Jangan Manja, Jen!

1.4K 155 14
                                    

Haloo! Selamat datang di chapter baru dari be longing!!

Ini memenuhi janji yaw, meski agak telat hehe.. GO go 150 votes💪

Selamat baca, semoga syukaaa! Kasih Wai noyi vote, komen dan follow yaww! Timakasi

U ´ᴥ' U

Pagi-pagi seperti biasanya, Jendral merengek ke si Abang, Liam, yang memang bertugas ngebangunin adiknya itu. Kamarnya dipenuhin rengekan kalau Jendral tak mau bangun dari kasur sebab matanya masih mengantuk, tapi bukan Liam namanya kalau dia biarin Jendral bolos sekolah cuma karena itu.

"Bangun!" tangan Liam gerakin badannya Jendral, tapi bukannya buka mata atau bangun dari tidur, anak itu malah narik selimutnya sampai nutupin kepala.

Rengekannya lagi-lagi kedengeran, "Jejen ngantuuukk! Abang pergi aja sana, huuuus!" katanya sambil melambaikan tangan ke arah abangnya itu.

Liam tak ada pilihan lain, dia tarik selimut itu dan juga tangan Jendral sampai adeknya terpaksa duduk. Tapi matanya masih setia merem, buat Liam gemes dan kesel. Dia bukan seorang penyabar yang bakal dengan lembut bilangin Jendral untuk bangun keseratus kali.

"BANGUN, JENDRAL!"

Bentakan itu buat Jendral berjengit kaget, dia natap abangnya yang marah, bibirnya bergetar dan matanya langsung berkaca-kaca. "A-abang jangan marah..."

Liam ngehela nafas, dia terus duduk dan elus rambutnya Jendral yang sekarang malah nangis, "Cupcup, maaf. Ayo bangun, terus mandi."

Badannya Jendral dipeluk Liam, jadi anak itu menyamankan diri buat ada di dekapan sang Abang, "Ndong, abanggg!"

"Mandi, Jendral... Bukan gendong. Bangun, kamu harus sekolah."

Tapi Jendral malah ngegeleng dan makin eratin pelukannya, "Ndong, Abang!" kaki-kakinya ditendang dan maksa Liam buat bangun dengan Jendral di gendongannya.

Sejujurnya ini sudah jadi kebiasaan Jendral, anak itu selalu manja ke Liam dan Papa. Meski terbiasa, Liam tak suka. Adiknya diberi nama Jendral bukan tanpa alasan, apalagi dia laki-laki.

"Bangun ah, kamu udah gede," kata Liam sambil ngelepasin Jendral dari gendongannya.

"Abaaangg~" rengekannya kedenger lagi, buat Liam ngehela nafas dan akhirnya menuruti. Dia gendong adiknya ke arah kamar mandi, terus turunin adiknya itu di sana. Sehabis itu, Liam tak bisa langsung pergi, dia harus nungguin dan mastiin kalau Jendral beneran mandi.

Abang Liam berdiri di deket pintu kamar mandi, "Jangan lama-lama!"

Akhirnya, Jendral udah selesai dengan mandinya. Anak itu keluar dengan wangi susu yang melekat, manis sekali. Seragamnya juga terpasang sehabis beberapa menit berselang, mereka akhirnya menuju ke ruang makan—dengan Jendral yang lagi-lagi digendong si Abang.

"Kenapa digendong, Jendral?" tanya Papa, pria itu masih menatap tak suka ke arah Jendral yang sedari dulu manja.

"Kakimu sehat, kan?" pertanyaan Papa mengudara lagi, buat Jendral mencebikkan bibir.

"Kan Jejen mauuu! Masa ngga boleh?" anak itu duduk di kursinya, tasnya sudah dibawakan si Abang dan disimpan di punggung kursi. Abang Liam juga ikut duduk di samping Jendral dan siap ikut serta sarapan.

"Cobalah berubah, Jendral. Kamu itu sudah besar, laki-laki lagi. Ngga malu sama otongmu itu?" kata Papa sambil meraih sebuah piring dan mulai menyendokkan nasi.

Tangannya Papa ikut meraih lauk kesukaan Jendral, sementara anak bungsunya itu malah makin mencu, tapi tak lama matanya jadi berkaca-kaca.

Piring yang sudah diisi itu Papa geser ke depannya Jendral, "Jangan nangis, makan sendiri nih."

be longingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang