04. Menyedihkan

10 2 0
                                    

Ariyan tidak kuat untuk sendiri, tetapi selama ini kesendiriannya sudah sejauh ini.

-ARIYANTHA

Cowok berkaos hitam dengan celana pendek warna cream tengah membersihkan kediaman Arwijaya, setiap sudut di rumahnya memiliki berkakas penting dan menyimpan koleksi barang kuno milik Rissa, wanita beranjak lansia kerap menyimpan untuk dijadikan hiasan di sudut rumah.

Menurut Ariyan, kediaman Arwijaya terlalu luas untuk ditinggali tiga orang belum lagi ayahnya jarang berada di rumah dan omanya selalu berdiam di dalam kamar, kehidupan mereka terlalu individu, mereka satu tempat tinggal, tetapi mereka seperti orang asing, mereka tidak berinteraksi apabila tidak ada kepentingan, mereka akan bergabung hanya makan malam saja, kehidupan Ariyan seperti inilah yang kesepian dan terlalu monoton.

Mengingat enam tahun lalu sebelum ayahnya membawa ke rumah mewah ini hidup Ariyan bersama teman-teman di panti asuhan tidak merasa kesepian, Ariyan masih bisa bermain, Ariyan merasa ada yang menyanyanginya, dan hidup mereka tidak ada hungan darah, tetapi mereka seperti hubungan anak kandung.

Rumahnya terlalu abu-abu untuk dijadikan tempat singgah, tempat hangat yang ia dengar kata orang-orang tidak dapat ia rasakan, tempat yang dijadikan tempat berpulang kini terasa menyakitkan untuk kembali.

Suara pecahan vas bunga menggelar satu rumah, netra cokelat memandang benda kesayangan omanya sudah tidak terbentuk, kedua tangan itu menutupi mulutnya yang masih terkejut, kaki panjangnya bergetar melihat serpihan vas bunga yang tidak akan menjadi utuh kembali.

"ARIYAN, VAS BUNGA SAYA KENAPA PECAH?" Suara Oma semakin mendekat menghampiri vas bunga kesayangannya.

"Maafin Ariyan, Oma. Ariyan nggak sengaja," cicit Ariyan menunduk.

"Nggak bisa, ini vas bunga satu-satunya yang masih ada dari Kanada!" ucap Rissa tidak menoleransi perbuatan Ariyan.

"Maafin Ariyan, Oma," sesal Ariyan bersalah.

Ini salahnya karena tadi melamun kemoceng yang ada di tangannya menyenggol vas bunga Rissa, seharusnya tadi ia fokus membersihkan rumah tidak membandingkan hidupnya dulu dengan sekarang.

"Kamu ini mudah sekali meminta maaf, pokoknya kamu ikut saya!"

Rissa menarik kencang lengan Ariyan membawa ke dalam gudang yang selalu dijadikan tempat hukumannya, tenaganya mudah mendorong badan Ariyan sehingga terjatuh di dalam gudang.

"Semenjak kamu menginjakan kaki di rumah ini semuanya menjadi sial, kehidupan di rumah ini jadi berubah gara-gara kamu, kelahiran kamu itu hanya sumber masalah, anak haram nggak tahu diri, lebih baik kamu mati daripada hidup kamu menjadi beban saya dan anak saya!" beber Rissa mengeluarkan kekesalannya pada Ariyan.

"Nggak, Oma. Ariyan nggak mau!" sangkal Ariyan berusaha memberontak.

"Saya nggak minta pendapat, ini hukuman kamu karena merusak vas bunga saya," tegas Rissa.

Ibu dari ayahnya mengambil tali tambang dan mengikat ke seluruh tubuh Ariyan yang bergetar, lalu wanita itu mengambil pecut.

Tangannya lihai menjatuhkan pecut ke tubuh Ariyan berulangkali, sehingga bunyi alat itu menyaring.

"Oma, maafin Ariyan," sesal Ariyan menahan perih.

Ctar.

Rissa seperti seorang pembunuh yang tidak mengenal ampun.

"Oma, sakit. Ariyan bukan anak haram," racau Ariyan bersamaan liquid bening jatuh membasahi dua pipi.

Ctar.

ARIYANTHA [NEW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang