Seseorang pernah bertanya padaku.
Apa cita-citamu?
Sejujurnya tidak ada.
Lalu apa harapanmu?
Harapan yaa?
Tidak memiliki harapan.
Menurutku dunia tak patut diharapkan.
Ini pemikiranku yang sekarang.
Jika dulu?
Anak kecil tentunya memiliki impian sangat polos dan masih terlalu suci untuk mengerti arti kehidupan.
Sama sepertiku dulu.
Ketika aku mulai tertarik pada sesuatu aku langsung berkata dengan lugas bahwa aku juga ingin!
Sejak duduk dikelas 3 SD aku sudah suka bernyanyi merasa percaya diri dan yakin bahwa kelak aku akan menjadi idola yang terkenal.
Ketika melihat di layar Tv para penyanyi yang dengan bangganya berada di puncak mereka.
Mengenakan pakaian branded dengan makeup yang memberikan kesan menawan membuatku langsung terpikat.
Ketika aku sudah diperbolehkan memegang benda pipih yang dulu menurutku sangatlah mahal aku langsung membuka semua aplikasi yang membuatku penasaran.
Apapun yang kusuka pasti kan ku raih dan dapatkan.
Sampai kakak sepupuku mengenalkan ku pada para sosok yang naik ke atas panggung.
'Mereka sangat cantik suaranya merdu andai aku bisa seperti mereka.'
Itu katanya.
Kata-kata yang membuatku mendengus mendengarnya.
'Dih cantik dari mananya gitu aja disukai.'
Aku menjawab dengan judesnya.
Kakak sepupuku menatapku dengan tatapan tak dapat diartikan.
'Awas aja karma itu nyata.'
Lalu kejadian serupa kembali kali ini bukan girlband melainkan boyband yang kala itu tengah berada di puncak hasil jerih payah mereka.
Bangtan Sonyeondan.
'Mereka tampan sekali, Ai lihat ini.'
'Tampan dari mana Jamet begitu.'
Kakak kelasku menatap tidak suka padaku meraih bahuku.
'Jika karma sudah ada dihadapmu maka aku orang pertama yang akan tertawa paling kencang, bocah.'
Aku tentunya tak mengindahkan perkataan mereka kala itu sebelum Covid-19 datang membuat para manusia tidak dapat beraktivitas selama beberapa tahun.
Dan boom....
Malu sejujurnya tapi karma memang benar adanya aku mulai tertarik pada girlband bernama Blackpink kala itu.
Menonton acara keseharian mereka sampai aku berhenti setelah mendapat ceramah panjang lebar dari ibu negara tentang seberapa borosnya aku terhadap kuota.
Baiklah itu belum seberapa kekhilafah ku membuat telinga ku berdengung.
Yang lebih parah kala itu ketika menonton film di layar Tv.
Kau tau apa?
HWARANG!!!
K-drama pertama yang ku tonton dan langsung terpikat pada pemeran bernama Han-Sung.
Definisi double kill yang sesungguhnya.
Karena kakak tingkatku selalu menunjukkan rasa sukanya yang berkaitan pada hal-hal tentang dunia hiburan dan jelas selalu ku tanggapi dengan kalimat sarkas.
Tapi mau bagaimana lagi nasi sudah menjadi bubur setidaknya aku tidak terlibat percintaan.
Itu cita-cita ku yang masih lugu dan polos dan sejujurnya ketika ada tugas untuk menuliskan apa cita-citamu aku hanya menuliskan IDOL.
Namun semakin bertambah dewasa semakin aku menyadari bahwa aku tidak layak menjadi seorang publik figur.
Terganti keinginan untuk menjadi Psikolog karena bermain Tiktok menampilkan hal-hal tentang jati diri membuatku lagi percaya bahwa aku sudah mengenal diriku sendiri.
Bocah naif!
Rasanya ingin mengutuk pada harapan ku yang memalukan namun aku memegang prinsip Love yourself.
Menurutku harapan palsu setidaknya dapat membuat formalitas tentang apa cita-citamu tuntas.
Jadi enjoy the time saja.
Hidup itu seperti hitam putih.
Terkadang membawa kebahagiaan namun ada kalanya itu menjadi Boomerang untuk diri sendiri pula.
Jadi jika ditanya arti kehidupan tentunya ku jawab Netral.
Tidak buruk namun tidak baik pula.
“Nak kemarilah kau ku lahirkan bukan untuk tidak berguna.”
Sarkas!
Begitulah lingkungan hidupku.
Jadi jangan heran jika aku nantinya berkata pedas padamu.
“Ma! Hati mungil anakmu terluka.” membuat drama sudah menjadi makanan sehari-hari ku.
“Hentikan itu!” mamaku membuat wajah seolah-olah ingin muntah.
Ku balas putaran mata.
“Bantu aku memasak.”
“Berapa gaji yang kudapat.”
Plak!
Geplakan sayang ku dapat.
“Sehari kau ku jatah makan tiga kali tidak cukup.”
Aku cengengesan.
•
•
•“Makanlah tuan putri yang terhormat yang sudah membuatnya.”
Mamaku menyajikan makanan di atas tempat makan dengan sindiran untukku.
“Anak perempuanmu hebat.” ayah mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Ai memang tidak pandai memasak.” adikku menanggapi santai.
Tanganku ku kibas-kibaskan.
“Jangan menyudutkan ku sedemikian nya, setidaknya anak kalian ini sudah mencoba.” belaku.
Mereka mendengus.
“Lalu kenapa tidak mencoba berlatih motor anak ku sayang.”
Skakmat.
“Ma berhentilah membahas hal ini lagipula sejak kapan ada peraturan anak dibawah 17 tahun diperbolehkan mengendarai kendaraan.” aku berucap sengit.
“Benar si anak dibawah 17 seharusnya tidak membawa kendaraan tapi belajar sekarang apa salahnya.” mamaku mengedik bahu.
“Terserah lah malas aku.”
Aku tidak berselera makan.
•
•
•“Besok hari Minggu.” Aku bermonolog.
Bibirku berkedut dadaku terasa sesak.
“THE DAY OF LAZYING AND STAYING UP LATE HERE I COME!!!”
“BOCAH GILA BERHENTI BERTERIAK.”
“MAMA JUGA SAMA!”
'Ya tuhan cobaan apa ini.' batin sepasang ayah dan anak yang tertekan.
{𝐁𝐄𝐓𝐖𝐄𝐄𝐍 𝐋𝐈𝐅𝐄 𝐀𝐍𝐃 𝐃𝐄𝐀𝐓𝐇}
Cp.1
Kebahagiaan itu diciptakan untuk kehancuran.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐄𝐓𝐖𝐄𝐄𝐍 𝐋𝐈𝐅𝐄 𝐀𝐍𝐃 𝐃𝐄𝐀𝐓𝐇
Teen FictionManusia selalu dihantui dengan dua pilihan. Antara hidup dan mati. Antara berkorban atau menjadi korban. Antara terus berjuang atau menyerah. Dan juga... Selalu diberi pilihan untuk menjadi boneka dunia... atau... membonekakan dunia.