05

444 47 8
                                    

*****

Empat bulan yang lalu....

"Ihh, buruan." Pinta Rora dengan wajah memelasnya.

"Oke, kakak bakal ke apartemen Rora besok."

"Ga mau! Kakak ga kangen aku emang?" Sungut Rora sebal.

"Ya jelas kangen lah sayang."

"Terus kenapa ga mau ke apart Rora?" Tanya Rora sambil menunjukkan ekspresi kesalnya.

Terdengar suara tawa Kekasihnya yang begitu merdu baginya.

"Dih, kok malah ketawa?!" Rora menunjukkan wajah marahnya. Namun terlihat menggemaskan bagi Asa.

"Untung kakak ga lagi deket kamu, Ra. Kalau iya, langsung kakak terkam kamu." Ujar Asa sambil menunjukkan ekspresi nakalnya.

"Yaudah iya, kakak bakal ke apartemen kamu sekarang. Tunggu kekasihmu ini ya, Sayang!" Ucapan Asa lantas membuat Rora berteriak kegirangan. Ia sampai berjoget-joget membuat Asa tak henti tertawa.

"Makasih sayangku. Kamu terbaik!" Ucap Rora sambil menunjukkan kedua jempol tangannya.

Melihat Kak Asa yang seperti akan mematikan sambungan, membuat Rora buru-buru berteriak.

"Jangan! Jangan dimatiin!" Asa menaikkan sebelah alisnya. Bingung.

"Biarin tetap nyala kayak gini. Mau liat wajah cantik kakak pas lagi nyetir. Kakak tahu ga sih, kalau kakak pas lagi nyetir itu keliatan sekseh." Asa tertawa.
"Oke oke, siap Tuan Putri. Hamba akan menuruti permintaan Tuan Putri."

Lalu terlihat Kak Asa seperti berjalan. Dirinya masih mengarahkan ponselnya ke wajahnya. Ia melontarkan candaan ringan dan kata-kata romantis hingga membuat Rora bersemu malu.

Asa memasuki mobilnya kemudian menaruh Hpnya di Phone Holder mobilnya. Lalu mengatur letak Hpnya agar mengarah kepadanya dengan pas. Sebelumnya ia sempat memasangkan earphone bluetooth di telinganya lalu menyambungkan ke Hpnya. Kemudian mulai menjalankan mobil.

Di perjalanan semuanya terasa menyenangkan.

Gombalan Asa yang manis, membuat Rora melayang.

Suara Rora yang dibuat menggemaskan.

Rora yang menggoda wajahnya saat menyetir.

Asa begitu menikmatinya.

Asa masih melontarkan kata-kata manis. Namun wajahnya sedikit terlihat menegang. Tetapi, Rora tak menyadarinya.

Asa mengumpat dalam hati.
'Sial, remnya kok ga berfungsi.'

"Ra..." Panggil Asa.

"Kenapa sayangku~~" Suara Rora terdengar sangat menggemaskan.

"Kakak Cinta kamu." Lirihnya pelan. Di depannya merupakan perempatan. Tujuh detik lagi lampu merah. Kecepatan mobilnya tak berkurang. Asa semakin menegang.

"Kakak cintai banget sama Rora.." Ucapnya sedikit tertahan.

"Kakak sungguh mencintaimu.." Mata Asa berkaca-kaca.

"Lee Aurora. Kak Asa sangat mencintaimu.." Ucapnya dengan suara bergetar.

Sedangkan disana Rora tengah kebingungan. Ada apa dengan Kak Asanya?

"Kak Asa! kenaoa? Kakak gapapa, kan?" Tanya Rora mulai khawatir.

Lampu merah menyala. Mobilnya masih melaju kencang. Sungguh, Asa pasrah.

"Kakak Cinta kamu, Rora..."

"Saranghae.."

"Jinjja neomu saranghae"

"Enami Asa sangat mencintai Lee Aurora...."


Tiinn


Terdengar suara klakson yang bersahut-sahutan dan diakhiri suara tabrakan dan bantingan. Di layar ponselnya, Rora melihat tampilan itu berputar-putar. Tanpa sadar air matanya mengalir deras.

"Kak.." Lirihnya. Tangannya bergetar, nafasnya mulai tersendat-sendat.

Suara bantingan itu berhenti. Ia melihat wajah Kak Asanya yang berlumur darah. Wajahnya lecet, bahkan pecahan kaca menusuk pipinya. Punggung tangannya berdarah karna berusaha melindungi matanya dari pecahan kaca tersebut.

Keadaan Asa benar-benar membuat Rora histeris sambil menyerukan nama Asa dengan kuat.

Asa menatap ke arah Hpnya yang menampilkan wajah kekasihnya. Lalu tersenyum lemah.

"Saranghae, Aurora." Lalu Rora melihat Kekasihnya menutup matanya. Rora semakin histeris.

Suara sirine ambulan dan polisi memasuki indra pendengarannya. Dan juga terdengar suara ribut. Rora berusaha menahan isak tangisnya. Namun nihil, malah semakin menjadi-jadi.

Tak lama polisi memberi tahu Rora alamat dimana kekasihnya akan dibawa. Rora segera bergegas dan mencari taksi menuju Rumah sakit tersebut. Tak lupa menghubungi keluarga Asa.

Lama menunggu.

Mereka --Rora beserta keluarga Asa-- menunggu di depan pintu operasi. Dengan harapan yang sama untuk satu orang yang sama.

Dokter keluar dan memberikan pernyataan yang menyakitkan.

Tangis Rora dan keluarga Asa makin pecah. Rora diam dengan tatapan kosong namun matanya terus mengalirkan air. Ruka menangis tersedu-sedu dipelukan Pharita.

Sampai sebuah ranjang tertutupi kain putih keluar dari ruang operasi. Membuat mereka berlomba mendekati ranjang tersebut.

Rora berada paling dekat. Lalu perlahan Rora membuka kain tersebut dengan tangan gemetar.

Terlihat wajah pucat Asa yang lecet beserta luka-luka bekas tusukan kaca. Keningnya terdapat perban. Wajah pucatnya dan bibirnya yang tak lagi berwarna cerah seperti biasanya. Rora gemetar menyentuh wajah tersebut. Tubuhnya meluruh. Ia menangis sejadi-jadinya.

____________________________________

"Aku pernah menjadikan seseorang sebagai porosku. Namun kini ia hilang, duniaku berantakan."

___________________________________________________

Fatamorgana | Rorasa Ver.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang