3
The Truth Untold
"Will i face the Truth?"Aku turun mengenakan piyamaku. Ibu dan Ayah sudah bersiap di ruang makan, aku segera menghampiri.
"Sudah mandi?" Tanya Ibu.
Aku mengangguk.
"Duduklah." Ucap Ayah.
Aku mengangguk, duduk di kursi depan ayah.
Ibu menaruh makan malam di atas meja. Aku tersenyum, itu makanan favoritku.
"Terimakasih bu." Ucapku.
"Wah, Ribollito ini terlihat enak sekali." Ujar ayah.
"Makanlah yang banyak, jika kurang kalian bisa memintanya lagi. Ibu membuat banyak." Ujar ibu, ia duduk di kursi samping ayah.
"Selamat makan semuanya." Ucap Ayah.
Aku tersenyum, meneguk sesendok Ribolitto itu. Rasa khas Ribollito buatan Ibu memang tidak pernah gagal.
"Ini sangat lezat!" Ayah memuji.
Aku mengangguk setuju.
Ibu tersenyum. "Sudah jangan banyak bicara. Habiskan saja."
Aku terkekeh, kembali memakan Ribollito buatan Ibu.
"Bagaimana sekolahmu Adeline?" Tanya Ayah.
"Baik." Jawabku singkat.
"Bagaimana dengan persiapan ujianmu nanti?" Sekarang Ibu yang bertanya.
"Belakangan ini aku sering mengambil kelas tambahan di jam istirahat, atau sepulang sekolah." Jawabku.
"Bagus sekali. Tetapi jangan sampai kau memaksakan diri ya." Ucap Ayah.
Aku mengangguk. "Tentu, aku tidak akan memaksakan diri."
Ayah tersenyum, lantas melanjutkan makan malamnya.
Ruang makan menjadi lenggang. Hanya terdengar suara dentingan alat makan.
Aku meremas jemariku. Setelah mendengar suara di kamarku tadi, aku menjadi semakin penasaran. Apa mereka tahu tentang kekuatanku? Apakah aku harus menunjukkannya terlebih dahulu? Aku tak tahu pasti.
"Ada apa?" Tanya Ibu.
Aku segera tersadarkan dari lamunanku. "Tidak apa-apa, hanya sedang memikirkan sesuatu." Jawabku membuat alasan.
"Apa ada yang mau kau bicarakan?" Tanya Ayah.
Aku terdiam, meremas jemariku sekali lagi. Haruskah aku menunjukkan kekuatanku sekarang? Apa mereka akan terkejut? Atau mereka sudah mengetahuinya?
"Bagini.." Aku berdeham, membersihkan tenggorokanku.
"Ada apa Adeline?" Tanya Ibu.
"Yah, Bu. Sebenarnya, aku menyembunyikan sesuatu selama ini. Dan, aku ingin menunjukannya sekarang." Ucapku
Ayah dan Ibukku saling tatap, lalu mengangguk. "Tunjukanlah nak." Ucap Ayah.
Aku menarik napasku, mengayunkan tanganku ke bunga mawar yang terletak di atas meja makan. Seketika tanganku mengeluarkan cahaya ungu yang menyilaukan, membungkus bunga mawar itu. Dalam sekejap, bunga mawar itu tumbuh lebih tinggi.
"Aku memilikki kekuatan ini sejak lama." Ucapku
Ayah dan Ibu saling bertatapan, lalu melihat bunga mawar itu dengan terkesima.
"Aku menyembunyikannya karena aku tidak mau kekuatanku menjadi penghalang bagi kehidupanku. Namun, aku ingin tahu tentang kekuatanku sekarang. Jika kalian tahu sesuatu tentang kekuatanku, kalian bisa mengatakannya." Ucapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kingdom Of The Seven World
FantasySeorang putri yang hilang Takdir yang tak terbantahkan Kunci penjaga keseimbangan Ketujuh dunia yang berdampingan Kegelapan yang terus mengejar Keserakahan yang berkuasa Juga janji yang mengikat kita Menumbuhkan sebuah perasaan yang abadi Akulah sa...