11

1.4K 214 12
                                    

.
.
.

"Love." Sahut Pawat lalu berlari kecil menghampiri adiknya.

"Gua deluan kak." Ucap Milk membuat perhatian kedua kakak beradik itu menuju padanya.

"Eh oke." Balas Pawat tersenyum melihat Milk yang memasukkan kode apartemennya.

Tepat setelah pintu apartemen Milk tertutup, Pawat menatap adiknya dengan alis terangkat.

"Lo bilang ke Milk kalo lo punya penyakit ginjal?"

Mendengar pertanyaan Pawat, gadis didepannya langsung melebarkan kedua bola matanya.

"Milk ada bahas?! terus lo ngomong apaan??" Heboh Love sedikit mengguncang lengan Pawat.

"Aduh..."

"Gua belum ngomong terus tiba-tiba lo keluar." Jelas Pawat berusaha melepaskan tangan Love dari lengannya.

"Serius anjir!"

"Ngapain bohong sih?!"

Gadis dengan piyama pinknya itu terlihat panik, mulai mengigit bibirnya.

"Lagian lo kenapa harus bohong deh?"

Pertanyaan Pawat berhasil menarik perhatian Love.

"Masuk dulu deh, ntar ada yang denger." Ucap Love kemudian mendorong Pawat untuk masuk ke apartemennya.

"Gue gamau dipandang sebagai cewe penyakitan." Jujur Love setelah mereka berdua sampai di rumah tengah apartemennya.

Pawat mendengus pelan.
"Lo emang ngerasa orang kayak Milk bakal mikir gitu?"

"Antisipasi-"

"Lo tau sendiri gue gasuka diperlakuin kayak pasien." Malas Love lalu duduk di salah satu sofa.

"Terus kalo sampe Milk tau lo bohong gimana?"

Pertanyaan spontan dari Pawat membuat Love memberhentikan kegiatannya.

"Dia ga bakal tau."

"Yakin banget?!" Sinis Pawat.

"Menurut pandangan gua, Milk bukan orang bego yang bisa dengan gampang lo bohongin terus-terusan." Lanjut sang kakak sedikit menekankan setiap katanya.

Sebenarnya Love juga tau soal itu.

Namun gengsinya terlalu tinggi.

Ia benar-benar tidak mau Milk merasa kasihan kepadanya.

"Lo kesini mau ngapain?" Tanya Love berusaha mengalihkan topik.

"Minta daging."

Setelah berucap Pawat langsung berdiri dan berjalan menuju kulkas Love.

Tanpa seijin sang adik, lelaki itu mengambil beberapa daging mentah.

"Nah, terimakasih adik tercinta." Riang Pawat meloncat-loncat pelan menuju pintu keluar.

Love hanya menggeleng pelan melihat tingkah Pawat yang sekarang sudah berada di luar apartemennya.

.
.
.

Milk menghempaskan tubuhnya di kasur empuk miliknya.

Pandangannya menatap lurus ke atap kamar.

Sedikit mengingat kembali percakapan dirinya dengan Pawat di luar tadi.

Seolah mempertanyakan kenapa Pawat terlihat bingung begitu dirinya mengungkit penyakit Love.

Tidak mungkin kan kakak kandungnya sendiri tidak mengetahui penyakit apa yang diderita sang adik?

708!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang