BAB 05: Tatapan

39 10 1
                                    

30 Maret 2024
________________

"Untuk anak-anak yang ada di kelas, parkiran, kantin atau yang ada di sekitaran sekolah, tolong segera ke lapangan. Cepat sebelum bel ujian tiba." Suara speaker yang dibunyikan oleh pembina OSIS itu membuat para murid langsung berhamburan masuk ke lapangan, termasuk Ilesha dan teman-temannya yang berada di kelas.

"Ilesha, tumben pakai kacamata?" tanya seseorang membuat Ilesha yang sedang merapikan barisannya langsung menoleh.

"Oh, iya, lagi pengin aja sih," jawab Ilesha. Namun, bukan itu alasan yang sesungguhnya. Ilesha memakai kacamata hanya untuk menutupi matanya. Semalam ia tak henti-hentinya menangis. Luka di hatinya kembali terbuka karena mengingat momen yang seharusnya tak ia ingat kembali.

Perempuan yang ada di sebelah Ilesha hanya mengangguk lalu ia, Ilesha, dan yang lainnya langsung terdiam ketika guru-guru serta kepala sekolah sudah ada di depannya. Ilesha menatap lurus ke depan, saat ini gadis itu berbaris di deretan paling depan.

"Yang memakai topi serta jaket tolong dibuka terlebih dahulu," tunjuk pembina OSIS pada beberapa siswa yang sepertinya baru saja datang dan langsung berbaris ke barisan paling belakang.

Ilesha yang jiwanya sangat penasaran itu langsung menoleh ke belakang. Namun, bukannya ia menatap para cowok yang kena sasaran itu, ia malah beradu pandang dengan Bentala, cowok yang barisnya hampir sama dengan dirinya namun terhalang dua baris.

Sejak percakapan di chat kemarin, ia tak lagi berbincang dengan Bentala, entah itu secara langsung atau sekadar chat lagi.

Namun, dengan segera Ilesha memutuskan kontak matanya dengan Bentala. Ia kembali fokus pada kepala sekolah yang sedang berpidato.

Beberapa menit berlalu, kepala sekolah sudah selesai dengan pidatonya. Ia hanya berpidato tentang kerapian serta bagaimana agar masa depan tertata rapi setelah kelulusan nanti. Entah itu dengan melanjutkan pendidikan atau langsung bekerja.

Dan juga, kepala sekolah sudah menjelaskan dan meluruskan kasus Vionika yang tewas diarea sekolah hari minggu yang lalu. Menjelaskan mengapa orang tua Vionika menutup kasus secepat itu karena pelaku adalah salah satu dari kerabatnya sendiri. Mereka semua sempat heboh mendengar kabar itu, mereka yang menebak-nebak tentunya yang paling heboh, ada yang tebakannya benar dan ada juga yang tebaknya meleset.

Setelah kepala sekolah itu mengucapkan salam, barulah para murid langsung membubarkan diri untuk masuk ke kelasnya masing-masing, karena memang jam juga sudah menunjukkan pukul 08:00. Itu artinya Ujian Nasional harus segera dimulai.

Ilesha langsung menggandeng tangan Windi, yang kebetulan satu ruangan dengan dirinya. Ilesha berjalan dengan cepat, ia berusaha menghindari kontak mata dengan Bentala lagi. Namun, sepertinya keadaan tak mendukungnya, tanpa sengaja Bentala dan Ilesha harus berpapasan di depan ruang 06, tentunya ruangannya Bentala.

Jika saja Windi tak menarik tangannya, mungkin Ilesha dan Bentala akan tetap di sana saling tatap tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Windi kembali melepaskan gandengannya pada Ilesha. Ia langsung berjalan ke meja dan mengeluarkan peralatan ujiannya, disusul Ilesha di belakangnya.

"Assalamualaikum," ucap salam Bu Ruhi yang baru saja datang ke ruangan 07.

"Waalaikumsalam," jawab para murid serempak.

"Neng, tolong bantu bagiin kertas ujiannya," perintah Bu Ruhi pada siswi yang ada di ruangan 07 ini. Namun, bukannya ada yang membantu, teman-teman Ilesha malah kompak menatap dirinya, jadi mau tidak mau Ilesha yang harus membagikannya.

Kurang dari 5 menit, Ilesha sudah kembali ke tempatnya setelah membagikan kertas ujian itu. Ia langsung mulai mengisi lembar demi lembar ujian tersebut dengan fokus dan hati-hati agar tidak salah.

"Udah, Neng?" tanya Bu Ruhi ketika melihat Ilesha yang sudah menyelesaikan soal ujiannya. Ilesha hanya tersenyum dan mengangguk sebagai jawabannya.

"Yaudah bantu kumpulin punya teman-teman kamu yang udah, yah?" pinta Bu Ruhi pada Ilesha.

"Baik, Kak." Angguk Ilesha.

Ilesha memang kerap kali memanggil Bu Ruhi dengan Kakak bukan Ibu, karena ia sudah terbiasa memanggil Bu Ruhi Kakak sejak ia masuk ekskul pramuka yang kebetulan Bu Ruhi adalah salah satu purna di SMA Pandhega. Dan bukan hanya itu, Bu Ruhi juga masih muda walaupun baru saja menikah dua bulan lalu. Bu Ruhi juga kakak dari Bentala.

•••🦋•••

Berdiri memandang murid yang sedang mengeluarkan motor-motor mereka dari parkiran, Ilesha menghela napas sejenak lalu melangkah menghampiri Ayu yang sedang berusaha mengeluarkan motornya. Tetapi baru saja Ilesha melangkah lagi-lagi ia berpapasan dengan Bentala.

Ilesha tak mau berlama-lama, ia langsung berjalan cepat tanpa menghiraukan pandangan Bentala padanya.

"Videonya udah diedit?" tanya Ayu pada Ilesha yang baru saja sampai di depannya.

"Lo gila kali, baru juga bikin tadi, bahkan gue sama sekali belum buka hape dari tadi," kata Ilesha.

Video yang dimaksud Ayu adalah video mereka dan teman-teman yang baru saja membuat tren kartu ujian yang diterbangkan ke udara. Ilesha tidak tahu tren apa itu, Ilesha hanya ikut bikin atas perintah mereka, dan Ilesha juga yang ditugaskan untuk mengeditnya dengan bermodalkan video yang mereka kirim. Aneh bukan yang tidak tahu menahu tentang trend itu malah disuruh untuk mengedit.

"Ya ya ya, baiklah, ayok naik," ucap Ayu lalu menyuruh Ilesha untuk naik ke atas motornya.

Motor Scoopy hitam yang dikendarai Ayu melesat pergi dari area parkiran.

"Yu," panggil Ilesha setelah beberapa menit hening tak ada percakapan di antara keduanya. Ayu yang sedang mengemudi motornya dan Ilesha yang sibuk dengan isi pikirannya.

"Apa?" respon Ayu.

"Dari awal masuk tadi pagi sampai pulang sekolah gue sering papasan sama Bentala."

"Terus?"

"Bentala natap gue kok gitu banget yah?"

Ayu yang bingung dengan apa yang Ilesha katakan itu langsung sedikit memperlambat laju motornya. Lalu Ayu melirik Ilesha dari kaca spion-nya. "Maksud lo?"

"Gue mau menghindar terus dari Bentala, tapi keadaan malah maksa gue buat ketemu terus. Mending aja sih kalo ketemu saling sapa atau apa gitu, tapi ini malah natap gue. Gak risih sih, cuma ya tatapannya tuh kayak beda aja, kayak ada yang mau dia omongin sama gue."

"Curiga Bentala suka ama lo," ucap Ayu membuat Ilesha reflek memukul belakang kepala Ayu dengan pelan.

"Lo kalo menyimpulkan cerita dari gue tuh yang bener dong!" marah Ilesha.

"Yah sorry, tapi kayaknya emang suka deh," kata Ayu lagi membuat Ilesha terdiam. Ia tak ingin melanjutkan percakapannya. "Lo juga kan pernah kasih ss-an chat lo sama Bentala ke gue tentang, apa deh gue lupa, typing-nya beda banget," lanjut Ayu.

"Ke yang lain juga sama kali," kata Ilesha berusaha menyakinkan dirinya jika Bentala tidak akan pernah suka dengan dirinya.

"Engga, beda."

Ilesha kembali terdiam, sampai beberapa menit motor yang dikendarai Ayu berhenti tepat di depan rumahnya.

"Zayn suka sama gue, masa sih?" batin Ilesha bertanya pada dirinya sendiri.

"Woi! bengong aja lo. Lo mau mampir ke rumah gue apa mau pulang? Gue mau masuk nih," kata Ayu mengejutkan Ilesha.

Ilesha menggelengkan kepalanya. "Gue pulang aja."

"Mau gue antar? Dari kemarin gue liat-liat kerjaan lo bengong terus. Takut lo nyusruk nanti gak ada yang bantu," tawar Ayu membuat Ilesha tertawa.

"Anying lo, lagian rumah kita tetanggaan ege, cuma terhalang satu rumah doang. Kalau gue nyusruk juga masih bisa teriak. Dah ah, gue pulang, makasih yah," kata Ilesha lalu ia meninggalkan rumah Ayu.

"Ngapain gue mikirin kalo Bentala suka gue ya? Lagian gue juga gak suka sama dia," monolog Ilesha lalu ia mengedikkan bahunya acuh.

•••🦋•••

Tanggal Tulis
24 Juni 2024

The Ephemeral (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang