Chapter 7

3 1 0
                                    

○°Selamat membaca°○

“Nenek akan di rawat tetap karena penyakitnya yang harus di awasi terus menerus, sesuai permintaan pak Adanu, kami juga akan memaksimalkan sebaik mungkin untuk perawatan penyembuhannya,” ucap seorang dokter yang memakai jas putih yang kha situ.

“Ya, terimakasih, mohon bantuannya.” Nayanika mengangguk.

Dokter itu sedikit membungkuk, di balas oleh Nayanika dan Jeinenda di sampingnya, lalu melenggang pergi keluar dari kamar inap VIP tersebut. Nayanika berjalan ke arah ranjang rumah sakit yang di tempati Neneknya itu.

Tubuh kurus dan rentan yang kini terbaring dengan mata terpejam, Neneknya baru saja tertidur karena telah selesai sarapan dan meminum obat, dokter yang tadi memeriksa keadaanya memerintahkannya untuk segera tidur, istirahat, agar efek obat bisa langsung terasa.

Nayanika beralih ke arah sofa panjang di seberang ranjang, ada kantong jinjing yang berisi baju dan barang-barang yang sekiranya akan dibutuhkan Neneknya. Tangan lentiknya dengan cekatan memindahkan barang-barang itu pada lemari yang ada di ruang inap.

Setidaknya pak Adanu menepati ucapannya.

“Naya, kau akan menginap di sini?” tangan Jeinenda terulur, membantu menaruh baju di lemari

“Ya, hanya waktu libur semester aja. Aku hanya akan datang pagi dan sore hari saat waktu sekolah, aku gak akan tidur di sini.” Ucapnya sambil terus memindahkan barang.

“Aku akan mengantarmu,”

“Gak perlu,”

“Kau tau aku akan tetap mengantarmu,” sergah Jeinenda.

Nayanika hanya menghela nafas, memang tidak ada gunanya ia membantah. Anak dan ayah sama saja.

“Ada apel di kulkas, mau aku kupaskan?”

Jeinenda sudah beralih ke pojok ruangan, ada sebuah lemari pendingin di sana. Tanpa mendengar jawaban dari Nayanika, dia sudah menyambil pisau buah, mulai mengupas kulitnya. Lagi-lagi Nayanika hanya bisa menatapnya tak minat.

“Nah,” ucapnya seraya menyodorkan sepiring buah apel yang sudah terpotong rapi.

“Taruh aja di meja.”

Nayanika mendudukkan diri di sofa Panjang, ia meraih buku di tas selempang miliknya. Buku itu mulai ia buka dan hanyut dalam bacaannya. Jeinenda sudah duduk di sampingnya.

“Sejak kapan kau baca buku setebal itu?” mulutnya sibuk memakan potongan buah apel.

Hening, tidak ada jawaban dari perempuan di sampingnya. Jeinenda mengambil sepotong lagi buah apel, lalu dia arahkan ke depan wajah perempuan itu, yang di sodori menggeleng.

Jeinenda tetap mengarahkan potongan buah itu, bahkan lebih dekat, membuat Nayanika kembali menghela nafas. Pasalnya tangan besar Jeinenda kini jadi menghalangi penglihatannya untuk membaca buku.

“Kau makan aja sendiri.” Nayanika menyingkirkan tangan yang mengapit sepotong buah itu, kembali menggeleng, tidak minat.

Tapi Jeinenda tetaplah Jeinenda. Dia tetap menyodorkan potongan buah dengan daging berwarna putih segar itu, dan Nayanika tetap menepis tangannya. Terus begitu hingga Nayanika mau tidak mau membuka mulut untuk menghentikan kelakuan usil Jeinenda.

Jeinenda tidak akan mungkin membiarkan Nayanika fokus pada bukunya, apalagi ada dirinya di sana, dia hanya ingin perempuan itu fokus padanya seorang. Orang lain yang melihat interaksi itu mungkin akan mengira mereka mempunyai hubungan special, lebih dari sekedar teman.

***

“Jang, udah nyuci piringnya?” seru bi Sumi.

“E-eh, iya Bimi, dikit lagi,” jawabnya. Lamunannya menguap mendengar teriakkan wanita paruh baya tersebut.

“Jangan kebanyakan ngelamun, kasurupan tau rasa,” omelnya selintas lalu, membawa kembali nampan berisi pesanan pelanggan.

Sudah hampir memasuki waktu siang, semenjak dirinya menemani bi Sumi berbelanja di pasar, subuh-subuh. Ternyata berbelanja di pasar tidak semudah itu, ia harus rela menunggu bi Sumi yang memilih-milih bahan masakan untuk dagangan di warung. Belum lagi menunggu angkot langganan bi Sumi yang telat datang.

Setibanya di warung, ia harus mengeluarkan barang belanja, meletakkan dan menyusunnya di tempat masing-masing―meniru cara Nayanika tempo hari. Dan hingga kini, ia berakhir dengan posisi berjongkok di depan ember besar berisi piring-piring kotor. Pelanggan di waktu pagi memang selalu ramai, membuat piring kotor menumpuk.

Rasa-rasanya pekerjaan kali ini berjalan lambat. Tidak ada yang membantu bi Sumi memasak, dan urusan lain menjadi tertumpu padanya. Karena tidak ada Nayanika―

BYUUR

Ujang!” teriak bi Sumi dari belakang, “Ai Ujang ngapain? Itu piringnya kejebur.” Bi Sumi menunjuk ember dengan dagu, karena tangannya penuh dengan piring kotor yang lain.

“E-eh maaf Bimi, tangannya licin jadi kepeleset.” Pradita berdalih, ia juga terkejut, terlebih lari seruan reflek bi Sumi. Untung saja piringnya tidak jatuh ke lantai.

Bi Sumi sekali lagi berseru untuk buru-buru menyelesaikan kerjaannya. Pradita hanya bisa tepuk jidat, mana bisa selesai orang dari tadi wanita itu terus menambah piring kotornya. Tentu itu hanya suara hati Pradita saja, ia tidak punya nyali melawan orang tua.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Pradita baru bisa mendudukan diri di sofa single, mengkibas-kibaskan baju kaos miliknya kegerahan, kacamatanya sudah tidak ia pakai, ia simpan di meja samping.

Ujang mau makan?”

Pradita menggeleng, “Nggak Bimi, aku mau langsung pulang, mau mandi.” Pradita meraih kacamata minus itu, memakainya lagi dibingkai hidung mancungnya.

“Kalo gitu dibekel weh nya, bentar bibi siapin dulu.” Bi Sumi sudah melangkah, meraih kertas nasi dan mengisinya dengan nasi dan lauk-pauk.
“Padahal gak perlu, Bimi,” ucap Pradita, mengambil bungkusan dari bi Sumi. Cepat sekali wanita itu menyiapkannya.

“Udah gapapa, kan Ujang juga udah bantu bibi hari ini. Makasih ya,” wanita itu tersenyum di akhir kalimatnya.

Pradita tanpa sadar menarik kurva, ikut tersenyum, “Makasih juga, Bimi.” Pradita berpamitan pulang, karena pelanggan sudah mulai mereda.

Pradita akan terus datang lagi di hari-hari berikutnya. Membantu bi Sumi mulai dari belanja di pasar, menyiapkan bahan dagangan hingga mengurus piring kotor. Semuanya ia lakukan sampai waktu dimana libur semester habis.

Tapi seseorang yang ia tunggu tetap tidak datang hingga hari itu berakhir.

○°Bersambung°○

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RIVAL TO SURVIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang