508

382 54 4
                                    

Dalam dunia gelap para penghisap darah, manusia yang suci merupakan makhluk yang harus dihindari lantaran aroma mereka yang memabukkan. Karina sebelumnya tak begitu yakin akan hal itu. Ia tau manusia yang beraroma manis itu sebenarnya ada banyak, misalnya saja anak-anak. Hati dan pikiran mereka yang masih bersih belum terkontaminasi oleh godaan duniawi yang mengundang dosa. Namun tak pernah barang sekalipun muncul hasrat dalam dirinya untuk memangsa anak-anak, semanis apapun aroma mereka.

Karina bersumpah, seumur matinya naluri penghisap darahnya tak pernah terangsang sebegitu cepat. Ia masih tak habis pikir bagaimana kedua taringnya tiba-tiba mendesak muncul tanpa perintah, bagaimana ketika kepalanya mendadak terasa ringan tatkala aroma si pelacur memasuki indera penciuman dan menggelitik sarafnya. Pandangannya seketika berkabut. Darah yang mengalir dalam nadinya yang tak berdenyut tiba-tiba berdesir akut.

Mungkin gejolak aneh yang sempat terpercik dalam tubuhnya itu membuat ia penasaran. Namun bagaimana seorang pelacur bisa memiliki aroma manis yang sememabukkan itu menjadi alasan Karina kini berdiri di depan pintu kamar 508.

Pintu diketuk sekali. Dua kali. Tiga kali. Hingga saat akan diketuk untuk yang keempat kalinya, pintu itu akhirnya terbuka.

Satu langkah Karina melenggang memasuki kamar. Dan saat itu juga seketika aroma yang sama —seperti yang sebelumnya hampir membuat dirinya kehilangan kewarasan itu— menusuk inderanya. Karina mengutuk dirinya sendiri begitu kedua taringnya memaksa hendak timbul lagi. Namun melihat suasana kamar yang tak dihidupi penerangan, ia berpikir wujudnya bukanlah sesuatu yang harus dikhawatirkan.

Karina menemukan seorang gadis dengan postur yang lebih mungil berdiri tepat di hadapannya begitu ia menutup pintu dan membalik badan. Meski dalam pencahayaan ruangan yang remang-remang, ia bisa melihat bahwa gadis itu memiliki paras yang memikat. Rambut panjang yang terurai lurus ke bawah, tubuh kecil yang terbalut mini dress ketat yang hanya menutupi bagian dada hingga atas paha. Meskipun Gadis itu hanya berdiri menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata apapun untuk menyambut klien-nya.

Dan entah kenapa aroma manis gadis itu perlahan-lahan mulai menghilang. Entah Karina yang mulai terbiasa membaui aromanya atau mungkin hasrat untuk melakukan dosa mulai menggerus kesucian gadis itu, Karina tak begitu peduli. Ia bisa merasakan taringnya yang sebelumnya mendesak muncul perlahan-lahan tenggelam kembali.

Gadis itu masih tak bergeming. Oleh karenanya Karina berinisiatif untuk memecahkan keheningan.

"Winter Kim?"

Gadis itu tak menjawab. Ia hanya bergerak dengan gerakan yang tampak ragu, kemudian melangkah maju dan mengalungkan kedua lengannya pada Karina di bahu.

Rayuan merupakan senjata utama seorang pelacur. Oleh karena itu Karina sedikit dibuat terheran begitu menyadari kecanggungan si manusia yang seolah-olah tak terbiasa melakukan hal intim semacam itu. Lagipula pelacur mana yang kenal malu?

Kini jarak mereka begitu dekat. Karina bisa melihat paras gadis itu dengan lebih leluasa. Poni lurus yang jatuh di atas mata memayungi tatapannya yang tampak sendu dan sayu. Pencahayaan yang minim tak mampu meredupkan kulitnya yang seputih salju. Pipinya berisi namun tirus. Bibir mungilnya mengulum merah semu. Ah, yang benar saja, kenapa gadis secantik ini memilih untuk menjual harga dirinya?

Maka tanpa pikir panjang Karina segera mengikis jarak di antara mereka hingga kedua bibir mereka bertemu. Tangannya bergerak menyentuh pinggang jalang yang mengaku dirinya bernama Winter itu. Perlahan merambat naik mengikuti lekuk tubuh hingga meremat dan menariknya untuk memperdalam ciuman. Bahkan ketika erangan Winter terdengar, bibirnya masih belum ingin melepaskan ranum si manusia.

Pagutan itu masih berlanjut ketika Karina menuntun Winter ke ranjang dan mengurung gadis itu di bawahnya.

Sebenarnya Karina tak ingin melakukan yang lebih jauh lagi, namun ada satu hal yang ingin ia pastikan. Ia lantas memberi gigitan kecil pada bibir bawah Winter untuk mendapatkan celah dan menerobos masuk dengan lidah. Winter sontak meremat baju pemudi di atasnya, terkejut dengan perlakuan Karina yang semakin liar. Ritme yang semakin cepat, suara decakan yang penuh nafsu, napas yang memburu akibat kehabisan oksigen. Bahkan ketika cengkraman Winter kian erat, Karina masih tak ingin berhenti. Tangannya justru memulai permainan yang lebih lagi dengan menelusup dibalik dress yang Winter kenakan. Ketika Karina hendak melucutinya, di saat itulah Winter tersadar dan lantas mendorong Karina, mengakhiri sesi panas mereka.

Unregretful Sin [jmj]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang