FMIY ; Lembur.

21 1 0
                                        

Pukul 11:05, di malam hari.

Hari hampir saja berganti, tapi Irlin baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Memang, terlalu larut. Namun, bukan salahnya jika kata 'lembur' terus mengejarnya.

"Lin? Belum pulang?"

Irlin mendongakkan kepalanya, mencari sumber suara yang Ia dengar. "Ah, Kak Sean. Saya kira siapa, hehe."

Sang empunya nama terkekeh, "pertanyaan saya yang tadi ngga dijawab, nih?"

"Eh, maaf. Ini, saya baru selesai lembur, Kak. Kakak sendiri, kenapa belum pulang?" Jawab Irlin terhadap seniornya itu.

"Saya juga lembur, Lin. Omong-omong, pulang bareng, yuk? Seinget saya kita searah."

Irlin melebarkan matanya, sedikit terkejut dengan tawaran Sean. Sebenarnya bisa saja Irlin menerima tawaran itu, karena bagaimanapun juga Sean adalah orang yang sangat dikagumi oleh Irlin. Sean adalah laki-laki yang pekerja keras, Irlin ingin jadi sepertinya.

Namun, yang mengganjal niat Irlin sekarang adalah hantu yang sekarang berdiri tepat di belakang kursi kerja Irlin. Benar, Riki.

Riki sudah berulang kali membuat ulah dengan setiap pria yang dekat dengan Irlin. Entah itu mengancam mereka, atau melakukan aksi teror agar mereka menjauhi Irlin.

Sebut saja, Riki memanfaatkan statusnya yang sebagai hantu untuk menakut-nakuti orang yang akan mendekati Irlin.

Jika Irlin menerima tawaran Sean sekarang, pasti Riki akan mengganggu Sean juga. Irlin tidak mau hal seperti itu kembali terjadi.

Bisa Irlin rasakan, bahwa Riki sedang menyeringai lebar di belakangnya. Riki yakin, bahwa Irlin tahu apa yang akan terjadi jika dirinya menerima tawaran Sean.

Wanita itu menghela nafas dan tersenyum, "maaf, Kak. Nanti saya harus pergi bersama teman-teman saya dulu, jadi saya tidak langsung pulang. Sebelumnya terima kasih sudah menawarkan untuk pulang bareng, Kak Sean."

Irlin berdiri dan menunduk sembilan puluh derajat, menunjukkan rasa hormatnya kepada Sean. Serta permintaan maaf darinya karena menolak tawaran dari laki-laki berambut blonde itu.

Sean tersenyum menanggapi perilaku sopan juniornya itu. "Santai saja, Lin. Kan, masih ada lain waktu. Kalau begitu, saya pulang dulu, ya? Semangat buat besok."

Sebelum melangkah pergi, Sean sempatkan untuk menepuk pundak Irlin secara pelan, menandakan bahwa Sean memang menyemangati Irlin.

Irlin tersenyum canggung, "terima kasih. Hati-hati di jalan, Kak!" Ucapnya sebelum Sean menghilang dari jangkauan matanya.

Saat Irlin menyadari kini hanya ada dirinya dan hantu aneh di belakangnya ini, Ia membalikkan badannya dan menatap Riki dengan tatapan kesal.

"Udah, puas?"

Riki menaikkan satu alisnya, sebuah kekehan lolos dari mulutnya. "Loh, apanya?"

"Ngga usah tengil gitu muka lu." Ujar Irlin sembari mengambil tasnya, lalu berjalan meninggalkan Riki yang tersenyum puas.

"Gua bahkan ngga ngomong apa-apa?" Sahut Riki, tentunya dengan tubuhnya yang melayang mengikuti Irlin.

"Mending ngga usah."

"Nyelekit, oi." Riki memegang dadanya, membuat gestur seolah-olah dirinya sedang kesakitan.

Tanpa menoleh, Irlin hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Dirinya meneruskan langkahnya menuju pintu keluar.

Iya, memang Irlin berjalan kaki. Demi berhemat, Irlin merelakan kakinya untuk berjalan dari kantornya menuju apartemen miliknya. Salahkan saja biaya hidup yang terus kian melonjak.

Lagipula, jarak antara kantor dan apartemennya juga tidak terlalu jauh, bagi Irlin.

Sepanjang perjalanannya menuju ke apartemen, hanya ada suara sepatu Irlin yang menyertai langkah kakinya. Jalanan saat ini memang sepi, siapa pula yang keluar saat larut malam seperti ini?

Di tengah-tengah senyap nya malam, suara Riki menginterupsi, "Lin." Ah, ternyata hantu itu masih mengikuti Irlin hingga dirinya pulang.

"Kenapa?"

"Lin."

"Iya, apa?"

"Lin."

"Gue denger, Rik. Kenapa?"

"Lin."

"Apa, sih?!" Nampaknya Riki memang mempermainkan Irlin yang sudah jelas bersumbu pendek.

Riki terdiam sejenak, "gue suka lu, loh."

"Udah tau." Irlin memutarkan bola matanya malas.

"Kok bisa?"

"Lu udah bilang itu setiap hari selama enam tahun."

Yang tubuhnya sedang melayang itu pun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "oh, iya. Baru inget,"

"ngga ada niatan suka balik, gitu?" Sambungnya.

"Ada pertanyaan lain, ngga? Kalo engga, kita lempar ke tim selanjutnya." Balas Irlin acuh tak acuh.

"Eh, tai ya lu."

"Kasar."

"Ya terserah gua, lah."

Seperti itu lah kurang lebih percakapan yang menemani perjalanan Irlin hingga sampai ke apartemennya. Bahkan, dialog seperti itu lah yang menjadi pengisi hari-hari Irlin selama bertahun-tahun, percakapan tidak berbobot.

Setidaknya, kehadiran Riki mengisi kehidupannya yang kosong, 'kan?

To Be Continued...

.

Hehe, penasaran ngga visualisasi si Kak Sean itu siapa?

Hehe, penasaran ngga visualisasi si Kak Sean itu siapa?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Betul, gais. Si abang ganteng Ddeonu a.k.a Sunoo (Ganteng beneran staghfirullahaladzim).

Nih, bonus mukanya Si Riki hantu tengil kesayangan biar ngga iri soalnya cuma muka Kak Sean yang dipajang.

(Lahaula wala quwwata illa billah ini juga ganteng ya Allah)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Lahaula wala quwwata illa billah ini juga ganteng ya Allah).

For Me, It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang