Chapter 2

61.7K 253 4
                                    

Pak Tristan Jangan dulu pernah gue update dan dihapus wattpad, terus gue ganti judul jadi Tristan Dont!!!

Gue bakal coba post ulang PALING BANYAK 10 PART di wattpad, kalau lu suka, cerita ini udah bisa didownload pdf-nya hanya di karyakarsa.

Lu bisa juga beli satuan per part, langganan paket, atau langsung download aja kalau suka.

Cari di akun karyakarsa gue, link ada di bio wattpad.

Akun gue di karyakarsa nggak bisa lu search di aplikasi karena restricted, jadi kudu via link atau ketik di browser lu karyakarsa. com/catatanhariantam

Cari di bagian seri atau kategori karya di profil gue dengan judul Pak Tristan Jangan, atau cari di bagian download pdf.

Cari di bagian seri atau kategori karya di profil gue dengan judul Pak Tristan Jangan, atau cari di bagian download pdf

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 2 

Pak Tristan, Jangan!

Aku nggak pura-pura.

Aku sesak napas betulan sekarang. Apa-apaan itu? Masa seorang guru pria menyuruh siswa perempuan ganti baju di depannya? Badanku langsung gemetaran. Ya aku tahu dia tampan dan menggiurkan, tapi tetap saja dia laki-laki. Aku menggeleng-geleng, menolak menuruti perintah Pak Tristan yang serius sambil mencengkeram erat kancing-kancing kemejaku. Seragam olah raga yang berupa kaus dan celana pendek itu terpuruk di depan kakiku. Semakin aku mundur, semakin Pak Tristan maju menghampiriku. Saat ujung kakinya mengenai seragam di lantai, dia menyepaknya ke arahku. “Ayo!” suruhnya. 

“T—tapi….”

“I did my research,” katanya. Pak Tristan memang bicaranya suka dicampur-campur. Dia pernah kena tegur guru Bahasa Indonesia waktu itu, jadi dengan susah payah saat pelajaran dia menahan diri. Tapi kalau berdialog dengan siswa-siswi kadang dia keceplosan. Menurutku itu seksi, sampai detik ini. Aku merasa terancam. Kok dia menatapku begitu tajam, sih? Aku merasa saat ini tubuhku sedang ditelanjangi oleh tatapannya. Dia menyambung, “Kata Pak Ardan, dia pernah mencoba memaksamu ikut praktik saat masih kelas sepuluh dan kamu mencoba melarikan diri lewat jendela kamar kecil. Kamu terjatuh dan terluka. Pak Ardan disalahkan oleh semua guru karena hampir mencelakai siswa. Makanya dia nggak pernah memaksamu lagi.”

Oh iya… itu benar. 

Aku setuju berdamai dengan pihak sekolah dan tidak mengadukannya pada pamanku asal mereka percaya bahwa kondisi kesehatanku nggak memungkinkan untuk praktik PE. Saat pamanku bertanya, kubilang aku jatuh saat sprinting. 

“Tapi, Pak… saya kan siswa perempuan…, apa menurut Bapak itu pantas?” tanyaku, terbata-bata. 

Pak Tristan mengerutkan alisnya. “Okay…,” katanya. “Bapak akan berbalik.”

Haaah?

Jadi dia tetap nggak akan menyuruhku ganti pakaian di kamar kecil? Aku mau nangis. Ya sudahlah. Toh dia nggak akan melihatku kalau dia berbalik seperti itu. Aku melucuti pakaianku sendiri dan menggantinya dengan kaus dan celana pendek. Meski muat dan payudaraku masih terbebat kencang, tetap saja kaus itu terasa sempit di bagian dada. Celana yang disiapkannya juga sangat ketat di bokongku. Pahaku terpapar, tapi aku nggak terlalu merisaukannya karena kaki-kakiku tidak masalah. Kakiku seramping badanku. Sepertinya seluruh berat badanku terpusat di susuku. Saking besarnya, kadang kalau aku lupa bahwa aku harus menjaga postur tubuhku, jalanku sampai membungkuk. 

Tristan, Don't!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang