Aku berdiri tak jauh dari seorang perempuan yang sepertinya aku kenal. Dengan kupluk merah marun kamu berdiri mematung seperti tak menyangka bahwa aku yang kamu lihat. Di matamu apa aku sudah menjadi setan yang tak ingin kamu lihat? Ternyata, bukan lagi menyerupai, perempuan itu memang kamu. Itu kupluk merah marun yang pernah aku beri.. Kamu belum membakarnya.
"Akhirnya kita bertemu lagi" kataku.
Kamu diam lalu mengangkat alismu. Tebakanku mungkin kamu masih membenci ku, atau mungkin kamu hanya terkejut saja dan tidak mampu berkata-kata. "Iya" balasmu singkat. Kita saling berhadapan di tengah ruang tunggu di bandara. "Setelah tujuh tahun lalu aku lepas pelukanmu" sambungmu disertai senyum. Masih saja manis senyum itu buat jantungku berdebar, seperti pertama berjumpa denganmu ketika dihukum ospek karena lupa membawa biskuit bantal.
Aku balas dengan senyum. "Kamu yang minta aku pergi"
"Bukannya kamu memang mau pergi?" tanyamu.
Aku balas dengan anggukan. Kita memang sama-sama mau pergi, tujuannya sudah beda. Kita sepakat hal itu, meski tak ada satu dari kita yang mengungkapkannya. Entah bagaimana kata-kata itu bisa mengudara.
"Gimana kabar?" bersamaan kita bertanya.
Aku mempersilahkan kamu menjawabnya terlebih dahulu. "Ya gini, usaha kecil-kecil aja tapi bisa hidupin aku".
"Kayaknya ada yang kurang deh, kamu dan?" godaku.
Kamu tertawa, "Ya aku dan pacarku, belum tentu jadi suami, belum ada omongan ke arah sana". Entah kenapa aku senang mendengarnya, oh tentu karena suksesnya usaha kecilnya itu, bukan karena masih ada harapan untuk kembali bersamamu. Harapan itu pupus sudah tujuh tahun lalu.
"Kabar Mu?" mengingatkanku kembali akan pertanyaannya, mungkin juga salah satu cara agar kamu terhindar dari pertanyaan-pertanyaan lain mengenai pacarmu.
"Ya begini, baik, masih ngelakuin apa yang aku suka"
"Jadi nulis ada duitnya juga ya, hahaha" guraumu.
Aku hanya mengangguk, kalau bukan di bandara sudah ku.. Sudahlah. Aku tahu itu bukan katamu, itu kata ayahmu yang masih tidak percaya bahwa penulis menghasilkan duit. Jujur saja, jadi penulis duitnya memang tidak sebanyak itu.
"Aku baca buku kamu" aku terkejut mendengarnya. "Bagus, meski ga semua sama kayak aslinya ya"
"Bumbu drama namanya" kataku yang membuat kita sama-sama tertawa, ah seingatku tujuh tahun lalu tawa kita serenyah ini.
"Terima kasih udah mengabadikanku dalam karyamu, tanpa sedikitpun kamu bikin aku jadi antagonisnya" pujimu.
Mana mungkin kamu antagonisnya, kamu selalu jadi tuan putri yang kesatria ini perjuangkan cintanya, meski kesatria ini akhirnya kalah dalam pertempuran. Tidak sampai mati, tapi kalah tetap kalah.
"Aku ada pertanyaan lagi"
"Apa tuh? Tanya aja ngapain takut, aku ga baperan kayak kamu" balasku yang dibalas tawa hormat saja.
"Kamu udah ada?" Aku tahu arahnya kemana.
"Udah, tapi private, ga diumbar kayak kamu".
"Dasar kamu ya haha".
Iya, Aku juga memang sudah ada, penulis buku juga, iya penulis buku anak-anak, apa salahnya, penulis tetap penulis. Menulis buku yang menghibur anak lebih susah tahu!
"Cewek kamu mau kali di post juga sesekali, postlah, nanti bete dia kayak aku dulu" sambungmu.
"Jadi itu alasan kamu pergi juga waktu itu?"
![](https://img.wattpad.com/cover/371443989-288-k931583.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan Kau Menghilang Lagi.
Short StoryBagaimana jika dalam satu kesempatan, kita tidak sengaja bertemu dengan mantan kekasih yang paling kita sayang? Berusaha sekuat tenaga untuk melupa, bukan karena kita benci, namun karena kita tidak pernah merencanakan berpisah dari awal. Mampu kita...