BAB 57: Kehilangan

24 4 0
                                    

Kalau ada typo tolong tandai, terimakasi:)
Dan seperti biasa, jangan skip baca biar feelnya dapet.

••••🦋••••

Suara tangis memenuhi ruangan, serak dan penuh kepedihan, memantul di dinding-dinding rumah sakit yang sunyi. Gita menjerit, suaranya parau dan tercekik oleh emosi. Ia mengguncang tubuh suaminya, Yusuf, dengan putus asa, air matanya mengalir deras di pipinya yang memerah. Tangannya yang gemetar memukul-mukul dada bidang Yusuf, seakan berharap rasa sakit di hatinya dapat berpindah ke sana.

"Ilesha gimana, Pa! DIA HARUS BERTAHAN!" raungnya, napasnya tersengal di antara tangis. Yusuf hanya bisa merengkuh Gita lebih erat, menguatkan tubuh istrinya yang hampir lunglai. Meski air mata bergulir di sudut matanya sendiri, wajah Yusuf tetap tegar, meski hatinya terbelah dua melihat kondisi anak mereka yang tak berdaya.

Di seberang ruangan, jeritan memilukan Bunda Harsa terdengar, menambah suasana yang mencekam. Wanita paruh baya itu berlutut di lantai, tangan-tangannya terentang ke arah ruang gawat darurat, memohon dan memanggil-manggil nama Harsa dengan suara serak penuh penderitaan.

"HARSA! HARSAAA!!" teriaknya tak henti-henti, suaranya memecah keheningan lorong rumah sakit. Tubuhnya yang lemah tak mampu lagi menopang beban emosional yang terlalu berat. Keluarnya berusaha menenangkan, tapi tak ada yang mampu menghapus kepedihan di matanya. Pikirannya dipenuhi bayangan anaknya yang terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit, dengan nyawa yang digantungkan pada alat-alat medis.

Sementara itu, di sudut lain rumah sakit, Yuli terbaring di kursi tunggu, wajahnya pucat pasi dan bibirnya bergetar. Sudah beberapa kali ia pingsan sejak mendengar kabar buruk itu—kabar yang mengguncang dunianya. Anaknya hampir menjadi korban kekejaman yang tak terbayangkan. Dadanya sesak, tiap helaan napas terasa berat, sementara pikirannya berkecamuk dengan rasa takut dan marah. Dan kini, hatinya semakin hancur mendengar bahwa Nakastra, sosok yang ia kasihi, harus dihadapkan pada hukum karena membunuh Syakaia—psikopat keji yang hampir merenggut nyawa putrinya.

"Nakastra..." bisik Yuli dengan suara lemah, hampir tak terdengar. Air mata berlinang di sudut matanya, menetes perlahan ke pipi. Bayangan Nakastra yang di bawa paksa oleh polisi terus menghantui pikirannya, menambah perih di hatinya yang sudah terluka.

Sementara itu, Laki-laki yang tengah duduk di kursi koridor hanya bisa menunduk lemah sambil menatap layar ponselnya yang menampilkan pesan kemaren dari Ilesha.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Ephemeral (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang