Kota Seoul tidak pernah tidur. Terang ataupun gelap, tiap sisinya selalu punya giliran untuk hidup.
Dan malam itu, lagi-lagi Karina tenggelam dalam riuhnya lautan manusia. Dentuman musik yang menggelegar ke seisi penjuru club seolah membuat jantungnya yang mati ikut berderu. Gelas-gelas kaca beradu. Sayup-sayup obrolan berpadu layaknya gemuruh. Euforia para manusia yang tak kenal lelah meluap di lantai dansa, tersiram kelap-kelip lampu neon yang menjadi nyawa suasana.
Di sini merupakan tempat di mana dua orang asing yang saling bercumbu dan bercinta adalah hal wajar. Tempat di mana gerombolan pemuda-pemudi yang menghisap ganja dianggap keren dan kekinian. Bahkan juga tempat di mana orang yang tak meneguk alkohol dikatai pecundang.
Menjijikkan.
Lupakan ironi bahwa Karina pernah menjadi bagian dari kaum manusia. Tapi apakah sungguh dirinya jauh lebih menjijikkan dari manusia-manusia liar itu seperti yang selama ini selalu Giselle katakan? Karina tidak yakin. Ia takkan pernah mempercayai itu sebelum ia mengetahui fakta nyata tentang kehidupannya di masa lalu.
Dan yang jelas, jika bukan karena harus menjalankan kewajibannya sebagai penebus dosa, Karina takkan pernah sudi berada di antara para pendosa.
"Oh, lihat. Siapa yang datang kemari atas kehendaknya sendiri malam ini?"
Si penuntut dosa-nya tentu ada di sini. Mendapati Karina terduduk sembari menghisap selenting batang rokok di sudut ruangan tempat biasa ia menyendiri. Dan Karina sudah bisa menebak bahwa ia akan menjadi bulan-bulanan Giselle sepanjang hari.
"Berharap si gadis pujaan berani kembali datang ke sini setelah hampir mati ditikam manusia jadi-jadian sepertimu, huh?"
Karina mendengus kasar, membuat segempul asap terhembus dari parunya. "Sudah aku bilang, aku tidak jatuh hati pada Winter Kim, sialan."
Gelak tawa menyebalkan Giselle terpekik spontan. Lantas ia menjatuhkan diri di atas sofa, duduk di samping Karina dan merangkul pundak si penebus dosa-nya itu. "Kau selalu terpaksa datang ke sini jika aku ajak. Memang apa alasanmu datang kemari selain karena gadis itu?"
Sejujurnya apa yang dikatakan Giselle tak sepenuhnya salah.
Ada banyak pertanyaan yang hinggap di benak Karina semenjak ia meninggalkan hotel itu dengan gegabah. Ia tak mengerti mengapa kedua taringnya tak kunjung tenggelam meski telah jauh pergi, menenangkan diri di apartemennya. Ia tak mengerti mengapa sentuhan lembut Winter masih terasa membekas di kulit wajahnya. Ia tak mengerti mengapa aroma manis darah si pelacur seakan berkabut di relung kepala, menjejak saraf-sarafnya, membawanya mabuk setengah gila. Dan ia tak mengerti mengapa suara bisikan, rintihan rapuh dan isak tangis gadis itu seolah terus berdengung di gendang telinganya. Semakin Karina merasa, semakin ia menghasrat. Semakin ia menghasrat, semakin ia merindu.
Karina tak mengerti. Sesuatu di dalam dirinya jelas menginginkan gadis itu.
Tapi, atas dasar apa?
~°~°~
"Kau sedang jatuh cinta."
Begitu persisnya ucapan Giselle yang Karina anggap sebagai asal bunyi itu.
Karina bukanlah pribadi yang suka berbohong. Keingintahuan Giselle tentang bagaimana Karina mendapatkan luka yang menyebabkan tangan kanannya remuk hingga harus diperban, membuatnya tak ragu menceritakan semua kejadian. Tentang dirinya yang diundang oleh jalang bernasib malang hanya untuk menangis sesenggukan dalam dekapan. Tentang dirinya yang harus menancapkan taring pada lengannya sendiri demi mencegah naluri penghisap darahnya lepas kendali. Hingga sentuhan magis yang seketika mengembalikan kesadarannya utuh kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unregretful Sin [jmj]
VampireSemua manusia memiliki dosa yang takkan pernah mereka sesali hingga mati. winrina modern vampire au.