01. Nggak Papa

17 1 0
                                    

"kebaikan itu nggak semua orang harus tahu dan biarkan mereka menilai diri kamu sesukanya, nggak usah dengarkan omongan mereka yang malah nantinya sakit hati, nyatanya yang tahu tentang diri kamu, ya, kamu, kamu sendiri yang tahu, mereka hanya tahu tentang keburukan kamu dan terus seperti itu."

@ummahaaniina

***

"ARIYANTHA, DASAR ANAK NGGAK DIUNTUNG!" Bentakan disusul suara cambukan menggelar satu ruangan.

Tidak henti tangan kekar melayangkan sabuk kerjanya dengan ringan, bahkan air muka sudah merah padam menandakan kemarahan besar.

Selepas pekerjaan kantor selesai, pria berpakaian formal itu menghampiri cowok remaja yang masih berkutat dengan setumpuk buku mata pelajaran, belakang kaos Ariyan ditarik kuat sehingga badannya spontan ke atas.

Raut wajah Ariyan menahan ketakutan, kepalanya menunduk dalam, kedua tangan mengepal keras, sehingga pulpen yang ia genggam retak menjadi dua.

"Apa yang kamu kerjakan di sekolah, hah? Kalau nilai seratus aja nggak ada di ulangan Matematika."

Gino Arwijaya, pria berkepala empat baru menghentikan pukulan setelah melihat cairan berwarna merah menembus di kaos putih, bahkan ia meninggalkan Ariyan yang sudah terkapar lemah.

Ini bukan kali pertama Ariyantha Kalingga El-Zein mendapat bentakan dari sang ayah, tetapi ia merasa kesakitan yang luar biasa kala punggung bekas pukulan ayahnya kemarin belum mengering dan kini Gino menambah pukulan yang mungkin sekarang luka itu tambah parah.

"Nggak papa, ini bukan waktunya buat ngeluh," ucap Ariyan tersenyum sendu.

Ariyan terkadang ingin menyalahkan semesta karena semesta tidak pernah berpihak padanya, tetapi jika semesta tidak berpihak padanya, apa yang harus ia perbuat? Ia tidak tahu maksud Tuhan menciptakannya jika ia hanya makhluk yang perlu dikasihani.

***

Usai dengan pekerjaan rumah cowok dengan seragam lengkap itu menuruni anak tangga, atensinya menemukan wanita kepala enam itu menikmati sarapannya sendiri.

"Oma, Ariyan berangkat sekolah dulu," pamit Ariyan hendak manyalimi.

"Nggak perlu sentuh saya nggak sudi dengan anak nggak tahu diri kayak kamu," sentak Rissa seraya menjauhkan diri dari Ariyan.

Cowok itu mengangguk pelan dan tidak ingin memperkeruh suasana. "Maaf, Oma."

Jarak rumah dengan sekolah tidak begitu jauh, sehingga setiap Ariyan berangkat ke sekolah ia memilih mengayuh sepeda kesayangannya, sepeda yang ia beli dari hasil tabungan di kelas 8. Ya, Ariyan tidak dibelikan kendaraan untuk berangkat sekolah dengan alibi cowok itu bisa keluyuran tidak jelas jika dibelikan kendaraan.

Sesampai di gedung tingkat tiga ia memarkirkan sepedanya paling pojok di tempat parkiran motor karena parkir sepeda tidak disediakan juga mayoritas di SMA Saturnus memakai motor dan mobil, ia masuk di SMA Saturnus bukan karena beasiswa, tetapi karena Gino memilihkan sekolah terbaik untuk memaksimalkan Ariyan belajar di sana.

Sepanjang koridor Ariyan menghiraukan berbagai bisikan yang biasa ia jadikan makanan sehari-hari, bahkan meja yang biasa ia tempati penuh kertas-kertas dan bungkus makanan basi. Tidak ada raut kemarahan dari Ariyan, bahkan cowok itu telaten membersihkan mejanya untuk belajar.

"Sini gue bantu," ucap cewek dari belakang tiba-tiba.

Ariyan menoleh melihat pelaku yang tidak bukan Agatha Alezra Dirgatama, ia membiarkan Agatha ikut membersihkan karena memang kemauan cewek itu sendiri.

"Kok, lo bantuin dia, Tha?" protes salah satu cowok di sana tidak terima melihat Agatha membantu membersihkan meja.

"Dia terlalu naif, ngapain lo bantu dia?" sahut Prita, cewek yang tidak lain sahabat Agatha.

"Dia selalu ngalahin prestasi lo, Tha. Kenapa lo malah baik di depan musuh lo?" timpal Cecil greget akan sikap sahabatnya.

"Iya, sih, musuh, tapi gue maunya bersaing dengan akal sehat. Benar, 'kan, Yan?" Agatha berujar dengan meminta pendapat di akhir kalimatnya.

Ariyan hanya mengedikan bahu enggan membalas, percuma saja dirinya meladeni karena pada dasarnya mereka hanya diselimuti rasa benci dan kebencian itu yang menyebabkan mereka mencari kesalahan dirinya yang tidak berujung.

Ariyantha Kalingga El-Zein adalah siswa yang memiliki segudang prestasi baik akademik maupun non-akademik, ia sering memenangkan olimpiade, bahkan menjadi juara olimpiade tingkat nasional tak ayal jika Ariyan menjadi salah satu kebanggaan guru-guru karena dapat membanggakan nama sekolah.

Akan tetapi, Ariyan selalu dianggap naif dengan teman-teman di sekolah, sifatnya yang cuek, tetapi selalu menyangkal teman-teman yang berbuat kesalahan, selalu punya ambisi untuk memenangkan olimpiade, tidak ingin dikalahkan, apalagi menjadi kebanggaan guru-guru yang membuat siswa siswi di SMA Saturnus semakin membenci Ariyan.

"Oh, ya, tadi lo disuruh Bu Hesti ke ruang guru." Agatha duduk di bangkunya, setelah meja Ariyan bersih. "Sama gue juga, sih," lanjutnya sambil menunjuk dirinya.

Ariyan tidak kaget dengan dirinya disuruh ke ruang guru karena urusannya hanya seputar lomba atau olimpiade dan pastinya ia juga bersama Agatha sebagai partner lomba.

Ya, Agatha Alezra Dirgatama adalah cewek yang paling ingin ia singkirkan karena menurutnya, cewek itu beban di hidup Ariyan, ia penyebab dirinya mendapat hukuman dari Gino, ia juga harus bersaing dengan Agatha agar bisa berada di posisi atas sebagai siswa paling unggul dan lebih sial ayahnya mempunyai hubungan yang kurang baik dengan ayah Agatha sebagai pesaing bisnis.

Berbagai macam ambisi Gino untuk mengalahkan bisnis Tama termasuk mengaitkan putra semata wayang ikut bersaing dengan putri kesayangan Tama dalam prestasi.

Tanpa mengajak Agatha, ia beranjak dari tempatnya meninggalkan cewek itu yang merundung kesal. "Gue kadang suka heran sama hidup lo yang sebelas dua belas sama ayah lo itu, terlalu punya ambisi bahkan sampai lo anggap gue sebagai musuh aja—"

"Berisik. Nggak usah sok tahu sama kehidupan gue," desis cowok itu tidak suka.

"Nyatanya gue tahu, Yan. Ariyantha yang hidup dibawah tuntutan ayahnya dan selalu takut kalau nilai ulangan, lomba, bahkan olimpiade nggak dapat juara dia bakal—" Agatha berhenti berucap kala mendengar suara pot jatuh.

Ariyan mengepalkan tangannya kuat bahkan tangan itu dengan sengaja menjatuhkan pot yang ada di koridor, mata elangnya menusuk cewek di depan yang sedikit ketakutan, suara pot di koridor mengagetkan dirinya tengah membeberkan kehidupan Ariyan.

"Sadar diri, Tha, hidup lo sama gue sama harusnya lo lebih tahu diri aja, apalagi hidup lo yang pura-pura kebohongan itu, sampah," bisik Ariyan datar, tetapi menusuk.

Ya, kehidupan dua insan yang dijadikan robot oleh ayah mereka, kehidupan mereka yang masing-masing, tetapi mereka satu nasib. Dimana nasib mereka ditentukan dari seorang ayah yang penuh dengan ambisi.

Akan tetapi, mereka mempunyai cerita masing-masing dan ini cerita kehidupan Ariyantha Kalingga El-Zein, kehidupan masa remaja dihabiskan untuk masa depan yang ada di tangan ayahnya, Gino Arwijaya, pembisnis besar.

***

hallo, kids! ini cerita ketigaku.

sekian lama terkena writer blok dan berada di zona nyaman, akhirnya dengan sisa energi yang ada aku berusaha buat nulis lagi.

cerita ariyantha hiatus setengah tahun ada karena aku lagi tholabul 'ilmi jadi, masih seperti di fase nol.

aku rombak ulang cerita ariyantha yang kemaren karena jujur aku gabisa lamjut. jadi, ini ARIYANTHA VERSI NEW.

tapi gapapa. bantu semangat aja, dong? hehe.

kalo selama liburan ramai, aku bakal lanjut, sampai dimana masa liburan aku usai. huhu.

udah gitu aja. babay.

publish: 20 Juni 2024

ARIYANTHA [NEW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang