BAB 6

179 30 5
                                    

°°°°

°°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°°

Waktu berjalan dengan cepat, malam telah berganti pagi. Cahaya matahari menerobos sela jendela kamar Ravindra menjadikan kamar itu terasa hangat. Si pemilik kamar perlahan membuka mata, mengerjap sebentar.

"Eungh.."

Pemuda itu mengubah posisinya menjadi duduk, mengumpulkan sisa kesadarannya. Matanya yang sudah sipit bertambah sipit karena baru terbangun.

Lima menit yang dibutuhkan Ravindra untuk bangun dari alam bawah sadarnya. Setelah itu, melangkah mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Sekitar sepuluh menit berlalu, Ravindra keluar. Sudah rapi dengan seragam yang dikenakan.

Pemuda itu berdiri di depan cermin, menatapi wajahnya yang pucat terutama bibir. Lalu mengambil pelembab dan mengoleskannya pada bibir. Ya.. Setidaknya dia terlihat lebih hidup tidak seperti orang penyakitan saja karena pucat.

Setelah itu, Ravindra meraih tas dan mengeluarkan isinya, mengganti buku sesuai jadwal. Selesainya, ia melangkah keluar kamar.

Saat sampai di ruang makan, semua nyatanya sudah berkumpul. Ravindra sebenarnya tidak ingin bertemu abang-abangnya itu, tapi ruang makan itu sebelahan dengan ruang tamu yang menyatu dengan pintu utama.

Ravindra bimbang, ia tidak ingin bertemu dengan mereka, tapi dirinya tidak bisa pergi tanpa melewati ruang makan. Akhirnya ia memutuskan untuk berjalan tanpa sepengetahuan mereka.

Dengan langkah pelan tanpa suara, Ravindra melewati ruang makan. Dalam hati tak henti-hentinya berdoa agar tidak ada yang sadar akan kehadirannya.

"Rav!"

Ravindra menghela napas, seseorang telah memanggilnya. Dan ia tahu siapa orang itu. Ia menoleh ke belakang dan tersenyum kikuk.

"S-selamat pagi, Bang," sapanya.

"Pagi juga. Kamu mau kemana?" tanya Seano melihat si bungsu yang sudah rapi.

Ravindra menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, "Ke sekolah, Bang."

"Enggak sarapan dulu? Ayo sarapan bareng, kita juga baru memulai makan kok," ajak Seano.

Ravindra diam. Memalingkan wajahnya guna menghindari tatapan tidak suka dari kelima abangnya yang lain kepadanya. Dia tahu, sangat tahu. Bahwa kelima abangnya itu tidak menyukai kehadirannya, maka dari itu ia berjalan dengan mengendap-endap tetapi malah ketahuan Seano.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐃𝐞𝐚𝐫 𝐑𝐚𝐯𝐢𝐧𝐝𝐫𝐚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang