Prologue

599 79 61
                                    

Apa kalian pernah memikirkan bagaimana tipe pria idaman kalian? Atau, bagaimana gambaran dirinya menggunakan orang lain sebagai contohnya?

Mungkin hampir semua gadis pernah memikirkan hal seperti itu, tak terkecuali [Name].

Walaupun terlihat seperti tidak peduli siapa teman laki-laki yang dekat dengannya, atau seperti apa lingkaran pertemanannya dengan para gadis lain, [Name] pernah memikirkan hal seperti itu bahkan menganggapnya sebagai hal yang penting.

Berlebihan? Tentu saja, untuk ukuran seorang gadis yang bahkan belum bisa disebut dewasa tetapi memikirkan hal itu sampai sebegitu seriusnya adalah hal yang aneh, bukan? Dia bahkan pernah berpikir untuk tidak menikah tetapi masih sempat memikirkan "tipe pria idaman" yang disukainya layaknya membuang-buang waktu dan tenaganya. Ia akui kalau dirinya begitu konyol-itu sampai ia jatuh cinta pada seseorang yang ia temui di SMA-nya.

Ayato Kamisato.

Oh, tentu saja. Semua orang mengenal Ayato Kamisato. Anak sulung keluarga konglomerat dari keluarga Kamisato, putra satu-satunya dengan tubuh jangkung, rambut panjang dan lembut berwarna sebiru langit yang indah, kulit putih, mata violet muda yang menawan, ditambah wajahnya yang cantik membuatnya terkesan manis juga maskulin.

Tidak hanya itu, dia siswa jenius, disegani guru, andalan sekolah, atlet kendo, pintar berbicara dengan orang lain, tahu cara untuk membujuk orang lain untuk mengikuti keinginannya.

Mungkin jika [Name] diminta membuat tesis mengenai si Ketua OSIS berkompeten ini, dia bisa menyelesaikannya kurang dari seminggu hanya untuk mengaguminya.

Benar, hanya untuk mengaguminya.

[Name] hanyalah seorang pengagum. Dia memang menyukai Ayato Kamisato, tapi bukan hanya dia melainkan hampir satu sekolah menyukainya hingga ada klub penggemar yang dibuat khusus untuknya. Dengan kata lain, [Name] hanyalah salah satu dari banyaknya penggemar Ayato Kamisato tetapi bukan anggota dari klub penggemar itu.

Ada yang pernah bilang kalau olahraga mata terbaik adalah dengan melihat pria tampan, jadi [Name] melakukannya dan dalam banyak kesempatan, dia hanya akan melihat ke arah Ayato Kamisato.

Melihat Ayato dari kejauhan, [Name] merasa jantungnya berdetak lebih kencang. Ia selalu mencoba untuk tidak terlalu mencolok saat mengagumi Ayato, memastikan bahwa pandangannya tetap tersembunyi di balik buku atau kerumunan siswa lain.

Namun, ada satu hari yang tidak biasa.

Hari itu, langit mendung dan hujan turun dengan deras. Siswa-siswa berlarian menuju gerbang sekolah, berusaha menghindari hujan untuk kembali ke rumah dengan segera. [Name] berdiri di bawah kanopi, menunggu hujan reda sambil melihat ke arah langit-langit dan bergumam, "sepertinya hujannya akan lama...."

Saat itulah, Ayato berjalan ke arahnya dengan tenang. [Name] yang segera menyadari kedatangannya berusaha mengalihkan pandangannya dengan panik, tetapi berusaha tetap tenang.

"Kau teman sekelas Ayaka, bukan? Tidak membawa payung?" Tanya Ayato dengan senyum ramah yang selalu membuat hati [Name] berdebar.

[Name] hanya bisa menggelengkan kepala, terkejut bahwa Ayato benar-benar berbicara padanya.

"Ingin jalan bersama?" Tawar Ayato sambil membuka payungnya yang besar. "Aku bisa mengantarmu sampai Halte."

"Eh? Bukankah Senior biasa diantar-jemput dengan kendaraan pribadi?"

Ayato tertawa kecil. "Iya, tapi hari ini aku pulang sendiri karena Ayaka bilang ingin coba pulang dengan kendaraan umum bersama teman-temannya setelah mereka pergi berbelanja."

"Ah, benar. Aku ingat Ayaka pernah bilang begitu."

"Kau tidak ikut mereka?"

[Name] menggeleng. "Aku ada kegiatan klub. Sebentar lagi ada pameran, jadi aku tidak bisa absen."

[18+] Unintended Romance: The Confession That Went Wrong | Tartaglia x Reader!AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang