Hari demi hari berlalu, begitu juga dengan bulan. Tak terasa sudah lebih dari empat bulan mereka melatih kekuatan mereka. Matahari tengah bersinar terang di luar sana, Linn bersiap pergi ke luar rumah untuk latihan bersama teman-temannya.
"Linn," panggil Rai dengan suara pelan.
"Iya, Ayah?" jawab Linn sambil membalikkan badannya ke arah ayahnya.
"Akhir-akhir ini, kamu, sibuk keluar dengan temanmu, Ralu, itu. Jangan terpaku sama dunia luar aja, fokus sekolah juga," jelas Rai sambil menunjukkan raut khawatir.
Tangan kanan Linn yang berada di gagang pintu perlahan terlepas dari sana. Linn menatap ke arah bawah dengan tatapan sendu.
"Aman kok! Linn bakal usaha buat bisa kuliah di universitas negeri ini!" jawab Linn sambil merubah raut wajahnya tersenyum senang.
"Ayah gak sabar ngelihat, kamu, kuliah." Raut khawatir Rai berubah, Rai menunjukkan senyum tipis seolah menemukan sedikit harapan pada hidupnya sendiri.
Setelah berpamitan, Linn segera keluar dan melihat mobil Ralu yang sudah berada di depan rumahnya. Tak membuang waktu Linn segera memasuki mobil berwarna hitam itu dengan cepat.
"Yang lain udah pada kumpul harusnya, tapi sekarang kita harus ke tempat lain dulu. Ada yang dalam bahaya, tiruanku lagi ngulur waktu di sana," jelas Ralu dengan tatapan yang tak teralihkan dari depan kaca mobil.
Sebelumnya tujuan mereka berlatih adalah di bangunan tua tempat awal mereka berlatih, sebab orang tua Ralu berada di rumah sekarang.
Tak butuh waktu yang lama, mereka bisa sampai di tujuan, sebuah gang yang tidak terlalu kecil namun tidak besar. Terlihat Noe yang tengah melawan seorang lelaki dengan pedang berwarna birunya itu.
"Linn, serang dia, aku ngalihin perhatian perempuan itu." Ralu dan Linn bergerak keluar dari mobil.
Linn segera berlari ke lelaki yang dia duga telah dikendalikan oleh Mara. Sedangkan Noe atau lebih tepatnya tiruan dari kekuatan Ralu melebur dan menghilang, menyisakan seorang lelaki yang tengah kebingungan.
"Berhenti di sana, musuhmu sekarang adalah aku!" seru Linn, lelaki itu membalikkan badannya ke arah Linn.
Di sisi Ralu, dia mendekat ke arah seorang wanita yang tengah ketakutan. Ralu menanyakan beberapa pertanyaan mengenai keadaan wanita itu.
"Tante, kita pergi ke tempat yang lebih aman ya," ucap Ralu dengan nada lembut dengan senyum tipis yang terukir di wajahnya.
Wanita itu mengangguk, mereka berdua pergi dari gang itu lalu menuju jalan yang lebih ramai dari wilayah sekitar sana. Hanya tersisa Linn dan lelaki yang diselimuti asap gelap itu sekarang.
Linn menajamkan matanya berusaha fokus, membuat sebuah imajinasi didalam pikirannya. Setelah membayangkan suatu hal, Linn menunjukkan senyum kecil di wajahnya.
"Terjatuhlah dengan keras, lalu pingsan!" perintah Linn sesuai imajinasinya.
Sedetik kemudian, lelaki itu terjatuh dengan keras karena tersandung oleh gundukan tanah kecil yang entah sejak kapan berada di sana.
"Selesai," ucap Linn sambil melihat asap hitam itu perlahan naik ke atas dan menghilang.
●
"Lama bener?" tanya Zev melihat dua orang yang baru saja datang.
"Ada gangguan," jawab Ralu dengan cepat sambil memutar kedua bola matanya.
"Huah! Di sini panas banget!" keluh seorang gadis perempuan yang sedang menggerakkan telapak tangannya ke atas dan ke bawah untuk memberi sedikit angin ke lehernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EDELSTENEN
FantasyMenggunakan sihir hitam dan melakukan perjanjian dengan iblis adalah hal yang salah. Seorang penyihir berhasil melakukan perjanjian terkutuk dan membuat masalah di masa depan. Linn dan teman-temannya bertugas menggagalkan rencara penyihir itu *** Ma...