07. Malaikat?

5 1 0
                                    

"Apa pun masalah yang lo hadapi itu nggak sendiri, ada Tuhan yang bisa menyelesaikan."

—Alanka Zafira

***

Pagi akhir pekan ini cowok berkulit putih sudah lengkap kemeja flanel dengan celana warana senada, selain kegiatan membereskan rumah Ariyan harus ke pasar untuk berbelanja setiap minggu paginya. Namun, tak ayal cowok kemeja flanel senang melakukannya karena ia bisa keluar rumah yang membuat jenuh.

Selembar kertas kecil, dua lembar warna merah dan tas rajut belanja diterimanya dari wanita beranjak lansia tanpa berucap, Rissa hanya meninggalkan pesan untuk tidak pulang terlambat dan ia hanya menganggukan saja.

Sengaja Ariyan berangkat lebih pagi karena pergi ke bengkel untuk menjemput sepeda kesayangannya, ia juga ingin bertemu sang bunda di taman kemarin.

"Bunda mana, ya?" tanyanya celingukan mencari wanita yang dicarinya. "Apa kemarin bunda bohong?"

Helaan napas terdengar gusar tidak ada pilihan lain untuk Ariyan pergi ke pasar.

Cowok itu mengayuhkan sepeda sembari menikmati hembusan angin di pagi hari mengingat matahari masih malu-malu tampak, sebenarnya jarak ke pasar tidak jauh, tetapi ia mengitari taman menyebabkan jarak semakin jauh.

Sesampainya di Pasar Pagi Ariyan memarkirkan sepeda dan mengambil barang-barangnya yang penting, tujuannya berada di kios biasa Ariyan kunjungi karena dekat dengan area parkir di sana juga ia sudah mengenal pedangangnya. Namun, raut Ariyan kembali kecewa kala di depan kios itu tidak ada bahan dagangan seperti biasa terpaksa Ariyan mencari kios yang menyediakan bahan lengkap supaya menghemat waktu.

"Masya Allah. Mas cakep pisan ini mau beli apa?" tanya pedagang di kios miliknya itu.

"Saya mau beli sayur-mayur, Bu," jawab Ariyan tersenyum tipis.

"Mangga dipilih aja, banyak macam sayur masih segar," ujar wanita itu antusias.

Ariyan memilih sayur yang sudah dipesankan omanya, setelahnya ia membayar dan melanjutkan mencari bahan-bahan yang belum didapatkan.

Dua puluh menit cukup memenuhi catatan di genggamannya ia memutuskan pulang untuk memasak menu sesuai permintaan wanita beranjak lansia, ditaruhnya tas belanjaan di keranjang sepeda biru itu.

Akan tetapi, fokus Ariyan sekarang buyar melihat wanita mirip dengan Hira berjalan kaki ke arah para pedangang di pinggir jalan, dikejarnya seorang wanita tersebut dengan langkah cepat, tetapi Ariyan kehilangan jejak dengan banyaknya insan berjalan kaki berdesakan.

Pasar Pagi begitu ramai, sehingga Ariyan kesulitan mencari bundanya, napas Ariyan gusar merasa seperti dipermainkan takdir. Ariyan merindukan sosok bundanya, ia membutuhkan bundanya di sampingnya, dan ia ingin dilindungi bundanya.

"Tadi beneran ada bunda pasti bunda ada di sekitar sini," gumam Ariyan.

Cowok kemeja flanel itu masih menelisik Pasar Pagi, bahkan ia sekarang tidak sadar sudah di tempat bahaya.

"Heh, Bocah! Ngapain di kawasan kita? Gede juga nyali lo di sini," teriak pria bertubuh besar di pojok membuat teman-temannya di sana menoleh.

Lamunan Ariyan pecah melihat sekeliling sekumpulan preman berpakaian hitam mulai mengitari dirinya, Ariyan baru saja sadar ia sudah berada di gang buntu dekat pasar. Namun, daerah yang sepi tidak ada orang berlalu lalang.

"Lo budeg? Jawab!" perintah preman satunya seraya mendorong kencang bahu Ariyan.

"Saya lagi cari bunda saya," jawab Ariyan ragu.

ARIYANTHA [NEW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang