EMPAT

1.1K 92 11
                                    

Jay is literally a morning person. Itu yang terlihat.

Pukul tujuh, lelaki itu sudah duduk di cafe hotel tempat Mai menginap dengan polo shirt warna camel dan celana panjang hitam. Sebotol air mineral dan sepiring salad sudah tersaji dihadapannya. Ponselnya sudah menelpon nomor lain yang dibawa oleh Mai kurang lebih lima kali, tetapi gadis itu tak juga mengangkatnya. Jay baru saja menyantap saladnya disuapan pertama saat tiba-tiba dia melihat Mai datang dengan wajah lesunya.

"It's too morning to hear your phone ringing continously." Mai langsung duduk di kursi seberang Jay begitu melihat lelaki itu menikmati sepiring saladnya.

Jay tersenyum, menelan suapan pertama saladnya "Buongiorno dolcezza", sapanya yang berarti selamat pagi manis.

Mai mengangguk, "kenapa pagi sekali kau datang kemari?" Menguap dan mengangkat tangannya memanggil waiters untuk memesan segelas hot americano.

"Ini sudah hampir siang, aku sudah selesai melakukan gym session, lalu mandi dan kemari. Ternyata yang aku temui seorang sleeping beauty." Jay masih tidak melepas senyumnya.

Betapa tidak tersenyum, Jay melihat Mai turun menuju cafe dengan celana panjang merah muda, bathrope dengan rambut yang belum dirapikan. Bahkan Jay ragu apakah gadis itu sudah mencuci muka dan menyikat giginya. Tapi entah kenapa itu terlihat menggemaskan di mata Jay.

"I'm not a morning person, my day just started at ten actually." Jawab Mai sambil menyeruput americano-nya, lalu menopang dagunya, menatap Jay. Lelaki itu bagaimana bisa
terlihat sudah sangat segar dengan rambut rapinya dan senyum yang sejak tadi tidak hilang dari wajahnya.

"Mandi dan bersiaplah, sebelum embassy terlalu ramai. Kamu juga butuh sarapan terlebih dahulu kan? Atau mau sarapan di luar? Mencari cafe terbaik untuk membuat harimu bersemangat?" Tawar Jay tanpa menatap Mai, dia masih menikmati sarapannya.

Mai mendengus, lalu kembali menyeruput kopinya, "Kau pro player sepertinya?"

Mengangguk, Jay mengusap bibirnya dengan tisu, "Ya, aku sudah menjadi pemain bola sejak usia lima belas tahun."

"Maksudku bukan itu."

"Lalu apa?" Jay melipat kedua tangannya di meja lalu menatap Mai.

Nah itu yang Mai maksud, sifat Jay memang sopan, manis, menyenangkan dan wow he definetly perfect, tapi untuk Mai sifat lelaki seperti itu harus diwaspadai.

"Kau sepertinya ahli dalam memikat wanita, untuk one night stand atau hal lain mungkin. Playboy?" Ucap Mai.

Jay tertawa, menggelengkan kepalanya ringan, "Kau menyebutku pro player saat orang-orang menyebutku malaikat pelindung mereka."

--

Mobil yang Jay kemudikan berjalan membelah jalanan menuju kantor dimana Mai akan mengurus paspornya yang rusak. Menolak tawaran Jay untuk sarapan, Mai ingin segera menyelesaikan urusannya dan jauh-jauh dari Jay, bukan apa-apa hanya saja dia tidak enak untuk terus merepotkan lelaki itu.

"Kau datang kemari sendiri?" Tanya Jay.

Mai mengangguk, "Iya, aku sangat sial disini."

"Mengapa?"

"Aku memesan agen travel untuk stay disini selama dua minggu, tapi ternyata aku ditipu padahal aku sudah membayar sejumlah uang. Aku nyaris kecopetan, tasku tercebur ke kanal bersama aku. Ah jauh dari perkiraanku."

Jay menatap Mai, mereka masih duduk di ruang tunggu, "Apakah bertemu denganku adalah kesialan bagimu juga?" Tanya Jay, memperhatikan Mai yang mengenakan kemeja hitam dengan rok pendek berwarna coklat. Hampir senada pakaian yang mereka gunakan hari ini.

Mai membalas tatapan Jay, bisa dilihat ada ketulusan didalamnya. Harus Mai akui Jay memang tulus, tidak ada rasa bahaya saat bertemu Jay, tapi waspada tidak ada salahnya kan?

"Sejauh ini tidak, tapi semua tergantung bagaimana kelanjutannya kan?" Jawab Mai.

"Kelanjutannya? Ke pelaminan denganku maksudmu?" Goda Jay yang hanya dijawab Mai dengan bombastic side eyes yang membuat Jay semakin tertawa.

--

Matahari sudah nyaris tenggelam saat mereka menyelesaikan berbagai urusan, setelah ke embassy mereka pergi untuk mendapatkan ponsel baru dan mencoba merestore semua file di ponsel lama Mai. Termasuk urusan perbankan digital yang Mai perlukan untuk bertahan hidup di Venisia.

Jay memaksa Mai untuk makan setelah gadis itu menolak berkali-kali. Bagaimana tidak memaksa, gadis itu hanya minum kopi di oagi hari dan sibuk hingga sore, Jay saja sudah merasa lapar.

Akhirnya mobil mereka terparkir disebuah hall parkir, Jay segera turun, lalu membuka pintu penumpang sebelum Mai melakukannya.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Mai saat melihat Jay membuka pintu untuknya, dengan senyuman yang astaga kapan sih hilangnya senyuman itu!

"Untuk passanger princess Mai. Silahkan." Jawab Jay, kemudian menutup pintu dan memimpin jalan mereka menyusuri gang kecil menuju sebuah restauran fancy.

Jay mengucapkan sesuatu, lalu seorang waiters membawa mereka berdua duduk disebuah balkon, dengan jendela terbuka dan beberapa bunga bermekarang menghiasi pagar pembatasnya, di luar pagar merupakan kanal-kanal kecil dengan beberapa gondola yang lewat, dan jangan lupakan lampu berkelipan yang membuat suasana lebih romantis.

"Tidakkah ini berlebihan untuk makan bersama orang asing?" Tanya Mai saat Jay duduk dihadapannya, setelah sebelumnya lelaki itu menarik kursi untuk Mai.

Jay menopang dagunya, menatap Mai, sungguh gadis dihadapannya ini benar-benar keras kepala dan sangat waspada.

"No, aku suka memperlakukan seseorang dengan baik. Aku bahkan akan menawarimu sesuatu."

Alis Mai naik sebelah, lalu ikut menopang dagu sama seperti yang Jay lakukan.

"Karena kau tidak jelas akan melakukan apa selama disini, dan aku tidak ada kegiatan sampai Fifa Match Day nanti. Bagaimana kalau aku menjadi tour guide mu?" Ucap Jay.

Jay Idzes - The Runaway BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang