02

353 42 6
                                    

Heksa setengah melamun selama perjalanan, beberapa kali tak fokus buat ia hampir terlibat kecelakaan beberapa kali jika saja ia tak cepat sadar dan banting stir mobilnya untuk hindari pengendara lain.

Pikirannya dipenuhi oleh sosok Septian, Septian saat masih duduk di sekolah dasar, Septian yang selalu menyukai ice skating seolah itu adalah bagian darinya, dan Septian yang datang padanya, bercerita dengan wajah datarnya tentang ketertarikannya pada sosok adik kelas mereka— kepala Heksa memutar memori-memori itu tanpa diminta, menambah perasaan sesal pada dirinya.

Heksa hentikan laju mobilnya tepat didepan gerbang rumah minimalis berlantai dua yang sudah lama tak ia kunjungi.

Rumah Septian yang entah kenapa selalu terasa sehangat rumahnya sendiri.

Pintu kayu ber cat putih ia ketuk dua kali, menunggu dengan sabar saat mendengar suara seorang gadis menyahut dari dalam. Itu pasti adik perempuan Septian, sebesar apa gadis itu sekarang?

"Cari siapa— Kak Heksa? "

Heksa tersenyum, menyapa dengan ramah gadis yang kini mempersilahkan ia untuk masuk.

"Heksa, aduh lama banget nggak lihat, makin ganteng aja kayak bule, " Mama Septian muncul dari arah ruang keluarga, tersenyum lebar menyambut Heksa dengan pelukan hangatnya.

Heksa seperti pulang kerumah.

"Aduh, ini si anak slegean yang suka bolos itu? " Papa Septian muncul kemudian, menepuk pundaknya sembari tersenyum lebar.

"Udah tobat kok Pa, sekarang udah bisa ambil alih perusahaan Daddy, " Heksa memasang wajah bangga yang dibuat-buat, undang tawa sepasang suami istri yang duduk disebelahnya.

Heksa edarkan pandangan keseluruhan penjuru rumah, masih sama, semua barang-barang tampak sama seperti empat tahun lalu, Heksa bahkan bisa lihat perangkat PS yang dulu sering ia mainkan bersama Septian saat akhir pekan.

"Kapan Kamu pulang? Studimu lancar? " tanya Mama Septian penuh perhatian, mengelus rambut hitam Heksa dengan lembut. Wanita itu benar-benar memperlakukan ia seperti anak sendiri.

"Baru sore tadi, " jawab Heksa, keheningan mendominasi beberapa saat hingga akhirnya Papa Septian membuka suara.

"Sudah bertemu Nebula? "

Heksa ulas senyum tipis, menatap kedua orang tua Septian secara bergantian.

"Sudah, dan Heksa... Dengar soal Septian..., " Heksa tak tahu sejak kapan dadanya terasa sesak saat menyebutkan nama sahabatnya.

"Heksa menyesal karena baru tahu sekarang, setelah tiga tahun. Kita juga lost kontak—" Heksa rasa ia tak sanggup lagi lanjutkan ucapannya, sebab suaranya tiba-tiba hilang begitu saja.

Mama Septian lagi-lagi mengelus puncak kepala Heksa, kali ini wanita itu akhirnya menarik tubuh jangkung Heksa untuk dipeluk erat, wanita itu menangis, buat Heksa rasakan dadanya makin sesak seolah ditimpa berton-ton batu.

Tak ada yang berbicara, tapi semua orang tahu perasaan masing-masing yang sama-sama kehilangan sosok Septian, adik perempuan Septian yang sedari tadi duduk di sofa seberang pun mulai memalingkan wajahnya untuk sembunyikan air mata yang tiba-tiba tumpah dengan sendirinya.

"Malam ini, tidur dikamar Septian ya? Ada banyak pesan dari Septian buat Heksa, " Mama Septian melepas pelukannya, mengusap air mata yang membasahi pipinya seraya tampilkan senyum hangat pada Heksa.

༶•┈┈⛧┈♛♛┈⛧┈┈•༶

Bau khas Septian masih melekat kuat saat Heksa mulai melangkah memasuki kamar sahabatnya, hal pertama yang ia lakukan setelah menutup pintu kamar adalah berkeliling, menatapi semua benda yang ada di sana.

Like You [Heeki Ft Hoonki] Slow UpdateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang