Chapter 1

194 51 0
                                    

Laki-laki itu meraih kerah dari kemeja yang aku gunakan dan dia nampak siap untuk melukaiku. Aku merasa sedikit panik dan segera memegang tangannya, berusaha melepaskan tangan yang memegang bajuku dengan erat namun aku tidak sekuat itu, pada akhirnya aku menyerah saja.

Mungkin satu pukulan tidak apa-apa. Tampaknya melihatku pasrah membuatnya merasa sedikit tenang, laki-laki itu segera melepaskanku dan memicingkan matanya dengan tatapan tajam, "Siapa kamu? Berani sekali memanggil ibuku dengan tidak sopan."

"Kamu anaknya Jour?!"

Aku segera berdiri dan dengan mata membelalak aku melihatnya dari bawah ke atas. "Woah, Jour tidak main-main saat mengatakan bahwa putranya akan menjadi pria tampan saat tumbuh besar..."

Laki-laki itu terkejut mendengar perkataanku dan dengan ragu-ragu dia bertanya kepadaku. "Kamu kenal dengan ibuku? Siapa kamu?" Dia tampak sangat curiga, namun merasakan bahwa aku jujur, dia memutuskan untuk bertanya.

Hubunganku dengan Jour? Menjelaskannya sedikit rumit karena terkadang dia terasa seperti seorang ibu selain Mama karena tak jarang mengomeliku, tapi juga terasa seperti teman layaknya Adel karena kami berbicara santai tanpa panggilan formalitas.

Mungkin yang paling cocok teman saja.

Namun tiba-tiba aku teringat bahwa aku bertemu dengan Jour saat umurku delapan tahun, dan dia mengatakan bahwa aku seumuran dengan putranya saat itu. Yang artinya.. Jour meninggal saat putranya berusia sekitar delapan tahun. Dan jelas sekali orang di depanku saat ini bukan seorang anak, yang berarti sudah lama waktu terlewat setelah meninggalnya Jour.

Apa aku bisa mengatakan bahwa aku teman ibunya, yang meninggal saat dia berumur delapan tahun?

Hmm, apakah orang itu akan percaya? Pada akhirnya aku jujur saja karena dia adalah putra temanku, yang sepertinya saat ini seumuran denganku.

"Aku teman Jour."

Seperti dugaanku, dia menatapku dengan intens seakan sedang menilai apakah aku berbohong atau tidak. Dia melihatku dari atas sampai bawah, seakan menilai dan mengingat-ingat sesuatu. Akhirnya dia menggelengkan kepalanya. "Tidak mungkin kamu teman ibuku. Kamu seumuran denganku, dan aku tidak pernah melihatmu sejak kecil."

Bagaimana ya, aku berteman dengan Jour setelah Jour meninggal..

Apakah aman mengatakan itu?

"Sebenarnya aku berteman dengannya yang sudah berubah menjadi hantu.."

"Apa?"

Seakan telah mendengar hal yang sangat tidak masuk akal, dia mengacak-acak rambutnya tampak frustasi sebelum berkacak pinggang dan menyandarkan diri ke depan, memotong banyak jarak antara aku dan dia. Aku sekarang hanya perlu mendongak sedikit untuk bertatapan langsung dengan mata berwarna coklat kemerahan itu.

"Apa maksudmu dengan itu? Kamu berteman dengan ibuku setelah ibuku berubah menjadi.. hantu?"

"Aku tidak bercanda."

"Buktikan. Buktikan jika kamu serius. Dimana dia sekarang, hmm? Di sebelahmu? Atau.. dalam imajinasimu?" Suaranya terdengar seperti sedang sarkas padaku, namun aku melihat matanya benar-benar serius agar aku membuktikan kata-kataku.

Bagaimana aku membuktikan diri kepada orang lain? Melihat dia tidak percaya aku berteman dengan hantu ibunya saja sudah jelas menyatakan bahwa orang ini tidak bisa melihat hantu. Apa yang harus kuperbuat.. Aku memikirkannya sejenak sebelum mendapatkan ide.

Sebagai hantu yang sudah lama bergentayangan, memorinya juga mulai samar-samar. Karena itu dia tidak pernah cerita soal keluarga aslinya kecuali putra yang dia ingat sama-samar. Dia bahkan tidak ingat bagaimana dia mati atau wajah suaminya, atau wajah para pelayan di kediamannya.

My Muse [Reader x OG!Cale]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang