DUA PULUH DUA

816 79 2
                                    

Jay dan Mai sedang mengamati apartemen ketiga yang mereka datangi. Cukup mewah dan terletak dijantung kota Turin. Memiliki dua kamar tidur dan full furnish. Warnanya didominasi putih dan hitam, cocok untuk lelaki macam Jay, keren dan elegan.

"Kenapa kau mencari dua kamar tidur Jay?" Tanya Mai saat mereka mengecek setiap sudut apartemen.

Jay berbalik menatap Mai yang berjalan menuju balkon, lalu menyusulnya, berdiri disamping Mai, menumpangkan telapak tangannya pada kepala Mai. "Karena aku ingin sesekali kau kemari menemaniku, jika aku tidak bisa ke Jakarta menemuimu."

"Jay, berapa banyak yang Papaku minta padamu?" Mai berbalik menatap mata Jay, menyelidiki.

Menggeleng ringan, Jay tersenyum manis, "Papamu hanya meminta aku menjadi lelaki yang mampu memberikan segalanya untukmu Mai."

"Kenapa kau selalu membela Papaku?"

Menggenggam kedua tangan Mai, lelaki itu menunduk menatap Mai yang menyimpan kemarahan, "Aku dan ayahku juga tidak sebaik kau dan papa mu darling. Tapi ketika kita diijinkan menikah nanti, aku ingin kita memiliki hubungan yang baik dengan kedua orang tua kita, karena kita juga akan menjadi orang tua bukan."

Mai mengangguk ringan, "Aku punya ide."

"Apa?"

Senyum Mai mengembang, "Daripada pusing memikirkan uang miliaran yang diminta Papaku, bagaimana kalau kau menghamili aku saja?"

Jay tertawa lalu mencubit puncak hidung Mai.

--

Setelah mengurus sewa apartemen yang telah Jay pilih, malam ini mereka berada di salah satu cafe dengan konsep outdoor yang menyenangkan. Lampu dengan tone warm, musik-musik khas italia, orang-orang mengobrol, ukiran patung khas romawi menambah kesan hangat dan nyaman di musim gugur yang mulai terasa dingin.

Jay yang tampan dengan kaos berbalut coat coklat tuanya tengah berjalan santai menenteng tas milik Mai, sementara gadis itu asik mengambil beberapa foto, termasuk foto Jay.

"Jangan terlalu berjalan ketengah darling." Tegur Jay saat Mai hampir masuk ke jalan raya.

Apakah mereka akan hidup seperti ini jika menikah nanti?

Menarik kursi dan mempersilahkan Mai duduk, Jay beralih ke kursinya dan memeriksa beberapa menu, menawarkan alternatif menu untuk dinikmati Mai yang selalu disetujui oleh gadis itu. Melipat ditangannya di meja, Jay menatap kekasihnya dengan penuh cinta. Kalian bayangkan saja sebesar apa rasa yang Jay miliki untuk Mai.

"Ada apa darling?" Tanya Mai saat menyadari Jay menatapnya sepenuh hati.

Mendengar Mai memanggilnya darling, senyum lelaki itu semakin terkembang sempurna. "Aku hanya sedang mengagumi sesempurna ini calon istriku?"

Mai mengangguk, "Kapan kau akan melamarku? Jangan hiraukan papa, ayo lamar saja akuuu."

Jay tertawa, menggenggam tangan Mai, "Kau yakin mau menungguku Mai?"

"Yap"

"Meskipun butuh satu atau dua tahun?"

"Kita kan belum pacaran, jadi ya anggap saja menunggu kau melamarku itu sama dengan pacaran." Jawab Mai santai, selama ada Jay dia merasa semuanya akan aman terkendali.

"Mengapa kau menerimaku Mai?"

"Dan mengapa kau memilihku Jay?" Mai balik  bertanya, menopangkan dagunya pada tangan menatap Jay yang selalu menatapnya dengan lembut. "Kau jawab dulu lalu aku akan menjawabmu."

Mengangguk dan tersenyum, Jay kembali mengenang bagaimana Mai dengan tegasnya menampar wajahnya saat dia akan memberikan nafas buatan, lalu saat Mai terlihat menggemaskan dengan jersey Venezia yang dia kenakan karena bajunya basah akibat terjebur ke kolam, saat mereka makan malam bersama, saat berdansa di pesta topeng dan semuanya. Cara Mai marah, mengumpat, tersenyum, bagi Jay semuanya indah. Satu lagi yang terpenting, Mai membuatnya luluh bahkan tanpa melakukan apapun. Tanpa alasan apapun hati Jay meronta untuk memiliki gadis yabg tengah tersenyum dihadapannya.

"Tidak sulit jatuh cinta padamu Jay. Kamu memiliki semuanya, act of service, bahasamu yang lembut, caramu memandangku, senyummu. That's why I thought you're pro player. Karena kau seloveable itu." Mai menjawab dengan bersemangat saat tiba gilirannya.

"Dan yang terpenting kau tidak gentar dengan papaku." Lanjut Mai menatap Jay bangga.

Sekumpulan orang dengan alat musik dan nyanyiannya muncul, menyanyikan lagu dengan beat menyenangkan yang liriknya Mai sama sekali tidak memahaminya. Tapi beberapa tamu mulai berdiri ikut bernyanyi dan mulai berjoget bersama.

"This is a normal random night in Italia, darling" kata Jay berdiri, mengulurkan tangannya pada Mai.

Mengajak gadis itu berjoget dan bergembira bersama pengunjung lain. Dibawah langit malam dan gemerlap lampu, bersama riuhnya tepuk tangan dan nyanyian lagu cinta, Jay memeluk Mai dan mencium lembut gadis itu untuk yang kedua kalinya.

"I love you Mai."

Jay Idzes - The Runaway BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang