07 | Bracelet

464 45 2
                                    

Sialan, dia tertidur! Untung Nirmala tidak sampai kebablasan hingga berjam-jam lamanya.

Saat dia membuka mata, dia mendapati Nathan juga tengah berbaring beberapa centimeter di sampingnya seraya mendengarkan musik melalui earphone.

How long i’ve been slept?!” tanya Nirmala. Cewek itu mengusap bibirnya, takut kalau dia sampai ileran (yang untungnya nggak).

30 minutes, i guess.” Nathan menoleh, melepas salah satu earphone-nya. Dari posisi yang hanya berjarak beberapa centimeter, membuat Nirmala sedikit terpana saat melihat mata cowok itu yang bewarna coklat terang.

Saking terpananya, dia sampai meneguk ludahnya susah payah.

Anjir, sadar Nirmala!

Cewek itu cepat-cepat melengos dan bangkit duduk seraya mengatur detak jantungnya. Dia mengecek ponselnya yang ternyata waktu sudah menunjukkan pukul sekitar 4 sore.

I think we have to go.” Nirmala merapihkan barang-barangnya, mencoba untuk tidak mendongak, sebab tidak berani menatap wajah cowok itu.

Okay.” Nathan ikutan duduk dan mengangguk. Dia melepas earphone-nya dan membantu Nirmala melipat kain.

Setelahnya mereka menaiki sepeda kembali menuju pos peminjaman sepeda tempat Fadlan berada. Ini sudah terlalu sore, langit pun mulai kelabu. Kalau dia terkena hujan di jalan, bisa-bisa besoknya dia akan demam. Artinya jam 5 mau tidak mau mereka sudah harus otw balik ke rumah.

“Sebentar amat nge-datenya?” tanya Fadlan.

“Mau ujan, Babe. Ngeri kesamber petir!”

Fadlan menatap Nirmala dan Nathan satu persatu dengan tatapan jahil. “Kan, kalo ujan enak tuh, basah-basahan!”

Nirmala merespon dengan menoyor kepala Fadlan. “Bacot!” katanya

Akhirnya mereka pun berjalan kembali menuju gerbang yang pertama kali mereka masuki. Nathan yang berjalan di belakangnya memperhatikan rambut hitam cewek itu yang bergerak tertiup angin. Ada beberapa daun kering berukuran kecil yang menempel di kepalanya. Dengan hati-hati, Nathan menyingkirkan daun tersebut dan beruntung cewek itu tidak sadar.

“Naith, Shayne said he’s gonna married in this June.” Nirmala menghentikan langkahnya saat mereka hendak menunggu lampu merah. Nathan berdiri di sampingnya.

“Yeah. Did he invited you?”

Nirmala mengangguk. “Om Dion and the other is invited too.”

Tiba-tiba ide cemerlang terlintas begitu saja di kepala Nathan. “Wanna come—

I think I wanna come with Bu Ayang.”

Nathan terdiam. Untuk sesaat dia tiba-tiba kesal dengan Bu Ayang.

But she’s not really sure can come to the wedding. You know ... her son is—sunat bahasa bahasa Inggris-nya apa sih—itu!”

“Itu?” Nathan mengerutkan keningnya. Dia menatap Nirmala yang terlihat sedang berpikir keras. Seketika rasa kesalnya dengan Bu Ayang hilang saat melihat ekspresi cewek itu. Terkadang saat berbicara bahasa Inggris dengannya, ada momen di mana dia tersendat perkara bahasa. Dan entah kenapa bagi Nathan itu terlihat lucu.

“Ah! I don’t know, lah! Pokonya she’s not really sure can come to Bali!”

What about—”

“Lampu merah! Come on!”

Lagi-lagi kalimat Nathan terpotong saat lampu merah menyala. Nirmala menarik pergelangan tangan cowok itu dan berlari kecil menyebrangi jalan.

WonderwallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang