Wajah wanita itu memerah padam, matanya menyala penuh amarah. "Anak durhaka!" teriaknya, suaranya melengking memecah keheningan. Sebuah piring keramik melayang dan pecah di lantai, serpihannya memantulkan cahaya remang.Bersembunyi di sudut ruangan, tubuh anak laki-laki itu tampak gemetar hebat. Adik kecilnya meringkuk di sampingnya, matanya berkaca-kaca. Ia tak mengerti apa yang telah ia lakukan sehingga ibunya begitu marah. Hatinya sesak, merasa tak adil. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya yang terasa panas. Rasanya hatinya ingin ikut larut bersama air mata itu.
Waktu seakan berhenti. Napasnya tersengal, pandangannya kabur. Dan dalam kegelapan, ia menyerah tanpa adanya perlawanan.
~•~•~•~
Laki-laki sejati, begitu katanya. Kuat, tangguh, tak boleh menangis. Tapi siapa bilang hidup itu adil? Bagi sebagian orang, dunia adalah taman bermain. Namun bagi yang lainnya, ia adalah medan perang yang tak berujung.
Dan mengapa aku harus terlahir dari ibu seperti dirinya, yang bahkan tidak pernah menganggap anaknya ada? Malam tampak gelap dan sunyi. Tak ada seorang pun yang melewati jalan, hanya ada suara jangkrik yang menemani kesunyianku, dan entah mengapa air mataku kembali menetes untuk kesekian kalinya.
Beralaskan kardus yang aku ambil dari belakang lemari tua di teras rumah, aku tertidur dengan berbantalkan air mata yang tidak hentinya menetes. Tidak ada gunanya juga aku berbicara dengannya. Bahkan rasanya aku sudah lelah untuk meminta maaf, padahal aku sendiri tidak merasa melakukan kesalahan apa pun.
Angin malam berhembus menusuk kulit. Tiba-tiba hujan pun turun, membasahi bumi dan menghempaskan debu jalanan ke udara. Tubuhku semakin meringkuk merasakan dinginnya malam. Kucoba pejamkan mata yang rasanya sudah sangat lelah mengeluarkan air mata.
Ceklek...
Pintu rumah terbuka perlahan, memperlihatkan seorang wanita berusia 30-an. Aku yang kaget pun seketika mengubah posisi menjadi duduk.
Matanya tampak memerah dan sembab seperti usai menangis, "Masuk, di luar dingin!"
Aku pun menurutinya, masuk ke dalam rumah, dan langsung masuk ke dalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Be Happy ?
Teen FictionBagaskara, remaja laki-laki yang mulai menapaki jalan menuju kedewasaan. Seharusnya masa remajanya penuh dengan keceriaan dan tawa, namun takdir berkata lain. Bagaskara dihadapkan pada kenyataan pahit. Bullying di sekolah dan kekerasan dari sang ibu...