Marsha mendorong kotak bekal makan malam ke hadapan dokter perempuan di hadapannya dengan wajah masam. Namun berbeda dengan dirinya, perempuan di depannya ini malah langsung membuka bekal dan memakannya dengan riang gembira. "Kenapa sih, Kak?"
Lintang, kakak Marsha, yang berprofesi sebagai dokter spesialis saraf, memandang adiknya dengan heran. "Kenapa apanya?"
"Harus banget nih gue ngantar bekal makan malam lo? Biasanya juga minta tolong Pak Dani buat ngantar"jawab Marsha.
"Lo juga lagi di kafe milik lo yang deket sini kan, jadi sekalian aja"ucap Lintang. "Sama kakak sendiri begitu banget"
Marsha mencomot satu perkedel kentang. "Kata Papa lo ambil tawaran jadi konsultan dokter buat series?"
"Iya"
"Gue tadi lihat udah ada bagian rumah sakit yang di setting ulang, syutingnya dimulai kapan?"
"Dalam minggu ini sih, gue nggak tahu lebih tepatnya kapan. Tapi untuk aktor dan aktrisnya udah ada yang ikut praktik dokter, kami juga udah diskusi banyak mengenai hal-hal yang menyangkut kedokteran"
"Untuk scriptnya sendiri gimana? Menurut lo bagus nggak?"
"Bagus, cukup detail, penulisnya cukup berhasil menggambarkan kehidupan asli dokter di seriesnya. Nggak seratus persen sama, tapi hampir mendekati"ucap Lintang. "Lo kayaknya bakal suka deh sama seriesnya"
"Terus aktrisnya sendiri gimana?"tanya Marsha.
"Emang kenapa sama aktrisnya?"tanya Lintang. Dari nada bicaranya, Marsha merasakan ada sedikit kewaspadaan disana. Marsha menatap Lintang usil. "Ya nggak kenapa-napa? Gue cuma tanya aja lho, gue kan pengen tahu aja aktrisnya gimana"
"Bukan tipe lo, dek"
Nah. Kena deh. "Emang kenapa kalau bukan tipe gue? Emang lo tahu tipe gue kayak gimana?"
"Tahu, tipe lo kan yang kecil, imut, terus yang bisa lo uyel-uyel gitu kan"jawab Lintang.
"Dari jawaban lo bisa gue simpulkan kalau aktrisnya ini tinggi, langsing, punya senyum yang menawan, lalu juga punya kepribadian yang ramah, ceria, aktif. Ya sebelas duabelas kayak golden retriever lah"ucap Marsha lalu menatap kakaknya menggoda. "Tipe lo banget, kan?"
"...."
Kakaknya itu tidak menjawab, membuat Marsha terbahak. Dia tahu sekali kalau kakaknya itu sama sekali tidak pandai berbohong, setidaknya kepada dia dan kedua orang tuanya. Mudah sekali untuk memancing apa yang kakaknya itu rasakan.
"Btw kok lo tahu sih tipe ideal gue?"tanya Marsha. "Gue kayaknya jarang deh curhat masalah percintaan gue ke elo"
Lintang menelan kunyahannya sebelum menjawab. "Mantan lo yang terakhir kan begitu, kecil"
Mendengar jawaban Lintang membuat mood Marsha turun. "Ck, jangan bahas dia deh, Kak"
Seakan baru sadar akan situasinya, Lintang buru-buru minta maaf. "Aduh maaf, gue nggak sengaja"
"Nggak papa, lagian dia juga nggak bisa gue sebut mantan"
"Umm...karena udah masuk ke topik, gue mau tanya sesuatu boleh nggak?"tanya Lintang berhati-hati.
"Tanya apa? Tanya aja, kenapa takut-takut gitu sih, kayak sama siapa"
"Lo udah move on, kan?"
Lintang melihat adiknya terdiam sebentar sebelum menjawab. "Udah, kak, udah dari lama. Tapi kan rasa sakitnya masih ada, rasa sakitnya yang masih belum bisa gue lupakan"
Bukan hanya Marsha, Lintang juga masih ingat jelas bagaimana keadaan adiknya waktu itu. Marsha tidak menangis, tidak mogok makan, dia tidak bersedih dan mengurung diri di kamar. Namun justru itu yang membuat dia dan kedua orangtuanya khawatir karena melihat Marsha tampak baik-baik saja. Tidak hanya itu, selama hampir satu tahun, Marsha benar-benar menyibukkan diri dengan bekerja. Dia menerima semua tawaran pekerjaan yang ada.

KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours || milkciize
FanfictionI turned out liking you a lot more than I originally planned - Chava R. Pandhita We all broke our own rules for someone - Marsha Pavitra -