Prolog

22 1 0
                                    


Fakta baru. Ternyata pindahan itu melelahkan.

“Butuh bantuan Mba?”

Aku mendongak, sok kenal sekali orang ini?

“Oh maaf, saya habis anter adik saya di lantai atas.” terus hubungannya sama aku apaan?

Bodoamat! Kegiatan paling membosankan adalah mengurus laki-laki.

“Saya bantuin aja ya Mba, kasian perempuan angkat beban berat sendirian.” Padahal belum kubalas eh orangnya malah mengambil alih kardus berisi buku di tanganku dan membawanya ke depan pintu kamar apartemen.

Bukannya langsung pergi, dia malah membantuku sampai barangnya masuk semua.

“Engga saya kasi minum ya Mas, engga cemilan juga. Dari awal saya minta bantuan tapi anda sendiri yang kukuh mau bantuin. Terimakasih.” Tanpa menunggu jawabannya, Aku berlalu dan menutup pintu.

Laki-laki jaman sekarang sukanya tebar pesona banget, dikira aku perempuan gampangan kali ya? Hahaha, aku engga bakal terbujuk rayuannya.

Tau tidak? Itu kejadian sebulan lalu, nyatanya dia malah sering banget ganggu keseharianku dan faktanya lagi. Dia tinggal di apartemen nomor 45 sedang aku di nomor 40. Lucu ya?

“Pagi Kalana, hobi kamu beneran bengong ya?”

Kulirik sinis, “Masnya penasaran banget ya sama saya? Rajin banget nyapa pagi-pagi.” Responnya? Dia tertawa kecil sembari menyerahkan kresek hitam padaku.

“Jangan penasaran sama saya atuh Mas. Mending penasarannya sama perempuan lain aja, yang lebih cantik dan lebih menarik tentunya.”

“Oh kamu tipe perempuan insecure ternyata.”

Hey! Balasan macem apa itu? Mataku makin melirik sinis, mau ku usir tapi inikan taman umum. Yaps bener sekali, semenjak pindah ke daerah ini hobi baruku adalah lari pagi. Dan selalu bertemu orang ini.

“Mas Hidran pernah coba bubur itu engga? Rasanya sebelas duabelas engga sama bubur ayam depan sana?” telunjukku mengarah ke gerobak penjual bubur didepan sana.

Ya ya ya, aku memang tipikal perempuan random. Tadinya kesal terus mendadak akrab.

“Hm kecapnya beda, bagusan depan sana.” Yah! Mana agak jauh lagi, plus hari ini hari pertama pms pula.

“Jangan sedih gitulah, itukan sudah saya belikan tinggal kamu makan saja. Ekspresi kamu lucu banget pas mode seperti sekarang.” Dasar Playboy. Emang buaya darat Hidran Germono ini.

“Buaya! Jauh-jauh dari saya! Sana jauh. Saya Alergi banget sama buaya modelan anda.” Pokoknya, setelah hari pertama bantuan itu dan hari-hari selanjutnya.

Pria bernama Hidran Germono ini selalu hadir di keseharianku, dia kayaknya meriang jika tidak melihatku dalam sehari.

Sayangnya, Kalana Nara membenci segala hal yang berhubungan dengan perasaan. Ia sampai dititik ini, sejauh ini, dan sampai di titik ini karena perasaan mengerikan itu.

Kalana:Jatuh Cinta, Lagi!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang