5. Reuni

125 24 3
                                    

Aqisha menahan teriakannya saat mendengar penuturan ibunya soal perjodohan. Diam-diam Jiro mengambil langkah awal dengan bertemu dengan kedua orang tua Aqisha untuk membicarakan soal perjodohan ini. Ibu bilang kedatangan Jiro untuk membicarakan keseriusannya. Pantas saja satu minggu ini Jiro diam saja tak ada aksi mencurigakan apapun, ternyata dia mengambil pion terakhir dengan mendatangi kedua orang tua Aqisha.

Malam ini, Aqisha dipanggil oleh kedua orang tuanya untuk datang ke rumah dan membicarakan soal hal itu. Rahayu begitu riang ketika mendengar keseriusan Jiro hari itu, begitu pun dengan Helmi. Anne juga langsung menelpon Rahayu dan bersorak riang bersama. Sepertinya hanya Aqisha di sini yang sedih sendirian.

Di balik meja makan, Aqisha hanya sanggup mendengarkan cerita orang tuanya. Ia tidak punya tenaga untuk bercakap atau menjawab mereka, tenaganya benar-benar habis untuk membenci Jiro. Awas saja, kalau ketemu akan Aqisha maki-maki.

Tidak ada lagi pertemanan dengan Jiro, dia sendiri yang memulai konflik maka Aqisha akan mengibarkan bendera perangnya.

"Jiro juga cerita, katanya minggu lalu kalian makan malam bareng ya?" Tanya Rahayu.

Aqisha menggeleng cepat, "Itu aku dipaksa ikut sama dia. Dia tuh ya Bu di sana mau ketemu mantannya, aku disuruh temenin dia buat panas-panasin mantannya itu." Pancing Aqisha, ia bahkan melebih-lebihkan cerita.

"Oh ya? Tapi Jiro bilang kalian makan berempat bareng teman Jiro dan suaminya." Kata Rahayu memastikan.

"Boong itu, temennya itu mantannya. Gagal move on dia," tepis Aqisha.

Rahayu hanya mengangguk kecil, ia memaklumi kok, apalagi ini masih permulaan. Jiro juga sudah datang pada dia dan Helmi untuk membicarakan keseriusan, Rahayu dan Helmi juga sudah menghibahkan kepercayaan besar pada Jiro soal Aqisha.

"Bu, batal aja ya plis?" Mohon Aqisha tiba-tiba. Rahayu dan Helmi sampai tersedak mendengarnya.

"Ibu, Ayah, aku tuh punya gebetan tau! Aku tuh suka banget sama dia, dia tuh ganteng, pinter, baik lagi. Aku pengen pacaran banget sama dia. Apa kalian tega matahin hati aku ini cuma karena ego kalian? Aku juga mau loh punya hubungan sama laki-laki pilihan aku...." Keluh Aqisha, ia memelaskan wajahnya meminta iba.

Rahayu dan Helmi terdiam, perasaan mereka jadi campur aduk mendengar keluhan Aqisha. Apa mereka selama ini terlalu mengedepankan ego hingga tidak memikirkan anak sendiri? Apa mereka terlalu mengekang kehidupan anak mereka sendiri? Tapi yang Rahayu dan Helmi inginkan hanyalah pasangan yang baik untuk Aqisha.

Melihat orang tuanya yang hanya diam seribu bahasa, Aqisha jadi kesal sendiri. "Aku gak tau ya janji apa yang kalian jalanin sama orang tuanya Jiro, tapi jangan korbanin aku gini dong." Protes Aqisha.

Dengan kasar, Aqisha bangun dari kursinya dan meninggalkan ruang makan dengan perasaan kesal. Bukan kembali ke kamarnya, tapi Aqisha berniat untuk pulang ke kosannya. Tempat di mana tidak ada orang yang mengatur dan bersikap egois kepadanya.

Di teras rumah, dengan isakan air mata Aqisha terus mencoba menelepon teman-temannya untuk meminta jemput. Di samping itu, dia kecewa dengan diamnya Rahayu dan Helmi, bahkan tidak ada aksi mengejar dan menenangkan Aqisha saat ini.

"Kak." Satu panggilan dan tepukan di bahu Aqisha membuat gadis itu mengerjap kaget. Ia balikkan badan dan melihat Aufa dengan tatapan ibanya.

"Gue anterin lo pulang ya, pake motor Ayah."

"Gila lo, gak ada. Tanjung Barat tuh jauh, lo masih kecil." Tolak Aqisha.

Aufa berdecak, "Tahun depan gue kuliah ya, jadi udah bukan anak kecil lagi. Dan, daripada lo nungguin temen lo itu, mending dianterin gue."

Lovely DramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang