Hari pernikahan tiba, pernikahan Desi dan Mardi berjalan dengan sangat lancar. Para muda mudi menganggap hari ini sebagai hari patah hati. Dikarenakan kedua primadona kampung telah menemukan jodohnya masing-masing.
Keduanya sepakat menempati tempat tinggal Desi, lagipula rumah itu kosong tak berpenghuni. Mereka dimadu asmara yang bergelora, senyum mengembang sepanjang hari pernikahannya. Tanpa lelah mereka menjabat satu persatu tamu undangan, tidak apa, rasa lelah itu langsung hilang begitu melihat wajah pasangannya.
Jarak usia mereka hanya sekitar lima tahun, Mardi tentu lebih tua dari Desi. Dulunya Desi memang menikah muda, umurnya baru 21 tahun kala itu, wajar saja kalau emosinya masih labil.
Pernikahannya yang lalu ia jadikan pelajaran sebagai salah satu perjalanan hidupnya. Tentang bagaimana cara melayani suami dengan baik, menemaninya di kala penat, dan selalu ada di setiap kesulitannya sekecil apapun. Desi akan mengulang hidupnya dari awal, bersama orang baru yang masuk kedalam kehidupannya mulai sekarang.
Untungnya acara pernikahan mereka diadakan di balai desa. Jadi begitu pulang ke rumah, mereka bisa beristirahat dengan tenang, dan melakukan aktivitas selayaknya pengantin baru di malam pertamanya.
Mardi sudah mandi, dan dia sedang menunggu istrinya menyelesaikan acara mandinya. Jantungnya tetap berdebar meskipun ini bukan pertama kali bagi keduanya. Bingung mau ngapain, akhirnya Mardi memilih memainkan ponsel miliknya. Di ponselnya cuma ada aplikasi WhatsApp dan Facebook.. dia cengar-cengir aja tuh ngeliatin story bapak-bapak yang mengucapkan perkawinannya.
Pintu kamar itu tiba-tiba terbuka, semerbak wangi mawar langsung menyerbu indera penciuman Mardi. Dia terpesona, iya terpesona, kepada istrinya sendiri. Wajah segarnya sehabis mandi, rambutnya yang di cepol asal, dan tubuh montoknya yang dibalut daster setinggi lututnya.
Desi masuk sembari membawa segelas air putih di tangannya. "Mas mau?" Tawarnya pada lelaki itu, tanpa memerhatikan raut muka sang suami yang terpesona akan kecantikannya.
"Ehem, engga dek.. sini." Mardi menggeser sedikit tubuhnya, menyuruh Desi berbaring di sebelahnya.
Kamarnya sudah dirubah sedemikian rupa. Tidak lagi memakai kasur lantai, melainkan ranjang yang terbuat dari kayu jati, dijamin kuat dan aman apabila digunakan untuk bercinta sepanjang malam.
Desi merebahkan tubuhnya yang baru terasa pegal. Kakinya lecet akibat heels yang ia kenakan selama acara berlangsung.
Mardi jadi nggak tega, melihat istrinya dengan wajah kelelahan. Desi memejamkan matanya, tubuhnya ia dekatkan pada tubuh Mardi, memeluknya. "Capek banget ya dek?" Tanya Mardi sembari mengusap-usap punggung istrinya.
"Mas pijitin ya, mana sayang yang pegel." Desi menengok, menampilkan raut mukanya yang manja, "Kakinya mass pegel.."
Mardi mendudukan diri, meletakkan kedua kaki Desi ke atas pahanya. Dengan telaten dan hati-hati ia mulai memijat tungkai kaki tersebut. "Aduh kakimu lecet-lecet ini dek, perih nggak tadi pas mandi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Desi penjual jamu
Fanfictionhanya perjalanan kisah seorang janda penjual jamu.