapi pikirannya begitu kacau, dia merasakan kepalanya seperti akan pecah.

Dia bertanya-tanya di dalam pikirannya, apa seharusnya tadi dia menerima tawarannya. Bukankah lebih baik jika bersamanya, dia bilang dia akan menjaganya dengan baik. Mengapa dia melakukan itu. Siapa orang-orang yang bersamanya. Apa kami harus saling membunuh. Apa tidak ada jalan keluar. Tidak, aku harus membunuh penghianat.

Lamunannya terpecah tatkala ponsel miliknya berdering. Dia mengeluarkan ponselnya, memperlihatkan nama dari penelepon yang tidak dia inginkan.

Itu Choi Dongsoo.

Tapi dia tak mengabaikannya, tetap menerima panggilan darinya. Hatinya berdo'a dengan keras, berharap jika dia tidak memerintahkan dirinya untuk berhadapan dengannya, lebih baik itu orang lain, bukan dia.

Tapi seperti yang kita tahu.

Dunia itu kejam.

Kenyataan menamparnya.




Bersambung


Don't forget to Vote and Comment.
Thanks!

We Can('t) Be Friends | Jungoo × Jonggun | LookismTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang