I - Godaan Bapak Mertuaku

8.9K 86 12
                                    

Suara gemuruh badai diluar, sementara diriku setengah basah karena harus berlari dari dalam mobil menuju ke teras rumah. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam saat itu, jam biasa aku pulang ke rumah.

Sementara dari dalam tercium aroma rempah yang kuat memenuhi bahkan sampai ke ruang tamu rumah kami. Jarang sekali aku melihat Tina memasak, pikirku. Berbekal penasaran, aku berjalan dengan baju yang setengah basah ini ke dapur.

Alangkah terkejutnya aku, bukan Tina yang kulihat disana, melainkan Bapak Mertuaku yang menggunakan celemek dapur berwarna merah muda (sepertinya milik istriku yang jarang sekali dipakainya) dan setelan kaos oblong putih dan celana pendek di atas lutut.

Melihat penampilannya yang seperti itu saja sudah membuat birahiku naik. Gairah dan rasa gemasku bertambah berkali kali lipat saat aku melihat Pak Hasan berpenampilan seperti itu. Rasanya aku tinggal memeluknya dari belakang, dan melucuti celana pendek yang dipakainya!

"Bapak? Masak?" Tegurku basa basi, meskipun saat itu dia tidak langsung menyadari keberadaanku, wajar saja karena suara gemuruh badai begitu besar.

Ia menoleh, beralih dari masakannya itu. "Loh, Abi. Udah pulang toh?" Dia menyadari diriku yang setengah basah ini. "Walah, kamu keujanan, ya? Keringin badan kamu dulu sana. Ini Bapak kebetulan buat sup buat ngangetin badan." Sambungnya.

Aku yang terheran dengan sikap "keibuannya" itu hanya mengangguk dan menuruti perkataannya bahkan secara tidak sadar. Kini aku sudah bersih sepenuhnya sehabis bilas dan mengeringkan diri.

Mengambil smartphone yang kutinggal di meja tengah, ternyata istriku tidak bisa pulang dikarenakan terjebak badai dan beberapa kali meneleponku namun tak terjawab karena aku memang sedang di kamar mandi.

"Bi, makan dulu, udah bapak siapin sini!" Suara bapak terdengar dari meja makan rumah kami dan ia melanjutkan memanggil Rizki dan Farel, Anakku untuk ikut makan di meja makan.

Farel dan Rizki memakan dengan lahap, sementara aku memandangi mereka yang begitu menikmati makanan buatan kakeknya itu.

"Cepet dimakan, Bi. Nanti keburu dingin, gak enak." Perintah Bapak mertuaku itu melihat diriku yang berdiam diri. Sesendok kaldu sup ayam masuk ke dalam mulutku, rasanya benar benar menghangatkan. Gurih kaldu menyatu dengan lembutnya nasi, benar benar kombinasi sempurna untuk tenang di tengah badai seperti ini.

"Bapak emang suka masak pak?" Tanyaku di tengah makan malam bersama kami. Ia mengangguk, "Iya, saya suka. Justru dulu istri saya, Ibunya Tina, sepertinya lebih suka masakan saya ketimbang saya sendiri." Dia tertawa dengan lepas, diikuti dengan pekikan diriku itu.

"Tapi ibu jarang masak pak." Celetuk Anakku, Farel. Menghentikan tawa kami sejenak. "Iya, dari awal memang ibumu, Tina, adalah anak yang seringkali saya manjain. Tapi sifat kerja keras ibunya itu benar benar menurun ke dia." Aku mengangguk, tanda setuju dengan Pak Hasan, bagaimanapun dia adalah Ayah istriku, yang mengenal istriku lebih lama.

Memang benar, Tina itu adalah pekerja keras. Namun, selalu ada sisi baik dan buruk seseorang. Baiknya, dia menjadi perempuan kuat dan mandiri, kurangnya, sebagai istri perhatiannya begitu kurang dengan suaminya sendiri, dia selalu sibuk bekerja.

Bahkan, saat ini bisa saja aku menjemput Tina menggunakan mobil, tapi kalau ku tawarkan, dia pasti menolak dengan alasan itu merepotkan dan lebih baik menunggu badainya selesai saja.

Perbincangan hangat itu berakhir begitu saja dikarenakan makanan diatas meja makan yang luput habis. Rizki dan Farel membantu kami membawa bekas peralatan makan yang kotor ke dapur untuk di cuci.

"Udah pak, biar saya aja yang cuci. Tadi bapak kan udah masak." Ujarku menawarkan diri untuk mencuci peralatan kotor yang menumpuk itu. Dia membalas dengan anggukan, "Ohh, yaudah. Bapak mandi dulu deh kalau gitu ya." Ujarnya.

Kini aku membersihkan peralatan kotor di wastafel, sementara Bapak masuk ke dalam kamar mandi. Letaknya tepat di samping kiriku, karena kamar mandi dan dapur menyatu. Aku bisa mendengarkan suara air keran mengalir di dalam sana.

Tiba tiba, terbesit dipikiranku untuk melakukan hal hal yang sama seperti kalian pikirkan. Aku menelan ludah, gundukan di bawah celana kolorku ini kembali naik.

Apa jadinya jikalau aku bisa melihat tubuh bugil bapak mertuaku di dalam sana?

Pikiran jahat itu terngiang-ngiang di dalam kepalaku, jantungku berdegup kencang bahkan membuatku tak fokus untuk sekedar mencuci piring. Aku melirik ke pintu kamar mandi tersebut, nafasku terengah engah, mengingat sebagaimananya aku berjuang menahan nafsuku ini cukup lama.

Aku menyerah dengan pikiran jahat ini dan berjalan perlahan ke depan pintu kamar mandi. Aku bisa mendengar suara gebyar-gebyur air gayung. Dibalik itu, aku hanya bisa membayangkan tubuh basah Bapak mertuaku tanpa sehelai benang pun terpampang di depan mataku.

Bagaimana bentuk utuhnya? Aku ingin melihat pusaka bapak mertuaku, aku ingin melihat semuanya! Membuatku menelan ludah berkali kali. Bola mataku mencari celah ataupun tempat yang tepat untuk mengintip kegiatan Bapak mertuaku disana.

Dan ketemu! Ada sebuah tempat ventilasi lama diatas langit langit kamar mandi rumah kami, dulunya itu tersambung dengan lantai dua untuk menjemur pakaian, namun seiring berjalannya waktu rumah kami dimodifikasi menjadi lebih baik. Kesampingkan soal itu, kini aku sudah bisa melihat kesempatan di depan mata.

Aku mencari-cari kursi sebagai pijakanku, menaruhnya tepat dibawah ventilasi lama kami dan mulai naik keatas. Dadaku berdebar sangat kencang, nafasku sedikit tidak beraturan karena rasa menggairahkan ini. Suara hamburan gayung tidak terdengar lagi, sepertinya bapak sedang sabunan atau semacamnya.

Kini aku sudah berdiri diatas sana, membungkukkan sedikit badanku, mencari celah paling tepat untuk melihat wujud bugil Bapak mertuaku sendiri, dengan kulit putih mulusnya itu tanpa sehelai benang-pun....

Dan, pemandangan yang kulihat dari celah kecil disana adalah.....

. . . . . . .

BERSAMBUNG!

• • •

Halo, Readers!

Filavadiva disini.

Waduh, si Abi kira kira bisa gak ya ngikutin nafsunya itu dan ngintip Pak Hasan dengan nakal?!

Kira kira, gimana menurut kalian, Readers!

Ditunggu ya karena Eps berikutnya pasti akan update kedepannya, atau mungkin..?

Selama kalian meng-vote cerita ini dan meramaikan komen, Author Filavadiva akan terus semangat dan berusaha untuk melanjutkan cerita ini, Readers! Jadi jangan lupa untuk terus voting ya :"(

Semoga aja cerita ini ga kena banned untuk yang ke sekian kalinya! Terimakasih, Readers!

— FV

MENAKLUKAN BAPAK MERTUA [SEASON I END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang