Chapter 2: Shackles

25 5 3
                                    

Bertemu di Whiteny Cafetaria, ya. Setelah mengirimkan pesan yang baru saja ia ketik pada Juan, Cathleya menyimpan ponselnya di atas meja.

Langkah kakinya perlahan menuju lemari bajunya yang terletak di seberang kasur. Butuh waktu beberapa menit untuk gadis itu mencari pakaian yang cocok, hingga akhirnya dress berwarna pink pastel dengan cardigan berwarna cream sudah berada di tangannya.

Setelahnya, gadis itu berlari kecil menuju kamar kecil untuk membersihkan dan omenyiapkan dirinya serapih mungkin.

Hanya butuh beberapa menit saja untuknya membersihkan diri. Sengaja hari ini ia tak membasahi rambutnya, gadis itu tak ingin repot mengeringkan rambut panjang hampir sepinggangnya yang belum sempat dipotong sedikit lebih pendek.

Gadis berperawakan kecil itu kini sedang berhadapan dengan kaca, guna melihat penampilannya. Kini, Cathleya sudah siap untuk berangkat menemui teman kecilnya.

Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore, tepat di waktu perjanjiannya dengan Juan. Dengan langkah yang terburu-buru, ia membuka pintu mobil dan segera memasukinya.

Cafetaria yang dimaksud Cathleya cukup dekat dengan apartemennya, hanya butuh waktu sekitar lima belas menit. Hingga ia sudah berada tepat di pintu masuk cafetaria tersebut, aroma kopi sudah tercium di penciumannya. Segeralah tangan lentiknya membuka pintu masuk cafetaria.

Cathleya mencari tempat duduk yang memiliki pemandangan luar yang bagus. Di pojok dekat kaca sebelah kanan, menurut gadis itu, paling indah akan pemandangannya.

Cathleya menelpon Juan beberapa kali, namun tak kunjung dibalas oleh lelaki seumurannya itu.

"Astaga! Kenapa tidak diangkat, sih?" jengkel Cathleya.

Sudah menunggu hingga dua puluh menit lamanya, namun Cathleya belum mendapatkan kabar dari Juan. Entah di sana terjebak macet, atau memang Juan lupa. Tapi sepertinya melupakan perjanjian mereka tak mungkin ada di kamus Juan, sedari dulu Juan selalu mementingkan janjinya dari hal apa pun itu.

Ting

Atensi Cathleya kini beralih ke arah pintu masuk cafe, ia pikir Juan yang datang memasuki tempat bernuansa milk coffe, namun ternyata yang ada di pikiran Cathleya berbanding jauh dengan kenyataan. Rasa senang dan lega yang ada di hatinya kini lenyap begitu saja ketika melihat siapa yang datang.

Itu Sebastian!

Mimik wajah gadis itu berubah menjadi panik tak terkendali, melihat Sebastian yang tanpa tertutup oleh masker sedikit pun berjalan menghampirinya yang sudah hampir mendekat rasanya Cathleya ingin lari detik itu juga, namun bunyi dering ponsel menghentikannya.

Juan K. is calling...

"Juan!" Segera gadis itu mengangkat panggilan dari temannya.

"Ah ... Cathie, maafkan aku sungguh! Tiba-tiba saja ayahku menyuruhku untuk datang ke kantornya. Jadi ... maaf sepertinya aku tidak bisa datang ke sana! Lusa aku berjanji akan menjemputmu dan mentraktirmu makanan," ucap Juan dengan tergesa-gesa. Intonasi suaranya terdengar panik, dan ada sedikit rasa bersalah di dalamnya.

"Hi, Leya. Bagaimana kabarmu tanpaku? Kamu terlihat bahagia akhir-akhir ini, mengapa?" tanya Sebastian.

Cathleya yang panik langsung mematikan teleponnya. "Sebastian! Kenapa kamu ada di sini?" tanya Cathleya.

"Kita seperti baru mengenal kemarin. Di mana panggilan kasih sayang darimu?" ucap Sebastian. Lelaki itu menarik bangku yang ada di depan Cathleya dan mendudukinya.

"Kamu tidak bisa mendudukinya! Itu milik temanku!" seru Cathleya.

"Temanmu? Juan maksudnya? Ia tidak bisa datang, kan. Kenapa kamu membohongiku?" Skakmat. Cathleya bingung harus menjawab apa.

"B-bukan Juan!"

"Lalu?"

"Liuna..." cicit Cathleya.

"Liuna?"

"Ya! Jadi sebaiknya kamu pergi," perintah Cathleya. Namun Sebastian tak menurutinya.

"Aku akan menunggu sampai temanmu datang."

"Tidak perlu! Sepertinya kami ingin mengganti tempat..." ucap Cathleya ragu.

Cathleya langsung bangkit dari duduknya dan mengambil tas yang ada di meja. "Aku pergi dulu!"

Sebastian menarik pergelangan tangan Cathleya kuat hingga menabrak dada bidangnya. "Kenapa kamu gemar sekali membohongiku? Apa kamu pikir aku mudah ditipu?"

"Lepas! Aku tidak membohongimu!" bentak Cathleya.

Sebastian mendekap tubuh kecil Cathleya erat, wajahnya mengarah ke samping telinga gadis itu dan membisikkan sesuatu, "Jangan membentakku ... kamu tahu, kita menjadi pusat perhatian."

"Maka dari itu, lepaskan aku, Sebastian. Kamu tidak takut seseorang memotretmu, dan foto kita tersebar di seluruh internet?!" geram Cathleya.

"Itu tujuanku, Sayang. Aku sadar sedari tadi kita diikuti seseorang, itulah mengapa aku memelukmu. Agar semua orang tahu kalau aku sudah memilikimu...," ucap Sebastian penuh penekanan.

Cathleya mendorong tubuh kokoh Sebastian dengan kuat. "Kita sudah tidak memiliki hubungan apa pun, Sebastian!"

Tatapan Sebastian berubah menjadi dingin, tak ada lagi tatapan lembut dari lelaki itu. Cathleya benar-benar mengundang amarahnya. Sedangkan Cathleya yang melihat perubahan wajah Sebastian pun langsung menciut nyalinya. Kini ia hanya terdiam memandang wajah tampan mantan kekasihnya dengan waspada.

"Hah ... kamu membuatku kesal, Leya."

Sebastian lagi-lagi menarik pergelangan tangan Cathleya, namun kali ini lebih kuat sehingga menimbulkan rasa sakit di area tersebut. Langkahnya menuju keluar dari cafe, tujuannya kali ini pergi membawa Cathleya menuju apartemen pribadinya.

"Apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku!" perintah Cathleya, tapi tak diindahkan oleh lelaki jangkung itu.

"Berhenti memberontak, Sayang. Aku memiliki batas kesabaran."

Setelah sampai di depan mobil mewah Sebastian, lelaki itu mendorong tubuh kecil Cathleya hingga masuk di kursi samping pengemudi. Sebastian menutup kencang mobilnya, tak peduli bahwa gadisnya itu yang terkejut di dalam sana.

Sebelum Sebastian ikut masuk ke dalam mobil mewah tersebut, sebelumnya ia menatap mata para penguntit dengan tajam, seakan memberi isyarat kepada mereka. Para penguntit itu pun mengangguk takut dan segera pergi dari sana. Setelahnya, Sebastian masuk ke dalam mobilnya.

Baru saja masuk, Cathleya sudah berteriak minta dilepaskan. "Keluarkan aku, Sebastian!"

"Lucifer. Aku ingin kamu memanggilku itu, Leya," perintah Sebastian mutlak.

"Dalam mimpimu!" Mendengar Cathleya berteriak di depannya, berhasil membuat Sebastian kesal.

"Kalau kamu tidak ingin memanggilku itu, dan terus berteriak di depanku, aku tak segan untuk menyakitimu, Cathleya Melurine. Jangan membuatku hilang kesabaran, mengerti?"

"—jadilah gadis penurut seperti dahulu kala, lalu aku akan memperlakukanmu dengan lembut..." lanjut Sebastian dengan suara rendahnya. Mungkin sebagian wanita akan merasa terpesona, namun tidak dengan Cathleya. Ia ketakutan.

Cathleya terbungkam. Sebastian tersenyum melihat hal itu.

Mobil pun mulai melaju kencang menuju tempat yang tak diketahui oleh Cathleya. Yang pasti, tempat tersebut seperti tempat yang sudah tak lagi dihuni oleh masyarakat biasa. Cathleya tidak akan bisa melarikan diri dari sana tanpa petunjuk yang jelas, dan lebih parahnya lagi Cathleya ini tidak tahu jalan.

Sebastian sangat hafal dengan gadisnya itu, jadinya ia tak perlu menutup mata Cathleya agar gadis itu tak kabur. Cathleya buta map. Ia tak tahu jalan dan sering kali tersesat ke jalan yang salah, maka dari itu Sebastian lah yang akan menuntunnya,

ke jalan penuh kegelapan yang tak berujung membuat gadis itu tak akan pernah menemukan jalan pulang.

...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Still MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang