1.2

49 24 19
                                    

"Kenal sama Bang Dzean, ngga'? Semasyhur itu masa ngga' kenal!"

Sudah jalan dua bulan, secepat itu waktu bergulir. Hana dan kesibukan kuliahnya, belum terlalu sibuk, sih. Hana dan ilmu-ilmu baru yang ia dapat, lingkar pertemanan yang alhamdulillah bawa nilai positif. Dan kegiatan barunya yang lain, check up rutin ke dokter.

"Habis kamu ngeluh sesak itu, sama dokter suruh rajin konsultasi."

"Jadi masalahnya ngga' cuma di gendang telinga nih, Mi? Pemeriksaan bertahun-tahun lalu belum tuntas, dong!" Canda Hana kepada sang ibu

"Bukannya belum tuntas, Kak. Kadangkala efek dari suatu hal itu ngga' datang secara langsung, nunggu bertahun dulu baru kerasa. Contohnya aja saraf kejepit, bisa tuh orang jatuh lima tahun lalu, ketahuan saraf kejepitnya ya baru-baru aja."

Hana hanya tanggapi dengan anggukan mantap. Sebenarnya ia tak pikirkan berat soal check up rutinnya, hanya saja kadang-kadang jadwal kampusnya jadi kacau. Alias, harus ada salah satu yang di cancel. Lagipula dia masih MABA, ambil absen terus-terusan rasanya tidak sopan.

"Bisa ngga' Mi, check up-nya sebulan sekali aja?" Pintanya di suatu sore, Umi hanya pandangi sembari hela nafas, lantas usak surainya gemas "Kalau mau sembuh ya jangan gitu, Kak!" Respon beliau.

•••

"Rencana ikut UKM bidang apa, ning?"

"Kesejahteraan, Han. Partisipasi dalam UKKI*, Abah saya juga kemarin ngusulin ambil itu saja kalau mau ikut UKM. Kamu sendiri rencana ikut bidang yang mana?"

"Rencana mau ngambil bidang Penalaran, ning. Mau coba join sama anak journal, ikut LPM*"

"Maasyaa Allah, semoga kelak bisa buat media kampus lebih terpublikasi lagi."

"Haha, sekarang masih kurang, ning?"

"Ngga' kurang. Tapi kan keinginannya lebih maju dan berkembang."

"Iya juga."

Sejujurnya Hana ingin bergabung di bidang Seni, tapi sadar tak akan peroleh izin ke sana. LPM sudah jadi keputusan yang paling cocok diambilnya.

"Kalian udah di perpus dari tadi?? Siaku teh baru selesai kuliah siang. Pak Edi  teh neranginnya lama banget! ngantuk pisan!"

Ini dia kawan Hana yang lain, mereka saling kenal karena satu kelompok sewaktu OSPEK, Athala Layli namanya. Perempuan bergingsul lagi berlesung pipi itu adalah sosok yang periang, paling cerewet diantara mereka. Keberadaan Layli berasa sangat terang, selalu suguhkan senyum dan hangat. Lagi, ia pun seringkali bawa hot news kampus tiap habis melalang buana di gedung-gedung fakultas tetangga, Social butterfly indeed.

"Kenal sama Bang Dzean, ngga'? Semasyhur itu masa ngga' kenal"

"Tahu doang Layl, kenal mah ngga'. Emang kenapa, deh?"

"Jadi, Adzean Malik Masyafi sekampus ma kita, guys! Like a dream come true, isn't it?" Itu salah satu berita panas yang ia bawa di awal-awal kedekatan ketiganya. Siapa pula yang tak tahu kabar itu, pertamakali Adzean injakkan kakipun mayoritas sudah sadari. Hanya saja beberapa orang yang cuek dengan sekitar seperti Hana kadangkala tak tahu. Walau Hana akhrinya tahu juga setelah pertemuan tak diminta di parkiran kampus.

"Sidia teh kasep pisann~ aura kalemnya tuh kuat banget, haduh!"

"Layl, jangan alay begitu, ah! Geli saya liatnya." Komentar jujur Farha, buat Hana tertawa geli mendengarnya.

"Namanya juga kesemsem, ning!"

"Kesemsemnya sambil inget Allah ya, Layl!" Nasehat Farha, Layli tanggapi dengan garuk tengkuknya, malu.

Dari Alby : 30 Bait syairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang