05.00

5.3K 403 5
                                    

Mendengar ada yang memanggilnya, Casey mencari sumber suara. Dan netranya terkunci pada pemuda yang berdiri di ambang pintu dengan seragam sekolah yang masih melekat di badannya. Dia adik bungsunya, Caelen Gheano Madhiaz.

"ELEN HALOOO," seru Casey antusias seraya melambaikan tangan kepada Caelen.

Dengan langkah lebar, Caelen mendekat kearah Casey. Meletakkan tas sekolahnya dengan asal dan langsung membawa Casey ke pelukannya. Meletakkan kepalanya di ceruk leher sang kakak. Tubuh sang kakak ia pindahkan kepangkuan nya.

"Elen kangen Asey tidak?" Casey terkikik geli karena Caelen mendusel di lehernya.

"Sangat." Caelen mengeratkan pelukannya. Menghirup aroma memabukkan yang selama satu tahun ini tidak ia cium.

Cukup lama dengan posisi itu membuat Casey pegal. Namun sepertinya Caelen tidak berniat melepaskan Casey.

"Elen lepas!"

"Nggak mau."

"Elen, Asey pegal,"

Akhirnya dengan perasaan tidak rela, Caelen melepaskan pelukannya. Tangannya mengelus rambut kakaknya yang masih halus sejak dulu sebelum menurunkan Casey dari pangkuannya.

"Asey jangan pergi kemana lagi, okey?"

"Asey tidak kemana-mana kok," jawab Casey. Tangannya mungilnya mengacak acak rambut Caelen.

"Sana mandi," Caelen mengangguk lalu mencium pipi Casey sebelum berdiri mengambil tas yang ia telantarkan tadi.

Melihat daksa Caelen yang sudah menghilang, Casey melanjutkan acara menontonnya. Baru beberapa menit Casey melihat kartun dengan tenang, tiba-tiba tubuhnya ditubruk oleh pelukan seseorang.

"Asey, " lirih orang itu. Dia Caeden, kembaran dari Caelen.

"Asey jahat, ninggalin Eden."

Asey menggelengkan kepalanya. Tangan mungilnya mengusap bahu Caeden.

"No no no, Asey tidak jahat." sanggah Casey seraya melepaskan pelukan Caeden.

Casey mengecup kedua pipi Caeden, "Asey tidak akan ninggalin Caeden lagi. Yang dulu khilaf hehehe." Ucapnya.

Caeden berdehem mengiyakan. Caeden memandang kakak manisnya ini dengan lekat. Tidak ada yang berubah dari kakaknya. Tetap cantik dan indah.

"Casey."

Casey dan Caeden menoleh. Varka yang baru pulang bekerja berjalan menghampiri mereka. Dia tidak sendirian ada seorang pria yang datang bersamanya.

"Caeden bersihkan badanmu." titah Varka.

Caeden mengangguk dan kemudian berdiri. Sebelum pergi ia menyempatkan mencium pipi Casey dan melirik sekilas pria yang datang bersama Varka.

"Casey, ingat dia?"

Pria di samping Varka tersenyum ke arah Casey.  Casey meneguk ludahnya. Walaupun tidak pernah bertemu selama satu tahun ini, ia tetap ingat pria itu. Orang yang termasuk dalam daftar musuhnya, dokter Hezan, dokter pribadi keluarga Madhiaz.

"Ayah,"

"Hm?" Varka menggendong Casey. Casey menggelengkan kepalanya pertanda ia tidak mau di periksa. Karena ia yakin dokter itu pasti akan mengecek kesehatannya.

Varka tidak menanggapi. Ia melangkah menuju sebuah ruangan di samping tangga. Dokter Hezan mengekor di belakangnya.

Pintu itu terbuka menampilkan sebuah ruangan serba putih. Ruangan yang di buat untuk keluarga yang tiba-tiba jatuh sakit, terkhususnya Casey. Banyak alat-alat medis di ruangan ini. Di antaranya sebuah tiang infus, mesin EKG, tabung oksigen dan sebuah lemari kaca yang menyimpan jarum suntik, infusan, inhaler, masker oksigen, alat bedah dan alat medis lainnya.

Varka hendak meletakkan Casey di kasur. Tetapi, Casey tidak mau melepaskan tangannya dari leher Varka.

"Tidak mau ayah," di ceruk Varka Casey menggelengkan kepala dengan brutal.
Casey mulai menangis. Sungguh ia sangat takut dengan sesuatu yang berbau kesehatan itu.

"Hanya sebentar."

"Nggak mau hiks." tangisan Casey bertambah kencang.

"Heh, jangan menangis. Nanti sesak."

Tetap. Casey tetap memeluk leher sang ayah. Nafasnya kian memberat. Menangis dengan dada yang terhempit sang ayah membuatnya sesak.

Melihat Casey yang mulai sesak, Varka melirik dokter Hazen. Menyadari tatapan Varka, dokter Hazen mengambil sebuah benda yang berada di tas yang ia bawa. Benda yang selalu berguna saat Casey memberontak seperti ini. Suntikan.

Casey memejamkan matanya. Dadanya sangat sesak. Dan setelah itu, ia merasakan benda berjarum menusuk lehernya.

Varka meletakkan Casey yang sudah terkulai lemah ke ranjang. Ia mundur beberapa langkah. Membiarkan dokter Hazen memeriksa Casey.

Membiarkan Casey satu tahun di dunia luar tanpa pengawasan, membuatnya khawatir akan kesehatan Casey. Apalagi seluruh keluarga Madhiaz sepakat untuk membiarkan Casey bersenang-senang tanpa pengawasan sekalipun. Mengantisipasi jika kondisi Casey menurun.

Cukup lama dokter Hazen memeriksa Casey. Sebab ia memeriksa semua hal tanpa terkecuali. Mungkin dokter Hazen baru selesai setelah setengah jam memeriksa.

"Bagaimana, Hazen?" tanya Varka saat dokter Hazen selesai memeriksa Casey.

"Kondisi tuan muda cukup stabil. Namun sepertinya tuan muda sering menghirup asap sehingga kondisi paru-parunya sedikit memburuk yang mungkin akan menyebabkan asmanya bertambah parah,"

"Dan juga sepertinya tuang muda sering memakan makanan pedas sehingga lambungnya sedikit lecet. Untuk saat ini saya pasangkan infus dan juga nasal canula karena tuan muda sempat merasakan sesak." jelas dokter Hazen.

Varka mengangguk, "Resepkan obat dan vitamin, berikan kepada Hesa."

Dokter Hazen mengangguk dan pamit undur diri.

Varka menghampiri Casey dan duduk di samping Casey. Tangannya terulur mengambil tangan kiri Casey lalu menciumnya. Dadanya sesak mendengar pernyataan tentang kondisi Casey. Kesayangannya bertambah sakit.

"Sorry, baby."

Varka meminta maaf. Karena ia tahu, mungkin setelah mengetahui kondisi Casey, ia dan seluruh keluarga Madhiaz akan kembali mengurung Casey dalam sangkar emas tak kasat mata.

---------------

Gimana??

Sumpah, lama kelamaan g nyambung euy

CASEY -DiscontinuedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang