Bagian 3: Dilarang Culun

819 98 27
                                    

Pertandingan antara dua tim sepakbola hampir dimulai. Sakura masih duduk di kursi dengan wajah mengkerut gak senang. Itu gara-gara si Togame yang tiba-tiba menatapnya sambil senyum-senyum. 

Tak lama Nirei dan Suo kembali dengan membawa banyak kresek berisi jajan. Nirei menyodorkan teh pucuk dingin dan pesanan batagor Sakura.

“Baru dimulai ya?” Tanya Nirei.

“Iye.”

“Kenapa kok lo kayak bete? Kami lama ya tadi?”

Sakura diam sebentar, bingung mau menjawab bagaimana. Dia memang lagi bete karena si Togame, tapi kalau dia jawab begitu nanti mereka salah paham. Sakura menyuap batagor dengan tusuk sate kemulutnya, lalu menggunakan lidi bambu itu buat nunjuk Suo.

“Gara-gara temen lo tu.” 

Suo ketawa karena disalahin tanpa sebab, Nirei sebelahnya menautkan alis merasa khawatir. 

“Lo nyalahin gue terus, pms ya?”

Tuh. Nirei khawatir karena pasti Suo bukannya mendinginkan suasana malah melempar sebotol pertamax ke api. Sakura jelas meledak, terpancing emosinya, dan siap melontarkan umpatan penuh cinta kasih.

Sebelum perkelahian tersulut dan Nirei malu melerai keduanya ditengah keramaian, dia menyumpal mulut Sakura dengan sosis solo yang dibelinya barusan.

Sakura mau protes karena tiba-tiba di sumpal sosis solo tapi Nirei malah menawari gorengan yang lain. Alhasil Sakura gak jadi mencak-mencak dan sibuk mengunyah gorengan yang disuapin Nirei. 

Suo juga tenang setelah Nirei memaksanya untuk makan arem-arem yang juga dibelinya.

Sungguh, Nirei paling malas kalau mereka berdua kelahi gak jelas.

Gelora dukungan semakin nyaring terdengar, begitu latih tanding dimulai para penonton semakin ramai dan hampir memadati kursi stadion mini. 

Di tempat duduknya Sakura mulai gak fokus dengan makanannya. Matanya seolah tersedot untuk menatap kearah salah satu pemain di lapangan. Matanya terbelalak gak percaya melihat si Togame bermain sekarang.

Larinya cepet banget. Itu kesan Sakura setelah menonton peforma Togame di lapangan. Gak seperti yang Sakura duga tapi Togame itu bener-bener gesit. Lapangan sepakbola dua kali lebih luas ketimbang lapangan basket, perlu usaha lebih ekstra untuk menjaga stamina mengelilinginya tanah seluas itu. Bukan masalah besar untuk Togame yang berbadan tinggi. 

Namun Sakura masih gak percaya kalau Togame gak selambat seperti cara bicaranya. Mampus dia pernah ngatain Togame lelet.

Sakura terdiam, entah kenapa otaknya random memikirkan hal lain. Bagaimana kalo dia main kejar-kejaran dan dia di kejar di Togame, apa dia bisa lolos? Sakura juga cepat kalau berlari, tapi dia merasa gak yakin kalau bisa kabur dari kejaran seperti orang gila itu. Sakura merinding.

“Jadi keinget pas masih kecil. Dulu bang Jo sama anak-anak lainnya sering main polisi-polisian. Bang Jo selalu lolos dari kejaran. Tapi giliran dia yang jaga, gak ada yang lolos, semuanya kekejar sama bang Jo saking cepetnya dia lari. Gue juga sering nangis tiap di jahilin bang Jo.”

“Nangis?”

“Iya, kan umur lima tahun gak tau apa-apa. Apalagi bang Jo dari kecil emang tinggi bongsor. Jadi rasanya kayak dikejer buto ijo.”

“Eh, lucunya.”

Ekspresi Sakura menyusut jijik saat Suo terang-terangan flirting ke Nirei dan membuat dunia seperti milik mereka berdua. 

Mengabaikan dua manusia disebelahnya yang menjadi asik membicarakan masa kecil Nirei, Sakura kembali menonton latih tanding.

Sepertinya latihan ini menjadi lebih serius. Begitu di sepuluh menit pertama tim SMA lebih dulu mencetak gol. Suasana dari pemain universitas terlihat suram. Sakura malas berspekulasi tanpa alasan namun dari kejauhan dia merasa kalau ekspresi Togame menjadi sedikit dingin.

Dua Insan Kikuk - togasakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang