Namaku Hadian Bagaskara, dan hari ini adalah hari terakhirku menjabat sebagai siswa sekolah menengah pertama. Mulai hari ini, aku akan memulai babak baru dalam hidupku di jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Banyak yang harus dipersiapkan, tetapi yang paling penting adalah kesiapan mental. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi ke depannya, jadi lebih baik jika kita mempersiapkannya dari sekarang.Bip bipp... Bip bipp... Bip bipp...,
Sebentar, itu suara apa? Anjir, gue kesiangan. Seketika aku terlonjak dari kasurku yang kini tidak nyaman, berlari ke kamar mandi untuk mandi kilat. Astaga, segala ketinggalan lagi handuknya. Aku pun mengenakan kembali celana boxer karena tidak mungkin aku keluar dari kamar mandi begitu saja.
"Tuhkann... kesiangan! Udah dibilangin jangan tidur kemalaman. Masih aja main hape sampai subuh!" seru ibu dengan aksen Betawinya yang sangat kental.
Ibu mendecak kesal, "Cari apa?"
"Handuk, Bu?" Tanganku mencari-cari di tumpukan cucian kering.
"Gak ada, dicuci! Pakai punya ade lu dulu!" Ucap ibu dengan ketus seraya melemparkan handuk kepadaku
Bodohnya, kenapa aku tidak mendengarkan ucapan ibu semalam? Malah asyik baca Wattpad. Segera dengan cepat kuselesaikan mandi kilat ini.
"Kalo udah selesai mandi, buruan pake bajunya, ibu anterin!" teriak Ibu. Mendengar itu, aku pun langsung ngebut memakai seragam sekolah.
Dengan tergesa-gesa, kumasukkan perlengkapan masa orientasi yang diminta sehari sebelumnya. Setelah selesai mengabsen semua perlengkapan satu per satu, aku segera merangkul tas baruku.
"Abangg, buruan! Udah jam 7, mau berangkat jam berapa?" teriak ibuku kembali dari meja makan yang berada di dapur.
"Iya, tunggu sebentar, Bu!" jawabku, tergesah-gesah aku memakai sepatu.
~•~•~•~
Benar saja, aku sampai di sekolah tepat sebelum gerbang sekolah ditutup. Terlihat seorang penjaga sekolah tengah menarik gerbang besar berwarna perak dengan sekuat tenaga.
Aku dan beberapa murid baru yang kebetulan telat pun berlari mendekati gerbang besar itu. Syukur masih sempat. Jika sudah tertutup, tidak ada satu pun murid yang diperbolehkan masuk lagi.
"Maaf, Pak, saya terlambat," ucapku dengan napas terengah-engah.
"Yaudah, sana buruan, udah mau dimulai apelnya," ucap satpam sekolah dengan rambut ikal berantakan, masih berusaha menutup gerbang besar.
Aku pun kembali berlari menuju gerbang kedua yang lebih kecil. Di dalamnya, tampak semua murid baru sudah duduk di lapangan dengan formasi rapi.
Jika dikatakan panik, tentu saja aku sangat panik. Ini adalah hari pertamaku masuk sekolah. Betapa malunya jika aku harus berdiri di depan lapangan sebagai hukuman datang terlambat. Untung, guru BP yang bertugas sedang berbaik hati dan langsung mempersilakan murid baru yang terlambat untuk segera bergabung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Be Happy ?
Novela JuvenilBagaskara, remaja laki-laki yang mulai menapaki jalan menuju kedewasaan. Seharusnya masa remajanya penuh dengan keceriaan dan tawa, namun takdir berkata lain. Bagaskara dihadapkan pada kenyataan pahit. Bullying di sekolah dan kekerasan dari sang ibu...