Chapter 6. Kebuasan Tristan Park

67.2K 181 0
                                    

Pak Tristan Jangan!!! sudah tamat di Karyakarsa gue. Kalau udah langganan, lu tinggal download aja pdf-nya.
Lu juga bisa dukung satuan per part 10K atau paket 100K (dukung paket bayar sekali bisa buka semua part sampai tamat)
Cerita tamat part 40.
Buat yang belum dan baru nemu cerita ini, langsung download PDF-nya di Karyakarsa cuma 100K
Sori gue gak bisa up lebih banyak karena terus dihapus sama wattpad.
Paling banyak gue post sampai part 10.

Paling banyak gue post sampai part 10

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 6

Kebuasan Tristan Park


“Ah! Pak Tristan!”

Pak Tristan menggeram, dia menggigit putingku dan mengisapnya kencang. Mataku membeliak, aku meringis kesakitan. Berusaha mundur darinya, dia malah semakin kuat mengisap. Aku menggelinjang dan meronta, tapi punggungku didekapnya erat. Di atas pangkuannya, aku menduduki penisnya yang mengacung tegang. Setiap kali aku meronta, milikku menggesek keperkasaan batangnya yang berurat. Aku membuat batang itu menjadi basah. Pak Tristan terus meniup dan mengisap payudaraku hingga putingku membengkak.

“Aaah… ahk… Pak… Pak… auuuhhh!”—dia menggigit semakin kencang—“Tristan… ah… Tristan aahhh… hentikan nggghhh…!”

Baru dia melepasnya, “Puahhh!” 

Aku terengah di atas pangkuannya, mencengkeram erat pundaknya. Punggungku masih dibelitnya erat, kepalanya yang tenggelam di bulatan payudaraku mendongak. Dia menyeringai, “Kamu paham sekarang?”

Mataku berkaca-kaca, bukan hanya karena menahan nyeri, tapi juga merasa agak ngeri dengan keganasannya. Kurasa, Pak Tristan tidak bisa sepenuhnya meninggalkan kekejiannya kepadaku, terlebih kalau aku tidak memenuhi keinginannya. Setelah aku mengangguk, dia menunduk lagi mencari-cari putingku dan menjilat untuk mengurangi rasa pedihnya. “Mmmhhh… mmmhhh… mmm… sllrrppp… sssllrrrppp… Katya… saya tidak bisa berhenti,” keluhnya. “Apa saya bisa melanjutkannya? Hari sudah mulai gelap… apa tidak ada yang menunggumu di rumah?”

Aku menggeleng, “P—pamanku pulang agak lambat malam ini,” jawabku. “Dia lembur… sepupuku… biasanya dia juga pulang terlambat kalau tahu ayahnya belum di rumah, tapi saya… harus menyiapkan makan malam….”

“Nggghhh… sayang sekali… sllrrpp…,” Pak Tristan menjilat lagi. “Saya akan mengantarmu pulang nanti… bisa kita tinggal lebih lama lagi, Sayang? Saya belum ingin berpisah dari kamu… oh… Katya… mmmhhh!!!”

“Aaaahhh…,” aku mendesah panjang dan nikmat. Pak Tristan membenamkan pipinya ke belahan dada dan memelukku erat. Dia membuat tubuhku begitu hangat. Rasa panas menjalar di seluruh tubuhku yang telanjang. Suhu tubuhku dan tubuhnya saling mengalirkan hawa panas dan debar dada yang berpacu. Perlahan, pelukan Pak Tristan melonggar, dia meraba dan membelai-belai punggungku, membuat tubuhku seakan tersengat oleh ujung-ujung jarinya. Dia menyentuh kedua belah bongkah pantatku dan meremasnya gemas. Aku menjengit, dan dia menangkap putingku lagi dengan mulutnya dan membaringkanku di atas ranjang lagi. Menindihku lagi dengan jarinya menyentuh kewanitaanku yang basah. “Aahhh… ngghhh….”

Tristan, Don't!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang