DELAPAN

967 95 3
                                    

Mobil sedan hitam mewah yang Jay tumpangi melaju kencang membelah jalan bebas hambatan menuju ke barat, Tuscani. Mereka akan menempuh perjalanan kurang lebih tiga setengah jam untuk menuju ke tempat yang Jay janjikan. Keduanya menikmati bagaimana cuaca cerah dari sinar matahari yang menembus kaca mobil mereka. Alunan lagu cruel summer milik Taylor Swift berputar, diikuti suara Jay dan Mai yang bernyanyi dengan semangat.

"Kau suka Taylor Swift?" Tanya Mai saat mobil mereka mulai melewati perbatasan kota.

"Aku suka mendengar semua musik. Kau suka?"

"Ya, semua lagunya sangat enak untuk didengar dan dinyanyikan ulang."

Jay mengangguk setuju, "Masukan ke whistlist kita bisa menontonnya suatu hari nanti."

Mai tertawa, diikuti senyuman dari Jay, "Kau yakin kita akan bertemu setelah ini?" Tanya Mai, menatap Jay yang terlihat berkilauan dengan kacamata hitamnya.

"Kau tidak ingin?" Jay balik bertanya, tatapannya masih fokus ke jalanan.

"Aku tidak yakin, kita akan kembali ke hidup kita masing-masing setelah ini. Aku akan ke Indonesia, kau akan tetap disini bukan melanjutkan Serie - A mu."

Ada jeda beberapa saat sebelum Jay memarkirkan mobilnya disalah satu rest area. Lelaki itu melepas kacamata hitamnya dan menatap Mai, "kalo begitu, kita hidup bersama saja?" Tawar Jay sambil memainkan alisnya dan tersenyum, membuat Mai tertawa.

Jay turun dari mobilnya, mengenakan topi putih dan membuka pintu untuk Mai, lalu mengambil topi lain berwarna biru dan dia pasangkan ke kepala Mai. Mengulurkan tangannya untuk menggandeng Mai.

"Jay berhentilah." Rengek Mai yang dibalas tawa ringan oleh Jay.

Lelaki itu masih menggandeng Mai sampai mereka berhenti di salah satu kedai kopi untuk membeli minuman dan beberapa cemilan.

"Bagaimana kalo aku tidak bisa berhenti?" Jawab Jay menyambung pertanyaan Mai tadi.

"Berapa banyak wanita yang pernah kau perlakukan semanis ini?" Mai mengantri di kasir bersama Jay, mereka tengah memilih menu apa saja yang akan mereka pesan.

"Setelah tujuh bulan tanpa wanita, ku pikir hanya kau." Jawab Jay diikuti tawa Mai.

--

Tuscani, Italia

Mereka tiba di Tuscani dengan tujuan pertamanya yaitu Menara Pisa. Jay berjalan sambil mengenakan ransel kecil milik Mai dipundaknya yang membuat Mai terus tertawa tanpa henti.

"Berbaliklah, sungguh aku ingin memotretmu dengan memakai tas ranselku." Ucap Mai, menuruti keinginan gadis itu Jay memunggungi Mai, memastikan tas gadis itu terlihat, lalu mengangkat kedua jarinya dan menengok sambil tersenyum.

"Oh my god, kau lucu sekali Jay." Ucap Mai sambil tertawa.

Jay mendekati Mai, ikut melihat hasil jepretannya, lalu melingkarkan lengannya di bahu Mai. Disengaja tentu saja, membuat Mai melihat tangan Jay dan wajah Jay bergantian.

"Baik, tidak-tidak." Jay menarik tangannya kembali dan berjalan terlebih dahulu minggalkan Mai. Membuat gadis itu tertawa lalu mengejar Jay, dan meletakkan tangannya ke pinggang Jay, yang dibalas dengan rangkulan Jay pada pundak Mai.

Hai matahari musim panas dan semilir anginnya. Lihatlah betapa Jay dan Mai begitu menikmati waktu bersama mereka. Kalian tau, melarikan diri dari perjodohan pernikahan untuk bertemu orang asing ternyata tidak seburuk itu. Apalagi lelaki itu Jay Idzes.

Sungguh lelaki itu memperlakukan Mai dengan sangat sempurna. Mana mungkin Mai tidak menaikkan standard calon suami nanti ketika dia kembali ke kehidupan nyatanya setelah dia bertemu Jay Idzes?

Gadis itu akan memasukkan kriteria, tinggi, tampan, murah senyum, mengalah, menjaga, lembut, dan sederetan sifat Jay lainnya untum menjadi calon suaminya nanti. Lalu kenapa bukan Jay saja?

Mereka sedang duduk di cafe terbuka dengan latar para wisatawan berlalu lalang. Mereka menikmati berbagai kudapan sambil mengobrol ringan, diselipi canda dan tawa keduanya.

Act of service Jay memang tidak diragukan lagi. Lelaki itu sedang sibuk menelpon dengan bahasa Italia saat Mai menunduk untuk mengambil garpunya yang terjatuh dibawah meja saat ditatapnya tangan Jay menutupi sudut meja dengan tangannya, mencegah Mai terbentur. Hal tersebut tentu membuat Mai menahan senyumnya, bagaimana bisa ada lelaki seperti Jay?

"Kegiatan pertama kita besok pagi adalah olahraga, setelah semua makanan yang kau pesan siang ini masuk ke perutku." Keluah Jay.

"Nanti malam apa yang akan kita lakukan?" Tanya Mai.

Jay menelan makanannya, lalu mengelap sudut bibirnya dengan tisu. "Kita bisa memanggang daging dan minum wine?"

"Aku penasaran seperti apa villa yang kau tawarkan."

Mengangguk, Jay melipat kedua tangannya di meja "Kau akan menyukainya sungguh."

"Aku tidak sabar melihatnya." Ucap Mai.

Lelaki itu berdiri, kembali mengenakan kacamata dan topinya, lalu memakai tas Mai. "Kalo begitu, ayo kita lanjutkan perjalanan." Ucap Jay sambil mengulurkan tangannya yang disambut dengan tangan Mai, kali ini tanpa protes dari gadis itu, hanya ada senyuman manis yang terukir.

Jay Idzes - The Runaway BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang